Undang-Undang Penanaman Modal = Penjajahan Ekonomi Neoliberal

(Telaah Empirik dan Normatif Perekonomian Indonesia)
Oleh : Ir. Alimuddin A.Lajju, MM, MT
Lajnah Maslahiyah DPP HTI
Ketua Departemen Kajian Ekonomi MPP ICMI MUDA Pusat

Tepat pada hari kamis (29/3/2007) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU Penanaman Modal menjadi Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM). Delapan dari sepuluh fraksi aklamasi menyetujuinya. UU ini dibuat untuk menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970). Dalam UU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata. Sebagaimana undang-undang (UU) yang sarat kepentingan asing, seperti UU Sumberdaya Air (SDA).

Secara empirik semua hal di atas menggambarkan penjajahan asing dengan mengatasnamakan investasi. Bila kondisi demikian dibiarkan, Indonesia akan semakin berada dalam cengkeraman penjajahan ekonomi neoliberal. Menurut Revrisond Baswir, Ekonom Universitas Gajah Mada Yogyakarta (di Harian Republika senin.9 april 2007), bahwa UU Penanaman modal terdapat sesat pikir diantaranya dengan beberapa aspek;

Pertama, UU Penanaman modal yang akan menggantikan UU No.1/1967 tentang Penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6/1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN) tersebut, sangat jelas bersifat ahistoris. Artinya, UU itu cenderung mengabaikan latar belakang Indonesia sebagai sebuah negara yang pernah dijajah. Padahal, sebagai akibat dari penjajahan selama 3,5 abad yang pernah dialami Indonesia,perekonomian Indonesia telanjur terjebak dalam sebuah struktur perekonomian yang berwatak kolonial. Hal itu dapat ditelusuri baik dengan menyimak kedudukan perekonomian Indonesia terhadap pusat-pusat kapitalisme internasional, sturktur sosial ekonomi mayoritas warga negara indonesia, maupun dengan menyimak kedudukan Jakarta (Batavia) terhadap berbagai wilayah lainnya Indonesia.

Kedua, karena bersifat ahistoris mengabaikan adanya kebutuhan untuk mengoreksi watak kolonial perekonomian Indonesia, maka mudah dimengerti bila para pendukung Undang-undang tersebut cenderung tidak menyadari keberpihakan mereka yang sangat berlebihan terhadap penanamanmodal asing.Sebagaimana sering mereka kemukakan,terutama ketika membela diri terhadap para penanaman modal asing. Sebagaimana sering mereka kemukakan,terutama ketika membela diri terhadap tuduhan-tuduhan seperti itu,salah satu asas yang dipakai dalam menyusun undang-undang Penanaman modal adlah asas “perlakuan yang sama”.

Sepintas lalu memang tampak seolah-olah tidak ada masalah dengan asas tersebut.Tetapi , bila disimak berdasarkan sifat ahistoris UU itu, justru penggunaan asas yang mengabaikan adanya kebutuhan untuk mengoreksi watak kolonial perekonomian Indonesia itulah menjadi pangkal semua masalah.Artinya dengan dipangkainya asas”perlakuan yang sama” sebagai asas penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia, ditengah-tengah syruktur perekonomian Indonesia yang berwatak kolonial, maka sekurang-kurangnya para pendudkung UU itu telah secara terbuka menyatakan dukungan mereka terhadap status quo. Padahal jika dikaitkan dengan berbagai produk perundang-undang yang lain,seperti UU keuangan Negara, UU BUMN, UU Minyak dan Gas, UU kelistrikan (yang telah dibatalkan karena melanggar konstitusi), berlansungnya proses pelembangaan neokolonialisme di Indonesia tidak terlalu sulit untuk dipahami.

UU Penanaman Modal Asing, karena bermaksud menggelar karpet merah bagi pelembagaan neokolonialisme di Indonesia, justru dengan sengaja menghilangkan rangkaian kalimat yang tercantum dalam pasal 6 UU No 1/1967 tersebut. Artinya, jika dibandingkan dengan UU No.1/1967 yang merupakan pembuka jalan bagi berlansungnya proses neokolonilisme di negari ini, UU penanaman modal justru secara terbuka ditujukan untuk menyempurnakan kesalahan sejarah tersebut.

Dampak pengesahan UU Penanaman Modal realisasi Investasi naik. Untuk PMA, sektor industri kimia dan farmasi berada diurutan pertama dengan jumlah investasi 1,495 miliar dolar AS. Inggris menempati urutan pertama realisasi investasi menurut negara asal sebesar 1,412 miliar dolar AS. Taiwan diurutan kedua dengan nilai investasi 396,4 juta dolar AS. Republika (rabu/11/04/2007). Ada indikasi yang kuat dengan naiknya realisasi investasi bahwa dari bulan-kebulan, dari tahun ke tahun akan banyak pihak asing menanamkan modal ke Indonesia kaya dengan sumber bisnis baik investasi bisnis maupu investasi bangunan.

UU ini dibuat untuk menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970). Dalam UU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata.

Pandangan ini secara mendasar telah mengabaikan hal terpenting dalam ekonomi yakni aspek keadilan distribusi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang makin melebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan, serta layanan publik lainnya.

Dalam telaah normatif perspektif syariah, UU PM juga mengandung sejumlah persoalan mendasar yakni:

1. Penyamaan investor dalam dan luar negeri di semua bidang usaha.

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 disebutkan: Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia. Pasal ini menunjukkan tidak adanya pembedaan antara PMDN dan PMA. Dalam pasal 1 disebutkan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pengertian ini kembali dikukuhkan dalam Bab II Asas dan Tujuan pasal 3 butir d): Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara. Penegasan serupa dinyatakan dalam Bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 6 ayat 1: Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan ketentuan ini, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah RI. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan syariat Islam, tugas utama negara adalah memberikan ri’ayah (pengaturan dan pelayanan) terhadap rakyatnya. Rasulullah saw menyatakan:

Maka al-imam al-adzam yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (HR Muslim).

Tugas penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan warganya jelas sekali tidak akan bisa diujudkan bila UU PM ini diterapkan. Dalam UU PM ini pemerintah harus memperlakukan secara sama rakyatnya sendiri dan investor asing. Tidak boleh ada yang diistimewakan.

Menurut syariat Islam, perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat) memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Dalam usyur misalnya, negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (kafir harbi). Abdullah bin Umar pernah berkata, “Umar memungut ½ usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan gandum ke madinah. Ia juga memungut usyur dari pedagangan kapas (HR Abu Ubaid).

Atsar ini menunjukkan bahwa Umar bin al-Khaththab memungut usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni ¼ usyur dari perdagangan umat Islam dan ½ usyur dari pedagangan kafir dzimmi serta usyur dari penduduk kafir harbi. Jika dalam perdagangan yang melewati batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya berjalan di wilayah negeri muslim. Tentu lebih tidak boleh disamakan.

2. Tidak adanya pembedaan bidang usaha

UU PM memberikan ruang amat lebar bagi penanaman modal baik dalam negeri maupun asing di semua bidang. Sekalipun dinyatakan ada bidang yang tertutup, namun jumlahnya amat sedikit. Dalam Bab VII Bidang Usaha Pasal 12 ayat 1 ditegaskan: Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: (a) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan (b) bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Penetapan sebuah bidang usaha dikelompokkan tertutup didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya (pasal 12 ayat 2). Sementara penetapan bidang usaha dikatagorikan terbuka didasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah (pasal 12 ayat 3).

Semua kriteria yang dijadikan sebagai dasar penetapan bidang usaha dinyatakan terbuka atau tertutup itu tidaklah berdasarkan ketentuan syariat. Akibatnya klasifikasi usaha terbuka dan tertutup itupun menjadi tidak jelas, dan berpotensi bertentangan dengan syariat. Seharusnya, kriteria penetapannya didasarkan kepada ketentuan syariat. Syariat Islam menetapkan, bahwa bidang usaha yang boleh diselenggarakan adalah terhadap barang dan jasa yang halal saja. Adapun investasi usaha di bidang barang dan jasa yang haram harus dinyatakan tertutup sama sekali dan masuk dalam kelompok negatif investasi.

Selain itu, juga harus memperhatikan aspek kepemilikan, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimasuki penanaman modal swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah: 1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll. 2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll. 3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri.

Klasifikasi semua bidang usaha dalam UU PM ini sebagai bidang usaha terbuka jelas bertentangan dengan syariat Islam. Sementara dalam kepemilikan negara, pemerintah diperbolehkan memberikan sebagian kepemilikan negara kepada individu, seperti tanah, bangunan, dan sebagainya. Oleh karena itu, berkenaan dengan keberadaan UU Penanaman Modal Asing tersebut, pada perspektif kajian ekonomi sangat merugikan pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi Indonesia yang semakin memperparah, memperburuk menyensarakan masysrakat Indonesia maka minimal ada 3 aspek yang saya paparkan sebagai seorang ekonom sekaligus sebagai cendikiawan agar mengetahui ancaman kerusakan bahaya yang terjadi perekonomian di Indonesia.

Pertama. UU Penanaman Modal karena secara mendasar dalam kajian normatif bertentangan dengan syariat Islam dan secara empirik akan makin menjerumuskan Indonesia kepada penjajahan ekonomi oleh kapitalisme global. Sepanjang 2000 – 2005, stok modal asing meningkat hingga 3,5 kali lipat. Pemilik PMA tersebut sebagian besar adalah Singapura, Inggris, Jepang, Australia, Belanda, Korea selatan, Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, yang tersebar dalam 975 proyek. Tidak heran jika negara-negara tersebut banyak terkait dengan campur tangan seluruh kebijakan ekonomi, sosial , budaya dan hankam di negeri ini. Campur tangan mereka tentu tak lepas dari upaya mengamankan kepentingannya di Indonesia.Menurut BKPM modal asing semakin dominan dibanding seluruh investasi dalam negeri. Investasi sektor minyak dan gas bumi misalnya, sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing).

Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang mengelola lapangan migas di Indonesia. Dominannya modal asing berpengaruh terhadap arah privatisasi sektor publik, penguasaan perekonomian domestik dan pemasaran produk barang dan jasa yang dihasilkan negara maju. Peran lembaga-lembaga kreditor internasional lewat berbagai skema pinjaman luar negeri memainkan peran penting mendorong agenda tersebut, melalui keluarnya berbagai produk regulasi seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Ketenagalistrikan hingga privatisasi BUMN. Kondisi ini menyuratkan terjadinya pergeseran tanggung jawab negara digantikan perannya oleh korporasi.

Kedua. Pendapat yang menyatakan bahwa UU PM ini diperlukan untuk memacu investasi asing karena Indonesia selama ini tidak diminati investasi adalah kabar menyesatkan. Sebenarnya di dalam negeri pun sangat banyak tersedia dana (menurut gubernur BI ada sekitar Rp 210 triliun dana masyarakat yang idle di BI) yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk investasi. Tapi faktanya dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berarti bukan tidak ada investasi, tapi sistem lah yang tidak memberikan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi.

Pembuatan UU PM yang dianggap pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan kemandirian ekonomi adalah tidak benar karena pemerintah tidak mencoba sungguh-sungguh menjawab permasalahan bertambahnya pengangguran. Pemerintah lebih berorientasi pada pertumbuhan dengan “asumsi” setiap satu persen pertumbuhan akan menyerap 300.000 tenaga kerja, namun “asumsi” pemerintah tersebut tidak mampu menyelesaikan bertambahnya pengangguran.

Pada faktanya FDI hanya memanfaatkan rendahnya upah buruh dan banyaknya insentif yang diberikan pemerintah antara lain pembebasan pajak dan kemudahan dalam investasi dalam pengelolaan sumber daya alam. UU PM malah mengalami Kegagalan berbagai instrumen perundangan, termasuk yang mengatur tentang permodalan asing dan undang-undang sektoral, khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam (UU Migas, UU Kelistrikan dan sebagainya) dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti keberadaan jutaan rakyat yang berada di garis kemiskinan akibat ketidakadilan distribusi, jumlah konflik sumberdaya, dan/atau belum menikmati jasa pelayanan umum. Di Indonesia, setidaknya ada 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18.000,00 per hari. Dengan demikian berdasarkan pengakajian diatas tidak ada salahnya bila penulis mengatakan UU PM merupakan penjajahan ekonomi neoliberal.

(Dimuat di Majalah ICMI Muda edisi Perdana April 2007 pada Telaah Ekonomi )

11 comments

  1. Terang aja pemerintah kan hanya mihak kepentingan asing yang akan ngisi “kantong pribadinya” tapi gak pernah mikir kalo rakyat yang sengsara karena kesempatan untuk memanfaatkan potensi SDA akan terpangkas dengan adanya asing yang “diundang” untuk “menggunduli dan merampok” kekayaan alam kita. sangat terang seterang lampu Philips kalo pemerintah hanya menyukai yang gemerlap seperti yang dijanjikan barat, sampai rela menjual&menggadaikan tambang emas,rela WN diperbudak dan didikte asing, rela menjilat ludah demi asing, bahkan semua kerelaan akan diberikan demi semua kepentingan.Apa lagi yang tersisa untuk umat jika semua dijual dan digadaikan.Harga diripun akan menduduki peringkat pertama penggadaian itu.Di mana orang-orang “intelek” negeri ini? Dimana dikau pemerintah pembela rakyat? apakah hanya ada dalam dongeng? Sepertinya hanya negara Islam yang akan menuntaskan masalah ini. Allahu ….Akbar

  2. Indonesia secara perlahan dan pasti menjadi target dari CHEAP LABOUR FORCE artinya UU ketenagakerjaan dan UU penanaman Modal hanya beberapa kecil dari cara untuk menuju KEKUATAN BURUH MURAH, yang ujung ujungnya memperpanjang usia ketamakan AMERIKA KAPITALIS IBLIS!!! karena profit yg didapatkan dari BURUH MURAH sangat dahsyat bagi KAPITALIS!
    Bodohnya adalah pera penguasa negeri muslim terbesar ini kayak kambing dicocok hidungnya……Amerika tuh paranoid banget skrg karena neraca ekonomi China semakin meningkat dan segera membabat habis amerika…china jadi raja ekonomi dunia….dan biara amerika tidak kalah2 banget…dia bersandar dan memanfaatkan kebodohan indonesia dalam program janka panjang CHEAP LABOUR FORCE gitu…

  3. Mental Inlander masih lengket!

  4. Salamu’alaikum,

    inilah kejahatan yg lebih tinggi dari high level corruption, yaitu kejahatan dimana korporasi kapitalis mencengkeram leher dari pemerintah, legislatif, yudikatif, militer, dan perlemen untuk mengikuti kemauan rakus mereka. Sadarilah bahwa kita belum merdeka dari penjajahan fisik dan ideologi kaum yang menentang Allah dan RasulNya. Hanya dengan tunduk kepada Aturan Allah SWT sajalah kita bisa memerdekakan diri kita, sumber daya alam kita, dan sistem hidup kita dengan sebenar-benarnya, dan menegakkan kembali keadilan yang sudah lama hilang dari negeri ini.

    Allaahummanshur Islaama wal muslimiin
    Wa nasaluka al-khalifah ‘ala minhajjin nubuwwah.

    Wassalam.

  5. Satu lagi bentuk lakon kezaliman yang dipentaskan oleh aktor-aktor corporate state dalam drama kapitalisme dengan episode Neo-Imprealisme demi sebuah eksploitasi menuju kesengsaraan negara-negara berkembang.)*
    Tidak ada jalan lain kita harus melawan (revolusi islam) demi menghentikan pementasan itu dan menggantinya dengan drama syariah islam yang akan dilakonkan oleh aktor-aktor Khilafah Islamiyah State yang amanah dalam episode Syariah Islam Rahmat untuk semua.
    Berjuang untuk Revolusi Islam, Wajib dan Sekarang Juga…..

    Nb: )* Sebagian besarnya adalah negeri-negeri muslim

  6. Aa Ikin ti Lembur

    Kuduna mah pamarentah teh ngarti atuh, yen maranehna pasti bakal dirugikeun ku bangsa batur. Naha teu ngarti-ngarti wae, yen urang teh ayeuna keur dijajah ku bangsa kapir.
    KAWALAT, lamun teu ngarti-ngarti wae mah.
    Hey pamarentah….
    geura tararobat mararaneh atuh! Geus puguh manusa mah loba kalemahan. Pake geura sagala rupa nu diturunkeun Alloh ka urang, yaeta Al Qur’an jeung As Sunnah, wujudkeun daulah Khilafah, da geus jadi sarat, yen ayana daulah Khilafah teh jang nerapkeun Al Qur’an jeung As Sunnah.

    Hayu, urang balik deui ka kahirupan Islam!

  7. modal asing???? siap-siap ja negara ini bangkrut krut krut

  8. ini smua bukti kebodohan pemerintah indonesia. masyrkat kecil ja udah tau n nyadar qt lg di ja2h…tp anehnya mreka malah keenakan.CWAPE DEH!!!!!!!!!!!!!!!!!untuk itu, mulai skrg qt ga bs ngandelin pemerintah bwt mmprbaiki ummat krn mreka trbukti ga “BECUS” .n qt hars yakin, cm ada satu solusi yaitu ISLAM yg mampu mngmblikn ummat manusia kdlm khidupn yang aman,damai dan tentram. hidup Islam!!!ALLAHUAKBAR

  9. modal asing…? jangan mako deh, mikasi bangkrutjaki…
    kubombeko kapitalisme!

  10. penanaman modal asing di Indonesia adalah merupakan suatu upaya dari negara untuk mengamini sistim kapitalisme di negeri ini. seharusnya pemerintah melakukan investigasi terhadap pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia; apa dampaknya terhadap kehidupan perekonomian rakyat dan seberapa besar alokasi dana untuk rakyat melalui APBN atas penanaman modal tersebut. negara ini sepertinya bangga atas adanya proyek-proyek pertambangan oleh pihak asing di Indonesia yang katanya rakyat di berdayakan dengan mempekerjakan mereka dalam proyek tersebut. sesungguhnya hal ini adalah bencana sebab rakyat harus menjadi buruh bagi pihak asing di negeri sendiri. negara kita ini sudah menjalani proses eksploitasi alam atas proyek PMA dan ini harus di hentikan dan akan dampak terhadap perekonomian rakyat, negara harus segera menasionalisasikan aset-aset negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak. tuntutannya adalah stop penanaman modal asing di Indonesia dan segera nasionalisasikan aset-aset negara.

  11. Penanaman modal asing atau apa namanya = sistim yang di pakai oleh mafia Berkelley (orba) dan di pelihara dengan subur oleh pemerintah saat ini ,di mana produk turunannya yang berkaitan dengan penguasaan Tanah oleh negara UU kehutanan no 41 tahun 1999 di mana hajat hidup rakyat yang seperti UUD 45 pasal 33 itu hanya jargon belaka “tanah dan hutan negara = pemerintah = penguasa =pengusaha (sistem tata pemerintahan /birokrasi Indonesia saat ini adalah sistem managemen perusahan /Indonesia = Perusahan Asing)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*