Nuklir Iran dan Ketimpangan Dunia

Farid Wadjdi (Direktur Forum on Islamic World Studeis (FIWS) Jakarta)

Dukungan Indonesia terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 yang memberikan sanksi terhadap Iran telah menjadi kontroversi. Pemerintah dianggap telah melukai Iran. Ada juga yang menyatakan Indonesia telah keluar dari kebijakan politik luar negeri bebas dan aktif. Pemerintah dianggap lebih memilih tunduk kepada kepentingan Amerika Serikat.

Lebih-lebih lagi, Juru Bicara Bush, Tony Snow, dalam pernyataan pers (19/03/2007) mengatakan bahwa SBY dan Bush telah berdiskusi tentang kebijakan resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk didalamnya soal draf resolusi nuklir Iran (www.whitehouse.gov). Sulit untuk menyatakan bahwa pembicara ini tidak mengandung muatan tekanan AS. Tentunya bukan hal yang biasa, kalau presiden negara besar seperti AS melakukan kontak langsung dengan presiden dari negara lain, kecuali ada maksud tertentu di balik itu.Di samping itu, dukungan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB ini bisa menjadi indikasi bahwa pemerintah memang tidak sungguh-sungguh untuk memberikan solusi substansial terhadap isu-isu yang berkaitan dengan dunia Islam. Pemerintah lebih banyak beretorika. Isu-isu dunia Islam tampaknya hanya dipakai untuk membentuk citra di dalam negeri bahwa pemerintah punya solidaritas terhadap dunia Islam. Sementara itu, kalau dihadapkan pada pilihan harus bertentangan dengan kebijakan AS, pemerintah sebenarnya lebih memilih pro AS.

Hal ini bisa dilihat dari kasus Palestina, Indonesia sesungguhnya tidak memberi solusi konkret. Pemerintah malah meminta Hamas untuk mengakui Israel, kebijakan yang sejalan dengan keinginan Amerika Serikat. Ketika Lebanon Selatan diserang, Indonesia hanya mengecam, tidak ada tindakan konkret. Pemerintah baru mengirim pasukan setelah perang berakhir, itu pun setelah AS setuju dengan pengiriman pasukan perdamaian. Bukti lain dalam kasus Irak, Indonesia menyerukan agar persoalan Irak bukan hanya dibebankan kepada AS tetapi harus menjadi persoalan internasional. Sebuah sikap yang dianggap tidak lebih menjadi corong suara Amerika yang memang menginginkan hal yang sama. Jadi, selama ini kebijakan politik luar negeri ini konsisten untuk tidak berseberangan dengan kepentingan AS.

Persoalan sesungguhnya

Alasan sebenarnya Barat menghalangi Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir adalah alasan politis. Negara-negara Barat terutama Amerika, tidak menginginkan hegomoninya terancam oleh kekuatan baru dunia, apalagi itu adalah negeri Islam seperti Iran. Jadi, krisis nuklir Iran ini tidak ada hubungannya dengan masalah perdamaian. Kalaulah pemilikan senjata nuklir dianggap akan mengancam perdamaian, mengapa negara-negara Barat justru pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia. Kenapa pula Israel, India, dibiarkan mengembangkan nuklir sementara negeri Islam seperti Iran dan Pakistan dihalangi? Alasan yang mengatakan kalau teknologi nuklir jatuh ke tangan Iran akan berbahaya dan mengancam internasional, juga patut dipertanyakan. Seharusnya Amerika lah yang pertama kali dilarang memiliki nuklir karena negara ini yang pertama menggunakan teknologi ini untuk menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. AS juga biasa menggunakan senjata pemusnah massal yang berbahaya, seperti zat kimia yang mereka gunakan di Vietnam.

Jadi yang justru harus dikhawatirkan karena telah memiliki track record jelek adalah AS.Alasan Dino Patti Djalal, jubir presiden, bahwa Indonesia konsisten mendukung hak Iran untuk mengembangkan energi nuklir selama untuk tujuan damai dan kepentingan sipil, bukan militer justru merupakan hal yang tidak konsisten. Sebab mengapa hanya Iran yang diminta seperti itu, mengapa bukan Amerika Serikat, Israel, atau negera-negara besar lainnya. Kalau pengembangan nuklir untuk kepentingan militer dianggap berbahaya, seharusnya tidak boleh ada satu negara pun di dunia ini yang berhak memiliki nuklir, termasuk Amerika.

Mempertanyakan peran PBB
Apa yang terjadi saat ini sebenarnya mencerminkan pola hubungan yang tidak seimbang antara negara-negara besar dengan dunia ketiga termasuk dunia Islam. Penyebab utamanya adalah dunia Islam tidak memiliki kekuatan riil yang seimbang untuk menghadapi Barat yang berwatak imperialis. Ditambah lagi, penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam, langsung atau tidak langsung, telah menjadi perpanjangan tangan negara-negara adidaya.
Untuk memuluskan penguasaan mereka terhadap dunia, Barat pun memanfaatkan lembaga-lembaga internasional seperti PBB. Lahirlah kebijakan yang seakan-akan merupakan suara masyarakat internasional karena atas nama PBB. Namun sesungguhnya PBB menjadi legitimasi untuk kepentingan negara-negara maju. Untuk menjamin itu, negara-negara maju kemudian memiliki hak veto yang bisa menggugurkan keputusan apapun yang tidak sejalan dengan kepentingan negara pemilik hak veto di dewan keamanan PBB.

Hak veto yang dimiliki negara-negara besar ini pun membuat suara lain yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka tidak ada artinya. Karenanya, sulit diterima alasan pemerintah bahwa kalau Indonesia abstain malah tidak bisa berbuat sama sekali. Sebab, kalaupun Indonesia mendukung resolusi itu, keinginan Indonesia untuk membuat resolusi itu lebih adil akan sulit tercapai kalau bertentangan dengan kebijakan negara pemilik hak veto. Artinya, usulan-usuluan Indonesia akan diterima, dengan catatan tidak berseberangan dengan negara-negara pemilik hak veto.

Termasuk berharap pada badan PBB seperti Badan Tenaga Atom Internasional, IAEA, juga sulit bagi kita untuk menggantungkan harapan. Badan-badan itu justru dibuat untuk memuluskan kerja PBB yang didominasi oleh kepentingan negara-negara besar. Terbukti IAEA tidak berbuat banyak dalam menyikapi nuklir Israel, apalagi nuklir negara-negara besar seperti Amerika.
Melihat hal ini, dunia Islam tampaknya membutuhkan kekuatan global baru yang lepas dari hegomoni negara-negara Barat. Keinginan umat Islam untuk bersatu di bawah naungan khilafah menjadi tawaran solusi yang menarik.

11 comments

  1. Saya tidak habis pikir kenapa pemerintah indonesia mendukung penjatuhan sangsi terhadap iran, dari penjelasan diatas jelas sekali kekeliruan langkah yang diambil pemerintah indonesia. Apa pemerintah indonesia ngak bisa berpikir jernih lagi ?

  2. Kekuatan ummah hanya akan sia-sia ketika Khilafah tiada. Karena itu menegakkan Khilafah adalah keniscayaan untuk mengembalikan kehormatan dan kewibawaan umat. Berharap kepada PBB adalah sama saja kita berharap kepada penjajah. Lalu mengapa kita masih saja percaya kepada PBB dan menutup hati dan mata kita? Padahal sudah jelas PBB itu berpihak ke mana.

  3. Muhammad Fatih

    Selama Khilafah belum tegak dimuka bumi ini, tidak akan ada keadilan bagi umat manusia seluruhnya.

  4. nyata kalaumpak Sby adalah sahabat sekaligus pembantu setia Bush.
    tega sekali berada di pihak kafir dibandingakan berada di pihak saudaranya sendiri.

    “pak sby segeralah taubat dan mengkaji islam”

  5. pak sby, ikutan halaqoh yuk…

  6. kenapa…..eh….kenapa….
    pak sby….kau tega…tega….tega…tega…teganya..teganya…dirimu…gk bela saudaramu…..

  7. mari taubat sebelum sekarat…

  8. Arie Albantani

    Ummat Merindukan peimpin amanah dalam sistem yang Allah amanahkan Daulah Khilafah Islamiyah.

  9. akhmad yusuf

    buat Aa gym kalo ceramah lagi di Istiqlal, tolong nasehatin pak presiden kita…ya? klo kebijakannya atas Iran sangat melukai umat islam.
    Terangin semuanya…ya..bila perlu jelasin akibat di dunia dan akherat dari pemimpin yang tidak akomodir pada umat islam…, barangkali pak pres kita lupa or khilaf….

  10. Pemimpin gitu emang gitu, maksudnya emang pengkhianat jadi jangan heran. Makanya kita harus berjuang mewujudkan Khilafah. Nah, kalo Khilafah udah tegak, pemimpin kayak gitu akan dibasmi dari permukaan bumi Khilafah. Dan pasti tidak ada yang berani jadi pemimpin pengkhianat karena memang umat akan dikuatkan dengan gerakan amar ma’ruf nahi mungkarnya.

  11. Sayangnya persatuan Islam yang selama ini marak diusung Iran untuk kepentingan seluruh kaum muslim sepertinya masing acuh-tak acuh direspon oleh saudaranya dari mazhab lain. bagaimanapun juga, Islam jelas-jelas memiliki musuh yang nyata. Akan tetapi pengetahuan terhadap adanya musuh bersama tidak menggerakkan satu mobilisasi atas semangat persatuan Islam sendiri untuk counter hegemoni.

    Pastinya banyak perbedaan mendasar antar mazhab dalam Islam, akan tetapi dasar-dasar yang menyatukannya juga tidak sedikit untuk bisa di manfaatkan. ditambah lagi persoalan-persoalan strategis dalam ranah politik, ekonomi dan militer yang akan memperkuat barisan Islam secara umum. sayangnya.. kita jauh lebih percaya orang-orang diluar Islam sendiri untuk kita kerja sama… mari dukung dialog dan persatuan Islam.!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*