Sepak Terjang Musharraf Picu Protes di Pakistan

Ketika seorang penguasa (Musharraf) memutuskan hubungannya dengan Sang Pencipta (Allah SWT) dan ummat, dan mempertahankan hubungannya dengan para penjajah kafir pimpinan Amerika, maka dia tidak peduli dengan kemarahan rakyatnya. Ketakutan akan kemarahan mereka yang bisa memjatuhkannya dari kekuasaan itu diatasi dengan persahabatannya dengan negara-negara seperti Amerika yang kepentingannya dia layani.

Maka penguasa seperti dia akan berada dalam angan-angan bahwa negara-negara itu akan melindunginya dari kekuasaannya. Dia tidak menyadari bahwa itu hanyalah ilusi dan negara-negara itu akan mencampakkan dia segera setelah dia dianggap tidak berguna lagi, seperti yang telah mereka lakukan atas orang-orang sebelum dia. Dan dia akan menjadi seorang pecundang di dunia ini dan di akhirat kelak, dan itu adalah kerugian yang nyata.

Kesombongan seorang Musharraf dikarenakan dukungan Amerika yang membuat dia berkuasa dengan tingkah lakunya yang berbahaya; dia mengamandemen konstitusi, menunda pemilu, bermain-main dengan kejaksaan dll, dimana dia sejauh ini tampak aman.

Pada kudeta di bulan Oktober 1999, dia menjatuhkan PM Nawaz Sharif dan setelah itu menunda konstitusi dan menempatkannya sebagai presiden. Musharraf mengkonsolidasikan kekuasaanya setelah kudeta tahun 1999 itu dengan memfokuskan pada pada tiga hal utama:

Pertama, dia membina hubungan dengan Liga Muslim Pakistan (PML) pimpinan Nawaz Sharif dan Partai Rakyat Pakistan pimpinan Benazir Bhutto dan membentuk sebuah partai politik yang beraliansi dengannya agar dia bisa mengabdi pada kepentingan Amerika. Kedua, dia memperkuat kekuasaan presiden dan memperlemah otoritas perdana menteri. Dan ketiga, dia melembagakan peran militer pada percaturan politik Pakistan.

Dia membuat pihak oposisi, yang adalah agen-agen Inggris, merasa frustasi ketika mereka mengajukan petisi ke Mahkamah Agung yang mempermasalahkan legalitas kudeta militer. Tapi Mahkamah Agung, atas tekanan Musharraf dan Amerika, enggan untuk menindaklanjuti hal itu Dalam penilaiannya, Mahkamah Agung malah mengakui bahwa kudeta militer adalah perlu dan memang merupakan kepentingan nasional! Ini mengingatkan pada situasi pra-kudeta [yakni sebelum 1999] yang tidak bisa dipecahkan dengan cara-cara konstitusi. Mahkamah Agung juga mengatakan bahwa perlu dilakukan pemilu dalam 2 tahun, tapi membolehkan untuk menundanya hingga Oktober 2002.

Ketika Mahkamah Agung mensahkan kudeta itu, Musharraf mengambil langkah konkret untuk memperkuat kekuasaanya sebagai presiden dan panglima tertinggi angkatan bersenjata. Kekuasaan dia sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata berakhir tahun 2001, yang hanya bisa diperpanjang dengan perintah dari Presiden (Rafiq Tarar). Tapi karena dia khawatir presiden Rafiq Tarar tidak menyetujuinya, Musharraf lalu menggulingkan Rafiq Tarar sebagai presiden di bulan Juni 2001 lalu menempati dua posisi sekaligus yakni sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan sebagai presiden.

Dengan bantuan agen rahasia dan dengan cara mengancam pihak oposisi dia lalu membentuk sebuah partai politik, Liga Muslim Pakistan (PML), dengan para pimpinan PML dan melakukan proses yang sama untuk memberhentikan para pimpinan PPP yakni Benazir Bhutto dan beberapa politisi independen. Selama periode ini, Musharraf mencegah baik Nawaz Sharif maupun Benazir Bhutto untuk untuk kembali ke Pakistan dan berkiprah di politik.

Pada pemilu di bulan Oktober 2002, partainya memenangkan suara mayoritas dan mendapatkan dukungan di provinsi Sind, Punjab dan Balukhistan baik dikarenakan suaranya sendiri maupun dengan cara koalisi dengan partai-partai lain. Tapi di provinsi sebelah Barat (yakni Provinsi Sarhad), yang menang adalah Muttahida Majlis. Maka untuk mengimbangi pengaruhnya, Musharraf menggunakan posisinya sebagai seorang kepala negara dengan menunjuk jendral-jendral sebagai gubernur di propinsi wilayah itu. Ini dikarenakan Amerika melihat Muttahida Majlis terlalu dekat dengan gerakan Pashtun yang menentang kebijakan-kebijakan Musharraf yang secular yang dia terapkan dengan mengatas namakan modernitas dan pembangunan.

Karena Musharraf tidak memiliki dua pertiga suara mayoritas yang dibutuhkan untuk mengamandemen konstitusi untuk memperkuat kekuasaanya, maka dia membuat kesepakatan dengan Muttahida Majlis di bulan Desember 2003 . Musharraf meninggalkan posisinya sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata untuk mendapatkan suara Majlis hingga memperkuat posisinya sebagai presiden. Musharraf mengatasi masalah itu untuk mengumpulkan dua pertiga suara mayoritas untuk membuat amandemen konstitusi; dengan mengkonsentrasikan pada kekuasaanya sebagai presiden dan menghapus otoritas perdana menteri.

Musharraf mampu melakukan itu tanpa melakukan konsultasi dengan rakyat maupun konstitusi, dan tanpa mempedulikan ketentuan yang berlaku, karena dia adalah orang yang tidak takut pada Allah dan Rasul-Nya. Terlebih lagi dia mendukung serangan Amerika di Afghanistan dan ikut memerangi Mujahidin Kashmir. Dan karena dia tidak merasa terancam dan didukung Amerika maka dia menjadi sombong.

Karena itu, dia berani memecat Ketua Mahkamah Agung di bulan Maret tahun ini dan melaporkan kasusnya pada Dewan Pengadilan Agung (SJC) sambil menuduh ketua Mahkamah Agung itu dengan tuduhan eksploitasi kekuasaan, dengan melampaui wewenangnya dan bertindak dengan tidak konsisten. Dalam melakukan hal itu, Musharraf sama sekali tidak peduli dengan akibat yang ditimbulkan atas tindakannya itu karena arogansinya itu.

Kenapa Musharraf berani mengambil langkah-langka itu, perhatikanlah hal-hal berikut:

Menurut konstitusi Pakistan, pemilu presiden diikuti oleh pemilihan umum, dan anggota-anggota DPR bersama dengan anggota DPRD membentuk Lembaga Pemilihan yang memilih presiden Pakistan. Saat ini, karena dijadwalkan akan ada pemilihan anggota-anggota DPR sebelum pemilu presiden, dimana anggota-anggota Lembaga Pemilihan terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dalam pemilihan pendahuluan dan Musharraf menikmati dua pertiga suara mayoritas, maka ini berarti jika pemilihan presiden dilakukan saat ini maka dia akan menikmati masa jabatan kepresidenan selanjutnya.

Namun, karena rakyat membenci kebijakannya yang jahat, tidak jaminan bagi Musharraf untuk mendapat dua pertiga dari Lembaga Pemilihan presiden untuk pemilu nanti, khususnya karena dia melancarkan serangan di perbatasan provinsi Muttahida Majlis. Ini berarti bahwa dalam pemilu nanti, Musharraf tidak dapat dipastikan berkuasa kembali. Karena itu dia merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk melaksanakan pemilu presiden sebelum pemilihan umum yang dilaksanankan dibawah undang-undang darurat dimana dia menganggap dirinya sebagai kepala Negara.

Bagi Musharraf untuk melakukan hal ini, dia memerlukan seorang kepala Mahkamah Agung yang akan menyetujui dan melegitimasi perubahan semacam itu dan mendukungnya dalam menghadapi tantangan dari pihak oposisi. Karena ketua Mahkamah Agung yang dipecat, Iftikhar Mohammad Chaudhry tampaknya tidak mengizinkan Musharraf bergerak bebas dan terlihat dekat dengan oposisi. Musharraf menganggap sudah tepat untuk memecat dan menuduhnya dan lalu menunjuk seorang loyalis sebagai penggantinya di posisi Kepala Mahkamah Agung. Dengan melakukan hal ini, Musharraf akan mengeluarkan keputusan presiden untuk mengadakan pemilihan presiden terutama untuk terlaksananya pemilihan umum agar dia dapat terpilih oleh Lembaga Pemilihan. Anggota-anggota Lembaga ini telah dipilih dalam pemilu sebelumnya dan dia menikmati suara mayoritas karena kesepakatannya dengan Muttahida Majlis.

Tapi tampaknya Amerika dan Musharraf telah salah menilai reaksi oposisi atas pemecatan Ketua Mahkamah Agung dan tidak mengantisipasi protes masa setelahnya. Jika SJC gagal membenarkan tuduhan atas Iftikhar Chaudhry dan protes terus berlanjut dalam skala besar dan Musharraf gagal menenangkan protes itu, mungkin dapat terjadi Musharraf terpaksa mengangkat kembali Ketua Mahkamah Agung yang sudah dipecat itu.

Dalam hal seperti ini maka pemilihan umum harus dilakukan sebagaimana dijadwalkan. Lalu, sebagaimana diramalkan media, Musharraf bisa mengadakan kesepakatan dengan PPP pimpinan Benazir Bhutto, bukannya Muttahida Majlis untuk kembali ke Pakistan untuk mengkonsolidasikan situasi dan mengembalikan kekuasaan sipil. Kartu itulah yang dipegang oleh Musharraf sebagai presiden dan menunjuk pendukungnya sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan Benazir Bhutto sebagai perdana menteri.

(Riza Aulia ; Sumber www.Khilafah.com)

3 comments

  1. DASAR PARA PENGUASA AGEN KAPITALIS!!!
    Wait a moment Please……………………………

    KHALIFAH umat Islam segera menggeser engkau!!! :)

    Wassalamu’alaykum Wr. Wb.

    AndiyQubahCollection
    http://www.pinideologis.blogspot.com

  2. Moga 4wI SWT mengadzabnya atau berikan hidayah….amin.

  3. SYARIF IMRAN

    TETAPI INSYA-ALLAH KEBATILAN PASTI AKAN KALAH, TELAH NYATA KETAKUTAN KAUM KAFIR TERHADAP ISLAM, KITA HARUS MELAKSANAKAN PERANG YANG NYATA, KARENA BISA JADI SESUATU YANG TIDAK KITA SENANGI MERUPAKAN KEBAIKAN, ALLAHU AKBAR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*