Ibuku Guruku (Metode Home Schooling Group, Alternatif Model Pendidikan Anak Usia Dini)

Oleh: Dr. Ir. Yuliana, M.Si.
Ketua Kelompok Peduli Ibu dan Generasi (el-Diina Pusat) dan Anggota Dewan Pakar ICMI Muda Pusat Bidang Pemberdayaan Perempuan

Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.

Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.

Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.

Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.

Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.

Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.

Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?

Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.

Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.

Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.

Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat

Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.

Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.

Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.

Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.

40 comments

  1. Abu Faiz Abdurrahman Binong

    Ide cemerlang untuk kondisi seperti sekarang ini. Hanya saja mungkin penting difikirkan kurikulumnya serta kemampuan ibu yang berbeda-beda.

    Wahai para ibu sadarilah peran utamamu, sebagai pencetak dan pendidik generasi Islam, yang mulia ini.

  2. Femi Fatimah Febriani

    Ibu-ibu,
    Kembalilah ke rumah, penuhilah hak-hak anak kita, takutlah bahwa kita turut andil dalam terciptanya generasi yang lemah di belakang kita.

    ALLAAHU AKBAR

  3. juragan pipin

    pendapatsaya,bukan ibu2 saja bpk2 juga harus ikut bertanggung jwb thdp pnddkn anak2nya dg jln memberi cnth baik dirumh maupun diluar rmh,kadang2 siibu salah kaprah dlm mnddk anak,apa yg dicntkn oleh bpk pd anaknya suka ditentng sm ibunya capelah jngn terllu mempush,pdhl anaknya sendiri tdk prnh ngeluh apa2 yg bpknya cnthkan mis hbs sklh si bp mbw anaknya ke psntrn utk bljr A.ISLAM or membca alqrn sianak mlah senang dg hal itu.

  4. Bu Yuliana saya tertarik sekali dengan tulisan ibu ,ingin info lebih rinci tentang kurikulum untuk homeshooling, bagaimana cara memperolehnya. Sekarang saya dan teman-teman membina PAUD di RW 2x seminggu.

  5. Alhamduillah. pemikiran ini seharusnya ada tindak lanjut.
    adakah rencana untuk membuat semacam satu paguyuban yang menjadikan kurikulm berdasarkan sistem pendidikan Islam terutama pendidikan ala masa Kekhilafahan ? kasih tahu ya ……

  6. galu sawitri (surabaya)

    tugas utama ibu memang yang utama adalah sebagai pendidik yang pertama bagi anak2nya sebelum anak2 tersebut dididik oleh guru. disini peran pendidikan oleh ibu sangatlah berarti bagi perkembangan moral, kepribadian,dll bagi anak. memang pendidikan anak d rumah jg memerlukan peran seorang ayah juga. namun ayah kan sudah lelah dg urusan pekerjaan yg ia geluti dari pagi sampai sore. kalau ibu juga bekerja, maka darimana anak ini akan mmproleh pendidikan moral, kasih sayang, darimana anak akan mengadukan smua unek2nya? apa ibu2 ini yakin klo pembantu, nenek, atau tante yg mengasuh anak kita nantinya akan bisa menjawab dan mmperhatikan smua unek2, dan pertanyaan2 yg ada di lubuk hati buah kita nantinya?
    marilah para ibu2 kita kembali ke rumah. cukup suami kita saja yg berjuang d luar rumah u/ menjemput rizki dari allah SWT, kita sbg wanita bertugas sbg penjaga anak2 dan harta suami kita.

  7. Abu Akbar Al Jawie

    Kapan ide ini dapat terlaksana ?

  8. Untuk Ikhwan dan Akhwat Fillah yang di Rahmati Allah, Alhamdulillah di rumah sudah mulai diterapkan Homeschooling group seperti yang Ibu Yuliana jelaskan, walaupun masih ada kekurangan di sana sini, Alhamdulillah anak kedua saya umur 2,5 tahun kemampuannya hampir mendekati Anak usia KB atau TK 0 kecil, kebetulan Istri juga sebagai praktisi mengelola TKIT di Bogor,namun ingin juga mengembangkan homeschooling group. Bagi ikhwah yang memerlukan file SKH atau hal lain yang berkaitan dengan HOMESchooling Group bisa komunikasi via YM atau e mail mms2_propolis@yahoo.com, Insya Allah murni berbagi pengalaman, tentunya sy juga akan koordinasi dengan Bu Yuliana karena beberapa hal yang berkaitan dengan lembaga yang beliau pimpin.

  9. Ibu dengan segala potensi yang dimilikinya baik secara fisik maupun emosional adalah aset yang sangat-sangat berharga bagi semua manusia, sebab pengaruhnya bukan hanya bagi individu tetapi bagi tatanan kehidupan manusia. Tidak ada sesuatupun yang diciptakan Allah yang tidak memiliki fungsi/kegunaan/manfaat, tapi sekecil apapun ciptaan Allah pasti memiliki fungsi, bahkan batupun memiliki fungsi apalagi manusia(Ibu)yang diberi akal. Dari tangan ibulah akan lahir sosok manusia tertentu apakah dia koruptor atau seorang ulama. Ibu mampu merubah anaknya sejauh 14 mil. Apa yang diberikan dan dicontohkan oleh seorang ibu akan membekas diingat dan dicontoh oleh anak serta dibawa dalam kehidupannya. Sungguh, tiada jalan yang lebih baik dalam kehidupan ini kecuali mengembalikan setiap langkah kita sesuai dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah melalui Al-Qur’an dan As Sunnah. Jadikan generasi kita sebagai generasi penjuang Syari’ah dan Khilafah.

  10. hanya Pendidikan Islami di bawah naungan KHILAFAH saja yang benar benar dapat menjadi pendidikan ideal dan secara empiris terbukti menghasilkan generasi2 cerdas dizamannya…
    orang tua saat ini pada sibuk mencari duit…..tidak pernah benar benar sibuk mendidik anak…….

  11. Hafidz widodo, M.Pd.

    wahai para orang tua. sedah seharusnya kita bentengai generasi kita dengan iman dan aqidah yang kuat. bentengi anak dari TBC (tahayul, bitáh, churofat), tidak hanya itu bentengi dari virus yang mematikan SIPILIS (sekularisme, pluralisme, liberalisme) karena paham-paham tsb akan menhancurkan kehidupan generasi kita mendatang.
    ALLAHUAKBAR!!!!

  12. Subhanallah luar biasa, ternyata selalu ada konsep dari Islam untuk seluruh problematika kehidupan, termasuk dalam pendidikan anak.

  13. Benar2 Revolusioner, Bu!
    Sistem pendidikan sekarang, disadari atau tidak, sesungguhnya diorientasikan buat mencetak kader-kader Kapitalis Kolonialis…..

  14. Kerinduan pelajar akan pendidikan Islam:
    “Sudah saatnya terapkan pendidikan Islam sekarang juga, Sudah gratis berkualitas lagi! Allahu Akbar!”

    — kutipan dari Film “Potret Buram Pendidikan Indonesia”

    http://www.syabab.com

  15. Artikel menarik. Sangat aplicable. Memang sangat mulia tugas seorang ibu menyiapkan generasi penerus Islam.
    Namun tugas mulia ini mulai banyak dilupakan oleh ibu2 muda dan menggantungkannya pada sekolah2 usia dini semacam play group. Artikel ini mengingatkan kembali peran orang tua. Sebaiknya para orang tua menaruh perhatian yang serius pada urusan ini.Thanks in advanced.

  16. Very good idea
    Lets start from here…

  17. Ya ide bagus bu yulia…sekarang memang lagi trend homeschooling, hanya saja belum ada yang benar2 mengakomodir tsaqofah yang bisa membentuk pribadi anak sesuai Islam.kebanyakan bahkan masih bersumber pada literatur barat, jadi kenapa enggak kita jadi pioner Islamic homeshooling yang bisa menjadi solusi jangka pendek untk masalah pendidikan.

  18. ass
    saya sangat tertarik dgn Home schooling mohon bila ada lebih benyak artikel tetang ini saya dikirimi
    jazakalloh
    wass

  19. Subhanallah wa alhamdulillah,
    saya orang tua yang sangat khawatir untuk menyekolahkan anak ke sekolah umum. Sekolah yang berlabel Islam pun belum mampu menentramkan saya.
    Besar sekali rasa syukur dan terima kasih saya jika antum yang mempunyai info seputar homeschooling bersedia mengirimkan ke humasbpn@yahoo.co.id. Isteri saya alhamdulillah hanya dakwah dan ibu rumah tangga. Info itu sangat kami perlukan. Jazakumullah khairal jaza’ bagi yang bersedia berbagi info

  20. Assalaamu’alaikum wr. wb.
    Saya adalah ibu 2 anak yang bekerja di instansi pemerintah dari jam 7 pagi sampai jam 16.30 sore. Baru dua tahun ini saya menjalani profesi ini. Sejujurnya saya katakan, saya tersiksa dengan keadaan ini, saya lebih suka jika saya hanya bekerja di rumah, dan mendidik anak-anak saya menurut pemahaman saya. Saat ini tentu saja saya hanya bisa menyerahkan pengasuhan anak saya kepada orang lain dan sekolah ketika saya tidak ada di rumah, dan betapa saya melihat kekurangan dalam cara mereka mendidik dan memperlakukan anak-anak saya di sana-sini, terlebih salah seorang anak saya adalah CWSN (Children with special need) atau ABK (anak berkebutuhan khusus) karena masuk dalam spektrum ASD (autistic spectrum disorder). Dia seorang PDD (pervasive development disorder). Sangat betul kata ibu, saya lah yang paling berambisi mencari tahu berbagai hal ikhwal anak saya dan melakukan berbagai hal untuk kebaikan mereka baik dalam aqidah, kesehatan, pengetahuan, sosialisasi, dll. Sayalah yang bisa menjalin interaksi sangat dekat dengan mereka dan paling tahu segala kebutuhan mereka, tetapi keadaan saya terbentur oleh keterbatasan waktu saya bersama mereka. Saya hanya bertemu mereka beberapa saat di pagi hari dan beberapa saat di sore hari sebelum mereka tidur. Seberapa pun saya mengupayakan kualitas pertemuan saya dengan mereka, tetap saja saya merasa benar-benar tidak puas dengan keadaan saya. Sebenarnya saya ingin sekali berhenti bekerja, tetapi hal itu sangat melukai hati keempat orang tua kami. (Orang tua saya dan mertua). Mereka sangat menentang hal itu. Mereka juga lah yang dahulu mendorong saya untuk kembali bekerja setelah sebelumnya saya pernah mengundukan diri dari instansi pemerintah juga.

    Saya benar-benar merasa berada di persimpangan antara anak-anak saya dan orang tua saya. Secara teoritis itu mudah sekali diselesaikan, tapi yang saya hadapi tidak seperti itu kenyataannya.

    Kalau saya bisa berhenti bekerja, saya berniat mengadakan home schooling untuk anak2 kami. Hanya saja berkaitan dengan home schooling, yang masih saya pertanyakan adalah, bagaimana kurikulumnya, karena setahu saya secara formal undang-undangnya belum ada, kurikulum dari pemerintah belum ada. Bisa saja kita membuat kurikulum sendiri, tapi apakah nanti secara pendidikan formal mereka bisa diakui? Apakah menurut antuna sekalian hal seperti ini tidak penting? Misalnya menurut kita anak kita ini sudah setara dengan lulusan SD, tapi bagaimana mendapat pengakuan secara formal dari pemerintah? Kalau tidak perlu mendapat pengakuan, ya bukan home schooling, ya pendidikan di rumah saja namanya. Jadi menurut saya dalam hal ini harus ada intervensi kita ke pemerintah untuk bisa segera menindak lanjuti ide ini dengan undang-undang yang jelas dan tindakan nyata mengakui lulusan home schooling ini. Kalau tidak, secara formal saya rasa akan ada banyak masalah ke depannya nanti. Mohon maaf kalau kepanjangan, mohon maaf kalau menyimpang dari topik yang ada. Kalau ada yang mau kasih nasihat ke saya silahkan, saya sangat berterima kasih. Email saya eny_che@yahoo.com. Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

  21. Iya ide yg bagus tapi bagaimana dengan saya yg sebagian besar waktu di habiskan untuk bekerja di luar (PT) karena keadaan ekonomi yg tidak mencukupi sedangkan suami gajinya sangat kecil beginilah “sistem kapitalisme” sedangkan saya hanya punya hari sabtu (kadang masuk) dan minggu saja dan pengasuhan diberikan kepada mertua. Tolong kasih saya saran/cara untuk homeschooling ini biar saya bisa terapkan sendiri (dengan keterbatasan waktu di rumah) dan kebetulan ponakan saya juga diasuh sama mertua dan saya melihat perkembangan dari keduanya kurang memuaskan. Email saya : ani_pupie@yahoo.com

  22. sebuah Alternatif di tengah-tengah pendidikan sekuler pada saat ini. Bagi para hamlud da’wah yang memang “berdekatan” dan punya anak yang se usia. Why not? Ayo kita tumbuh kembangkan.

  23. Sepakat!
    Buat konsep yang lebih detail dan aplikatif pasti lebih seru…!
    Coz PADU sekarng juga dilirik Gender…Kita mesti bergegas nich!
    Selamatkan generasi kita dari makar musuh…
    Ayo para Ibu…Qta harus jadi lebih tangguh melindungi generasi kita…
    Wahai bapak2….Lindungi para Ibu dan anak2..
    bersatu kita teguh…bercerai…jangan sampai dech…!

  24. wah… justru konsep ini udah lama dipakai orang-2 yang notabene hidup di negara kapitalis… tahu pengarang ERAGON novel+film yang ngetop itu… sia PAulo (kalo nggak salah namanya) itu hasil homeschooling

  25. boleh minta e-mail adress and no HP bu yuliana?

  26. indah purnama sari-bekasi

    alhamdulillah, tidak sengaja bertemu dgn komunitas ini. menurut saya, tidak perlu tunggu semuanya sempurna dan kondusif, but, do it now!tdk mengapa mengadopsi metode pendidikan konvensional yg sering kita dapatkan di internet, tinggal kita modif sesuai aqidah islam. adapun kaifiyahnys sepanjang tidak bertentangan dengan syara’ yok kita pakai. saya sendiri saat ini mulai merajinkan diri down load metode pendidikan buat bayi (baru punya bayi usia 40 hari).yap, tulisan orang barat tentunya, karena sy belum dapatkan metode praktis karya cendekiawan muslim.mudah-mudahan bu yuliana diberi ilham oleh Alloh SWT untuk dapat menelurkan tulisan yang lebih aplikatif. amin.NB: oh ya, saya alumni IPB lho, angkatan 37, FEM. Buat temen-temen di bogor yang kenal saya, yok sambung silaturahmi, email sy : indah_zaeni@plasa.com. kini sy tinggal di bekasi, wirausaha buka warnet. Wassalamualaikum.

  27. Shaffiyah M. Zainal, dr

    Ass.Wr.Wb
    Alhamdlillah jalan yang saya pilih tidaklah salah. Walaupun selama ini begitu banyak hinaan dan cibiran yang diterima. Mereka banyak yang mengatakan untuk apa sekolah tinggi, apalagi dokter, sudah banyak uang habis tp hanya jd ibu rumah tangga, serta beranak pinak kaya kelinci. Alhamdulillah, semua itu dihadapi dengan senyum. Semua kembali kepada Allah SWT. Semoga Ia memberi kemudahan dan kekuatan bagi para wanita yang lebih memilih membangun surga di rumahnya daripada mencari kehormatan dunia. Amienn..
    Allaahu akbar..

  28. Rini Ramdhani S.si , M.T

    Alhamdulillah, senang ketemu dengan komunitas ini, saya memang sedang mencari informasi tentang PADU, karena saya berniat melakukan homeschooling untuk anak saya, disamping itu saya memang tidak bekerja dan ingin merintis membentuk komunitas homeschooling. Untuk masalah legalitas homeschooling bisa liat di http://www.asahpena.com

  29. Ass.Wr.Wb
    Alhamdulillah, ide Home Schooling Group ini sangat bagus jika dijalankan dengan baik dan penuh kesadaran akan kewajiban seorang ibu sebagai ummu warabah al bait. Saya sendiri pernah mengadakan penelitian dengan tema “Komunikasi Interpersonal Antara Ibu dan Anak dalam Menumbuhkan Sikap Religius Anak Usia Dini” hasilnya memang betul peran ibu sangat dominan dalam pembentukan sikap religius anak, komunikasi interpersonal antara ibu dan anak beserta pembiasaan-pembiasaan keagamaan yang dilakukan di rumah serta menjadikan alam sebagai labolaturium nya dapat menjadikan anak lebih mudah mengenal siapa yang menciptakannya, dan membuat hubungan ibu dan anak menjadi lebih dekat sehingga ketika bersosialisasi dengan teman sebaya nya ataupun dengan lingkungan sekitarnya akan membuat anak menjadi lebih percaya diri. Tentunya tidak semua ibu bisa melakukan ini dengan baik, oleh karena itu pembinaan terhadap para ibu ini sangat penting dilakukan agar sang pencetak generasi berkualitas ini tidak salah dalam melaksanakan peran dan kewajibannya. Dengan demikian saya sangat mendukung ide Home Schooling Group ini.

  30. jazakallah pencerahan syar’inya.

    Sekolah alternatif yang berbasis komunitas adalah pilihan wajib ummat Islam, mengingat system yang ada tidak kondusif untuk membuat sholeh dan mandiri.

    Saya ingin share sedikit, bahwa bagi kebanyakan “Homeschoolers” masalah yang paling besar setelah yakin akan sistem ini adalah tidak adanya infra maupun suprastruktur yang kokoh dan sustain yang menjamin ketersediaan dan kemudahan belajar dan mengajar secara instant. Too Much Information buat Starving in Knowledge.

    Terlalu banyak informasi/materi serta resources yang ditawarkan baik free maupun commercial, baik yang sekuler maupun yang kristen.

    Sebagai praktisi Knowledge Management, saya mengusulkan agar komunitas homeschoolers ini memiliki Community Knowledge Repository (CKR). Dimana semua bahan belajar dan bahan ajar disimpan dan diklasifikasi (subject,tema,usia,type dsbnya) sehingga mudah di searching, didownload untuk dipakai belajar dan mengajar.

    Jika sebaik2 kita adalah yang belajar dan mengajar, maka memudahkan orang utk belajar dan mengajar adalah juga sebaik2nya perbuatan.

    Community Knowledge Repository (CKR) ini akan selalu mutakhir (add value) karena setiap ikhwan dan akhwat yang mendownload bahan belajar dan mengajar wajib memberikan komentar, menambahkan resource, memberi masukan dsbnya.

    Memang nanti diperlukan “sukarelawan” Subject Matter Expert (SME) yang menguasai bidang study tertentu atau paedagoge atau psikolog untuk merangkum dan memilah2 ide2, komentar para Ortu tadi lalu melakukan pemutakhiran terhadap bahan ajar dan bahan belajar.

    Tentunya bahan ajar tadi selaras dengan tujuan pengajaran syariah. Dengan demikian komunitas Muslim dengan mudah dan murah mendapatkan “knowledge” ajar dan mengajar secara jangka panjang yang innovatif dan berkesinambungan.

    waswrwb,

    abu azzam

  31. Metode yang sangat bagus, hanya tinggal diistiqomahkan dan difahamkan saja si ibunya itu sendiri. Jangan hanya “obor baralak”, Semangat sesaat terus padam. Terus semangat mendidik Jundullah2 harapan umat.

  32. oyi aj we ibu-ibu.
    pokok’e UUD (Ujung-Ujungnya Daulah)

  33. Assalamu’alaikum Wr Wb

    Kami perlu sekali info-info tentang pendidikan anak (balita dan usia SD), termasuk kurikulum Home Scholing.
    Mohon kiranya, ikhwah yang punya dapat mengirimi kami di e-mail: fajarsmabat@yahoo.co.id

  34. Saya butuh informasi tentang home schooling dan komunitasnya untuk wilayah surabaya

  35. mudah-mudahan akan memberi warna baru dalam pendidikan anak usia dini di indonesia yang didominasi oleh TK-TK kurikulum IB atau montessori saatnya ada kurikulum pendidikan islami dalam PAUD.
    ana mahasswi paud unj,,,insya4wl pengen buat skripsi tentang home schooling group dengan kecerdasan sosial emosional anak,
    bagi syabab/syabah yang mempunyai info baru tentang hal tersebut,,,dimohon untuk send ke arrumaisha_paud@yahoo.co.id

  36. jessica/bunda Hamzah

    sebenarnya perkenalan saya dengan metode homeschooling melalui proses yang menyakitkan yaitu karena alsan ekonomi kami yang terpuruk Hamzah putra kami dikeluarkan dari SD bilingual,ya karena kami menunggak spp selama 3 bulan.Hamzah lah yang malah menghibur saya,dia bilang bahwa dia bisa belajar di samping saya bersama laptopnya.Ternyata awal menyakitkan itu sangat berbuah manis,Hamzah terbiasa dengan tekhnologi dan bisa mengerjakan sholat 5 waktu dengan tepat selebihnya dia bisa mengembangkan minatnya dengan maksimal.Metode homeschooling berbasis islami yang natural saya jalankan dengan meninggalkan watak otoriter.
    Yang utama adalah saya dan Hamzah sama2 belajar dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.

  37. tolong konfirmasinya tentang cara membuat homsechooling Paud di tempat tinggal kami.

  38. Assalamualaikum Wrk.

    Subhanallah, inilah hikmah silaturrahim dan betapa ilmu Allah itu sesungguhnya Maha luas, dan keluasnya ternyata harus dicari. Dari pencarian yang cukup melelahkan, Alhamdulillah saya memperoleh hasil di situs ini. Kami di Bali sedang membutuhkan informasi semacam ini untuk generasi penerus Islam. Mohon bantuan tekhnik pendirian sistem home schooling dan sejenisnya untuk anak-anak asuh kami.
    Jazakallah, Wassalamualaikum WW.

    Kami nantikan silaturrahim ikhwan $ Akhwat
    http://www.tunas-bangsa.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*