Ekonomi global dunia saat ini mengalami krisis yang cukup serius. Dampak buruk dari resisi ekonomi dunia itu terlihat secara menyeluruh di berbagai negara, mulai dari negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, China, Rusia, sampai negara berkembang seperti Indonesia.
Dampak krisis juga sangat dirasakan negara-nagara produsen minyak dunia seperti Arab Saudi, Venezuela, Iran, dan Negara-negara Teluk.
Pengaruh buruk resisi ekonomi ini itu terlihat jelas pada penurunan harga bahan bakar industri seperti minyak mentah dunia dan batubara, harga bahan baku industri seperti karet, penurunan harga emas, gangguan serius pada pasar modal, penurunan pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus, PHK di mana-mana, tingkat pendapatan masyarakat menurun, dan harga kebutuhan pokok yang meningkat.
Harga karet dari petani karet di Kalimantan Selatan saat ini Rp 4.000/kg, yang tadinya pernah mencapai harga Rp 13.000 sapai 15.000,-/kg. Batubara saat jaya-jayanya tiga tahun yang lalu harganya 80.000 – 100.000 US $ per metrik ton, sedangkan saat ini sekitar 35 US $ per metrik ton.
Akibatnya ada 70 % perusahaan batu bara di Samarinda kolaps. Pada bulan Agustus tahun 2015 yang lalu, lebih dari 125 perusahaan batu bara di Kalimantan Timur bangkrut. Tidak kurang dari 5.000 orang kena PHK (kompas.com). Petani karet bahkan tidak sedikit yang menjual lahan karetnya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Instrumen yang paling menonjol dari pengaruh buruk ekoomi dunia saat ini adalah harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah dunia mencapai titik terendah sejak tahun 2008, yakni 33 US $ per barel.
Bahkan baru-baru ini, Goldman Sachs, Lembaga Multinasional dan Jasa Investasi Keuangan Amerika Serikat mengelurkan pernyataan bahwa harga minyak mentah dunia akan mencapai 20 US $.
Goldman Sachs adalah lembaga perbankan yang paling terkenal di Amerika Serikat dan dunia. Perusahaan ini beroperasi di lebih dari 30 negara, memeliki enam cabang regional, dan lebih dari 100 kantor serta karyawan lebih dari 35.000. Total aset saat ini adalah 850.000.000.000 US $. Tentu penurunan harga minyak demikian akan sangat berpengaruh buruk pada negara-negara produsen minyak dunia.
Ekonom dunia Dr. Amr Adly menyebutkan dalam majalah Politik Internasional bulan September 2015 yang lalu, “Krisis dan depresi ekonomi dunia yang terjadi saat ini adalah yang terburuk dalam tiga abad terakhir, karena ekonomi dunia teracam oleh stagnasi dan resesi yang berkepanjangan”.
Krisis ekonomi ini sesungguhnya juga terjadi di Pusat Ekonomi Global, Amerika Serikat. Kendati Amerika Serikat senantiasa menutup-nutupi dengan memberikan data yang palsu atas persoalan ekonominya, Amerika sesungguhnya mengalami persoalan ekonomi yang serius.
Salah seorang Ekonom Amerika, Todd Wood (dalam Artikel Koran Washington, Time US bulan Mei 2015 mengatakan: “Ekonomi Amerika Serikat berada diambang kehancuran, dan kondisi ekonomi Amerika saat ini benar-benar menjengkelkan. Mulai dari utang luar negeri yang sudah mencapai 20 trilyun dollar AS. Ditambah lagi dengan kecepatan penambahan hutang yang semakin tinggi. Todd menambahkan dalam artikelnya, bahwa Washington mungkin segera bangun setelah mengalami kebangkrutan ekonomi di negaranya.
Saat ini, satu-satunya yang masih bisa menyelamatkan ekonomi Amerika adalah, sikap Federal Reserve yang terus melakukan intervensi dengan mempertahankan suku bunga di tingkat yang sangat rendah”. Walaupun dengan terus melorotnya harga minyak, menjadikan permintaan atas dollar meningkat. Dan kabar terakhir, 12 orang yang menjadi penentu perubahan suku bunga Federal Reserve cenderung akan menaikkan suku bunga Bank sentral tersebut.
Kondisi sosial kemasyarakatan di Amerika Serikat juga semakin memburuk. Indeks kesengsaraan saat ini semakin meningkat. (Indeks kesengsaraan adalah keterkaitan antara inflasi dengan pengangguran riil).
Rakadz (salah seorang ekonom Amerika, yang juga merupakan salah seorang intelejen dalam persoalan ekonomi Amerika) menyatakan dalam artikelnya “Apa yang terjadi pada dunia diambang tahun 2015? Ambang fase Baru dari Depresi Besar Ekonomi”. Dia menyatakan: “Bank Federal telah mencetak urang dengan sembarangan, bahkan trilyunan dollar AS. Federal Reserve telah berbohong dan menutupi indeks kesengsaraan yang semakin meningkat, yang paling tinggi dalam kurun 29 tahun terakhir. Dan rencana Amerika menaikan bunga diatas 2 % akan menyeret perekonomia AS pada tragedi baru”.
Resesi dunia saat ini sesungguhnya kelanjutan dari krisis yang terjadi di tahun 2008. Karena hakikatnya krisis itu tidak sembuh. Krisis tersebut telah menyebabkan ekspor yang melemah dari berbagai belahan dunia. Hal demikian akan menyebabkan lemahnya produksi di negara-negara industri. Kondisi demikian berdapak pada minimnya invetasi proyek-proyek strategis. Dampak terhadap negara-negara pengimpor bahan baku dan bahan energi adalah berkurangnya ekspor bahan-bahan dasar tersebut. Kondisi ini secara nyata pasti menimbulkan gelombang PHK di mana-mana.
China juga mengalami krisis finansial yang serius. Krisis di China diawali dengan krisis finansial dan pasar saham. Krisis tersebut dimulai pada tahun 2014, dan semakin terasa di tahun 2015. Dan akhirnya bencana yang dialami China bukan terbatas di sektor pasar finansial, namun merambat ke sektor industri, dan tingkat pengangguran yang tinggi. Kerugiaan saat itu di China diperkirakan mencapai 3,2 trilyun dollar AS dalam waktu kurang dari satu bulan. Atau kurang lebih 1/3 dari nilai saham.
Krisis di China ini sesungguhnya disebabkan krisis atas ekonomi China yang terjadi pada tahun 2018.
Eropa juga mengalami krisis, yakni di zona Euro. Kita telah ketahui krisis ini berawal dari krisis Yunani yang terakumulasi, sehingga menyebabkan Yunani tidak mampu membayar uang. Ini menyebabkan Yunani terancam untuk dikeluarkan dari Zona Eropa.
Kondisi demikian bukan banya terjadi pada Yunani. Portugal, Spayol, dan lain-lain juga mengalami krisis yang sama. Persoalan sesunggunya adalah ketika ketidakmampuan mereka membayar utang yang mereka ambil saat menjadi syarat memasuki zona Euro.
Kita beralih ke Rusia, Federasi Rusia mengalami goncangan dahsyat atas anjloknya harga minyak dunia lebih dari separoh tersebut. Negara Rusia adalah negara yang mengandalkan sumber pendapatannya dari minyak dan gas. Dikarenakan penurunan harga minyak mentah dunia ini, menyebabkan berkurangnya pendapatan Rusia sekitar 60 %.
Ini adalah bencana bagi Rusia. Bahkan penurunan harga minyak dunia ini menjatuhkan harga mata uang Rusia Rubel terhadap dollar AS sebesar 60 %.
Arab Saudi sebagai produsen minyak mentah dunia jelas terpengaruh. Pada tahun 2015 Arab Saudi mengalami defisit anggaran sebesar 98 milyar US $, sautu yang tadinya sulit dibayangkan. Defisit anggaran ini memaksa negara untuk melakukan efesiensi di bawah tekanan kreditur.
Dalam sebuah wawancara dengan “The Economist” baru-baru ini, Menteri Pertahanan Saudi Arabia, Purtera Mahkota Mohammad bin Salman menyatakan akan melakukan “Revolusi At Tasyriyah” di Arab Saudi, yakni dengan melakukan privatisasi di berbagai sektor vital masyarakat.
Dengan defisit anggaran yang ada, maka Privatisasi Model negara ke-3 akan diberilakukan atas perekonomian Arab Saudi dan Negara-negara Teluk. Termasuk privatiasai aset-aset vital publik, penerbitan hutang obligasi dengan bunga riba, penjualan pajak milik negara, termasuk aset-aset yang dekat dengan tanah Makkah dan Madinah.
Demikian pula dengan pajak nilai tambah akan dikenakan kepada masyarakat. Selain akan semakin menambah kemiskinan, pajak nilai tambah ini juga bertentangan dengan syari’at Islam. Dan yang paling penting, ragam kebijakan ini akan menyempurnakan hegemoni Barat secara ekonomi terhadap negara Haramain tersebut.
Berita terakhir yang cukup mengejutkan adalah, Perusahaan minyak terbesar di dunia – Saudi Aramco– juga akan melakukan privatisasi dengan IPO (Initial Public Offering), yang pada akhirnya membuka lebar akan kepentingan asing untuk membeli dan melakukan hegemoni.
Tidak cukup di situ, para pejabat saudi juga mulai berbicara tentang privatisasi sektor kesehatan, di sektor pendidikan, industri persenjataan , dan perusahaan lain yang dikuasai oleh negara.
Oleh sebab itu, persoalan anjloknya harga minya dunia ini, bagi Arab Saudi akan berpengaruh pada kontrol dan kepemilikan atas aset-aset publik dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Yang kian membuat para ekonom khawatir adalah bahwa sampai detik ini, gejala gejala resesi yang berkepanjangan itu tidak ada menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan semakin menimbulkan gejala baru.
Sejumlah ekonomi memperkirakan krisis ini akan menimbulkan ledakan yang mengerikan yang menyebabkan runtuhnya negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa yang mereka perkitakan di tahun 2019, the Great Depression.
Ekonom Rusia, Alexander Aevazov mengatakan, bahwa dollar akan terus mengalami depressi. Pada awal tahun 2015 lalu, Dana Moneter Internasional juga telah memperingatkan resiko dari krisis ekonomi global yang baru ini.
Ekonom Amerika (Rakadz) mengatakan: “Amerika memasuki periode ekonomi yang paling gelap dalam sejarahnya pada tahun 2015 yang lalu.”
Kaum muslimin…
Kita tidak bisa memperkirakan secara pasti kapan Ekonomi Kapitalis ini akan benar-benar runtuh. Namun secara subjektif dalam pandangan Islam, sistem Ekonomi kapitalis dengan pilar-pilarnya memiliki pondasi yang rapuh.
Ekonomi Barat saat ini terkesan kokoh bukan karena sistem ekonominya yang teruji dan tangguh. Namun tidak lebih dari hasil penjajahan yang merupakan sifat yang melekat dari sistem Ekonomi Kapitalis. Jika tidak menjajah kekayaan kaum muslimin di negeri-negeri Islam, sungguh sistem Ekonomi ini sudah lama hancur.
Dan siapa saja, umat mana saja yang mengikut aturan Allah, pasti akan selamat. Namun jika berpaling dari sistem Allah, niscaya akan hancur. Firman Allah;
(فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ)
[Surat Ta-Ha 123 -124]
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. (Thaha 123-124). []
Ditulis oleh Luthfi Hidayat, diolah dari berbagai Sumber (Majalah Al Wae, Jaridah Ar Royah, dan sumber lain).