Pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan Konferensi Internasional ulama-ulama Syiah dan Sunni di Bogor, 3-4 April 2007. Konferensi itu akan membahas perdamaian di negara-negara Timur Tengah yang sekarang ini tengah dilanda konflik seperti di Irak, Palestina dan Libanon. Pemerintah Indonesia telah mengundang sekitar 25 ulama Syiah dan Sunni dari negara-negara Islam di Asia dan Timur Tengah di antaranya berasal dari Malaysia, Pakistan, Iran, Yordania, Libanon, Mesir, Irak, Suriah dan lainnya. Akan hadir pula Sekjen Negara-negara Islam atau OKI.
Wapres M jusuf Kalla mengatakan para pemimpin agama dapat memainkan peran signifikan dalam menyelesaikan konflik di Irak. Inilah yang membuat Indonesia berencana menggelar pertemuan para pemimpin agama dari Irak pada 3 dan 4 April mendatang di Istana Bogor. “Kami berharap pertemuan itu akan memberikan kontribusi positif dalam upaya menciptakan rekonsiliasi nasional di Irak,” ujar Kalla saat memberikan sambutan pada penutupan KTT Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, Kamis, 29 Maret 200 (Republika, 30-03-07).
Konferensi tersebut bisa dinilai sebagai implementasi dari pernyataan Presiden Yudhoyono saat menjamu Presiden Bush dalam kunjugannya di Bogor. Menurutnya masalah Irak bukan hanya tanggung jawab AS, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama dunia. Pernyataan Presiden Yudhoyono yang muncul dalam pembicaraan dengan Presiden Bush ini menandai perubahan sikap pemerintah Indonesia terhadap masalah Irak. Perlu dicatat bahwa perubahan sikap itu muncul dan diungkapkan saat menjamu Presiden Bush.
Ed Masters yang pernah menjadi duta besar AS di Indonesia mengomentari : “Indonesia dapat berperan di balik layar, merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang ada, mempertemukan pihak-pihak yang bertentangan. Indonesia dapat melakukan itu. Indonesia punya pengalaman selama ini, lewat keterlibatannya dalam operasi penjagaan perdamaian dan lain-lain” (VOA news, 13-12-06).
Peran yang diharapkan oleh AS tersebut benar-benar dimainkan oleh pemerintah Indonesia. Ketika menerima kunjungan Presiden Musharaf dari Pakistan yang merupakan sekutu dekat –baca antek- Amerika, Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa Pemerintah RI akan menyelenggarakan konferensi ulama berpengaruh di negara-negara Islam, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah. Konferensi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penyelesaian konflik di sejumlah negara Timur Tengah yang kini kembali memanas (Republika Online, 01-02-07).� Presiden meminta kepada pimpinan Muhammadiyah dan NU untuk bersama-sama merancang konferensi ulama itu. Sebagai tindak lanjutnya, Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi kemudian melakukan road show ke beberapa negara Timur Tengah. Namun, dikarenakan Indonesia telah mendukung resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nomor 1747, KH. Hasyim Muzadi (1-04-2007) menyatakan bahwa peran Indonesia tidak signifikan karena akan dianggap tidak netral tetapi pro Amerika.
Konferensi yang akan digelar di Bogor tersebut sesuai pernyataan Wapress Yusuf Kalla dimaksudkan untuk mencari solusi konflik Irak, atau lebih spesifik sebagai upaya menciptakan rekonsiliasi nasional di Irak. Berbicara konflik Irak mengharuskan kita untuk menengok kembali ke belakang tentang bagaimana konflik itu muncul dan terjadi.
Masalah Irak adalah masalah penjajahan Amerika terhadap Irak untuk menguasai kekayaan alam Irak khususnya minyak dan posisinya yang strategis. Amerika menginvasi Irak disertai penyesatan opini bahwa invasi itu adalah untuk menumbangkan rezim diktator Saddam dan menegakkan demokrasi bagi rakyat Irak. AS menggiring oposisi Irak di luar negeri dengan kawalan militer dan jaminan keamanan agar mereka masuk kembali ke Irak. Hal itu dilakukan agar AS bisa mendudukkan mereka di kursi pemerintahan Irak untuk memberikan stabilitas nasional Irak sekaligus menjamin politik dan kepentingan AS di Irak.
Namun aksi perlawanan besar di Irak meruntuhkan semua kalkulasi AS di Irak. Jumlah personel AS dan sekutunya yang tewas di Irak dari hari ke hari semakin meningkat. Hal itu juga meruntuhkan pola pikir dan tindakan yang telah dirancang oleh AS.
Setelah itu AS melakukan sejumlah kejahatan dengan menyerang rakyat sipil, bangunan, pepohonan dan bebatuan. Aksi koboi itu bukan mengecilkan perlawanan, malahan semakin mengobarkan semangat perlawanan rakyat Irak. Disamping itu kejahatan AS itu menyadarkan sebagian orang yang telah tertipu pandangannya dan berjalan di belakang AS sehingga mereka melepaskan diri dari Amerika.
Ketika semua upaya itu gagal, Amerika berupaya menyulut konflik sunni-syiah dengan membagi satu pos politik untuk sunni dan pos lain untuk syiah. Lalu AS mengadopsi strategi menyebarkan ancaman kematian. Direkayasalah berbagai pembunuhan dan peledakan di sini dan di sana. Namun semua itu akhrinya tersingkap dan nampak jelas bagi siapapun baik orang yang berpengetahuan maupun orang awam. Amerika pun ketika itu belum berhasil menyulut konflik sektarian antara sunni dan syiah di Irak. Sampai akhirnya komplek makam Imam Ali dan imam al-Husein radhiyaLlâh ’anhumâ diledakkan. Setelah peladakan itu Amerika membuat pernyataan seolah bersih dari peledakan itu padahal peledakan itu adalah rekayasa Amerika : “bahwa kemungkinan aksi penyerangan akan terus meningkat yang mengarah kepada terjadinya perang sipil” (al-Hayah, 28-02-2007). Kemudian mereka juga menyatakan, “bahwa jika pecah perang sipil di Irak, maka kekuatan Amerika tidak akan pernah ikut campur”. Hal itu untuk memberikan lampu hijau kepada orang-orang yang menjual dirinya kepada setan agar mengarahkan moncong senjatanya kepada saudara mereka sesama rakyat Irak. Maka sejak saat itu konflik yang dikesankan sebagai konflik sunni-syiah terjadi.
Jadi masalah di Irak sejatinya adalah masalah penjajahan Amerika. Amerikalah yang merekayasa dan menyulut konflik sektarian suni-syiah. Semua yang terjadi di Irak tidak lain adalah hasil rekayasa Amerika. Kenyataan itu sebenarnya dapat dibaca dan diketahui oleh orang banyak. KH. Hasyim Muzadi, ketua PBNU yang juga Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) menyatakan, ” ”Di Irak, pertikaian antara Syiah-Sunni terjadi setelah pendudukan AS dan negara sekutunya. Gerakan intelijen kemudian memroses perbedaan-perbedaan di antara Syiah dan Sunni menjadi permusuhan, peperangan dan tindak kekerasan lainnya” (Suara Merdeka, 09-03-07)
Krisis yang terjadi di Irak memang harus segera diselesaikan. Diantara pihak yang dapat mengambil signifikan adalah para ulama. Wapres Yusuf Kalla mengatakan, para pemimpin agama dapat memainkan peran signifikan dalam menyelesaikan konflik di Irak. Dan hal itulah alasan digelarnya konferensi yang diselenggarakan di Bogor. KH. Hasyim Muzadi menegaskan, gagasan untuk meredakan konflik di Timur Tengah itu salah satunya melalui pertemuan ulama se-dunia, karena selama ini umat Islam di Timur Tengah seakan ”terjebak” dan ”terpedaya” oleh tipu muslihat AS dengan isu-isu sektarian.
Agar konferensi itu membuahkan seperti yang dituju, hendaknya semua pihak yang terlibat di dalamnya khususnya para ulama tidak terjebak ke dalam dua hal :
Pertama, menganggap krisis di Irak sebagai masalah konflik sektarian sunni-syiah. Karena konflik yang terjadi adalah hasil rekayasa Amerika. Buktinya, konflik sunni-syiah di Irak tidak pernah terjadi sebelum pendudukan AS atas Irak. Bahkan dibawah rezim Saddam yang represif sekalipun konflik itu tidak terjadi. Konflik baru terjadi setelah pendudukan AS. Itupun setelah AS bersama para operatornya melakukan berbagai makar merekayasanya. Menganggap masalah di Irak sebagai konflik sunni-syiah tidak akan melahirkan solusi menyeluruh atas krisis Irak. Karena masalah yang sebenarnya adalah masalah pendudukan dan penjajahan AS atas Irak. Untuk memalingkan dari masalah sebenarnya itu dan agar diabaikan, maka AS dan para operatornya terus mendesakkan angapan bahwa masalah di Irak adalah masalah konflik sunni-syiah.
Kedua, jangan sampai konferensi itu justru menjadi bagian dari serangkaian upaya demi menyelamatkan AS di Irak. Kondisi yang ada sangat sulit bagi AS. AS sangat memerlukan strategi untuk keluar (exit strategy) dari Irak dengan aman dan tidak memalukan seraya tetap memegang apa yang selama ini sudah digenggamnya. Untuk itu AS tidak bisa melakukannya sendiri.
Pada 10 Maret lalu telah diselenggarakan Konferensi Baghdad yang dihadiri oleh sejumlah negara anggota DK PBB dan negara-negara tetangga Irak. Konferensi Baghdad itu menurut pernyataan resmi adalah untuk “menjamin keamanan bagi rakyat Irak”. Konferensi tersebut sebenarnya lebih sebagai upaya menyelamatkan Amerika dari kondisi kritis di Irak. Konferensi itu lebih sebagai pendahuluan implementasi rekomendasi Baker-Hamilton. Konferensi itu melibatkan pihak pemerintah berbagai negara terutama negara-negara tetangga Irak. Hal itu memerlukan pelengkap dalam bentuk peran para ulamanya. Dalam konteks inilah jika konferensi di Bogor itu terjebak menganggap masalah Irak hanya terbatas masalah konflik sunni-syiah, pada akhirnya konferensi itu hanya akan menjadi bagian dari strategi menyelamatkan Amerika. Tentu pemerintah RI sebagai penyelenggara dan para ulama yang diundang tidak menginginkannya.
Krisis Irak harus segera dihentikan dan dicari solusinya. Dalam hal ini seperti yang diungkapkan Wapres Yusuf Kalla, para pemimpin agama dapat memainkan peran signifikan dalam menyelesaikan konflik tersebut. Adapun solusi untuk krisis Irak sekaligus apa yang seharusnya diserukan dan diupayakan oleh semua pihak termasuk para ulama peserta konferensi di Bogor dapat diringkas dalam tiga point :
Pertama, konflik antara kelompok sunni dengan syiah yang secara faktual terjadi harus segera dihentikan dan dilakukan rekonsiliasi diantara kedua pihak. Para ulama sunni dan syiah memiliki peran yang signifikan dalam hal ini. Harus dijelaskan kepada kedua pihak bahwa konflik sunni-syiah adalah hasil rekayasa Amerika untuk melanggengkan penjajahannya atas Irak. Melanjutkan konflik jelas melanggar ketentuan Allah yang melarang kaum muslim membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan apalagi jiwa saudara muslim yang lain. Lebih dari itu, melanjutkan konflik juga berarti mengikuti skenario dan rekayasa Amerika sekaligus turut berperan melanggengkan penjajahan Amerika atas Irak. Karenanya baik sunni maupun syiah harus mengalihkan arah senjatanya dari sesama mereka dan kembali ke sikap awal yaitu kembali mengarahkan senjata mereka kepada Amerika dan sekutunya yang menduduki Irak.
Kedua, masalah di Irak adalah masalah penjajahan Amerika. Solusinya adalah dengan mengusir Amerika beserta segala kepentingannya dari Irak. Karenanya kaum muslim sunni dan syiah harus bersatu padu dalam upaya mengusir Amerika berserta segala kepentingannya dari Irak. Apapun solusi yang dirumuskan jika tidak mencakup ketentuan bahwa Amerika beserta segala kepentingannya harus diusir keluar dari Irak tidak akan bisa menyelesaikan masalah di Irak. Karena masalah sebenarnya adalah masalah penjajahan Amerika tersebut. Tentu saja solusinya adalah dengan mengusir Amerika beserta segala kepentingannya dari Irak.
Ketiga, harus segara dibaiat seseorang laki-laki muslim yang adil dan berkemampuan sebagai Khalifah untuk memerintah dan menghukumi sesuai dengan kitabullah dan sunah rasul-Nya di bawah naungan daulah Khilafah Islamiyah. Khalifah dengan khilafah itulah satu-satunya yang akan mampu menyatukan kekuatan kaum muslim dan menghimpunnya dibawah satu bendera Lâ ilaha illa Allâh Muhammad RasûluLlâh. Dan selanjutnya akan membebaskan negeri-negeri Islam dari cengkeraman penjajahan barat kapitalis. WaLlâh a’lam bi ash-shawâb.
Quote; “Ed Masters yang pernah menjadi duta besar AS di Indonesia mengomentari : “Indonesia dapat berperan di balik layar, merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang ada, mempertemukan pihak-pihak yang bertentangan. Indonesia dapat melakukan itu. Indonesia punya pengalaman selama ini, lewat keterlibatannya dalam operasi penjagaan perdamaian dan lain-lain” (VOA news, 13-12-06).”
>>> Master Ed(an), emangnya kita jongosmu apa??!!!
Ingatlah, korban terbanyak di Irak, selain “kebenaran,” warga sipil Irak, umat Islam, Mbah Saddam dkk, juga tentara koalisi. Lihatlah Falujjah! Tentara AS dan UK mati sia-sia di tangan para Mujadid (bukan teroris, bila para pemimpin indonesia menyebut mereka teroris, maka mereka mewarisi negara hasil perjuangan para teroris yang meneror selama 3,5 abad!). Karena itulah Report on Iraqi Study Group meminta tentara AS ditarik… Bush dan konco2nya cuma ingin mendapat konsesi2 di Irak, tanpa peduli dengan warga Irak sendiri. Inilah wajah asli Kapitalisme yang berubah nama menjadi neo konservatif dan neo liberal. Ingatlah, bahwa atlit angkat besi Irak yang mengkomando penghancuran patung Mbah Saddam mengakui bahwa kondisi Iraq dibawah penjajahan AS lebih buruk ketimbang dijaman Saddam yang malah sudah edan. Edan mana, hayo??
Sudah saatnya Dunia mendapatkan alternatif yang lebih baik setelah kejayaan Imperialisme dan Kapitalisme semenjak Renaissance. Sudah saatnya pula Indonesia bangkit dan tampil di depan layar untuk menyelamatkan saudara2nya di Iraq (dan tentu, menyelamatkan dirinya sendiri) dengan memperjuangkan Islam sebagai pemersatu berbagai elemen sosial. HT sebagai pergerakan yang memiliki konsep Khilafah Yang Agung harusnya tampil di garda depan untuk bersama2 dgn pergerakan lain, ulama2, dan ummat Islam memimpin perubahan. Jika tidak ditangan kalian2, siapa lagi?! Insya Allah jika kita berani karena benar, nusrah akan datang dengan sendirinya.
Ayo, maju bersama!
Allahu Akbar!
#pemerhati islam#
Salamualaikum wr wb
Analisa yang bagus dan cukup matang, bisa diadakan komparasi dengan situs kami, silahkan berkunjung.
Wassalam
Allahu akbar
Ass,
Tulisan yang bagus dengan analisis yang cukup akurat, sangat bermanfaat untuk menambah pemahaman serta pandangan kita terhadap Amerika yang notabene sebagai dalang utama dalam setiap kasus peperangan yang ada dan pernah terjadi di dunia. Mari kita bersama-sama untuk merefleksi diri akan kondisi bangsa kita yang mungkin saja menjadi incaran pihak Amerika selanjutnya.
“Bersatu kita teguh, bercerai kita bisa dijajah Amerika”
Wass,
KHILAFAH YANG SEPERTI APA
DAN APADADALIL DAN TAFSIR MNA YANG MENUNJUKKAN HARUS KHILAFAH
agama islam adalah agama yang cinta damai dan merupakan agama yang rahmatan lilalamin,,
suni dan syiah harus bersatu untuk mengusir amerika dan semua kepentngannya karen amaerikalah biang keladi yang menimbulkan masalah di irak,,
Amerika adalah negara yang selalu mengatasnamakan sesautau dengan nama HAM..,kebebasan adalah hak setiap orang yang lahir kedunia,, terutama kebebasan berdaulat dalam suatu negara,,Amerika sendiri yang selalu menggembor-gemborkan HAM, tetapi mereka sendiri yang telah mencoreng HAM tersebut dengan menyerang negara lain yang mereka anggap musuh,,Amerika waktu menyerang Irak karena lasan negara Irak mempunyai senjata pemusnah masal..Tapi kenyataannya bahwa Irak sama sekali tidak mempunyai senjata pemusnah massal dan ini semua membuka mata dunia bahwa tujuan Amerika menyerang Irak karena Amerika mempunyai kepentingan yaitu ingi menguasai minyak di negara tersebut..
Antara perpecahan Sunni dan Syiah dulu pada zaman saddam husein tidak terjadi,,justru perpecahan ini terjadi setelah Amerikaa menginvasi Irak,,
Jadi sadarlah wahai warga Irak bahwa kalian ini beraudara sama-sama muslim dan dalam Islam tidak ada kata permusuhan.
Dan sadarlah bahwa kalian sedang diadu domba oleh negara yang ingin menguasai negara kalian..
Terima kasih..