BULETIN AL-ISLAM EDISI 356
Kucuran dana non-bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mulai terkuak dalam persidangan kasus dana non-bujeter DKP. Saksi Didik Sadeli, Sekretaris Umum Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Terpencil DKP, mengungkap adanya aliran dana kepada sejumlah partai politik saat berlangsungnya Pemilihan Presiden 2004. Sadeli menyatakan, pasangan Capres-Cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menerima lebih dari Rp 400 juta. Dana tersebut disalurkan kepada Tim Sukses SBY-JK dan Blora Center. Capres Megawati Sukarnoputri juga tidak luput dari aliran dana DKP. Menurut Sadeli, Mega Center telah menerima sekitar Rp 280 juta. Capres Wiranto yang diusung Golongan Karya dan Partai Kebangkitan Bangsa juga disebut Sadeli menerima bantuan dari dana non-bujeter DKP. Tim Sukses Wiranto disebut-sebut menerima Rp 20 juta. Dalam persidangan sebelumnya terungkap, bahwa dana tersebut banyak mengalir ke nelayan, pemberdayaan masyarakat pesisir, pembangunan rumah ibadah (masjid, gereja, pura), dll. Menurut Mantan Menteri DKP, Rokhmin Dahuri, kira-kira sepuluh persen dari dana itu mengalir ke tokoh, tim sukses dan partai politik pada saat kampanye Pemilu 2004 sesuai proposal.
Hal ini senada dengan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut informasi dari ICW, dana non-bujeter DKP mengalir ke Amien Rais untuk biaya politik dalam Pemilu Presiden 2004 sebesar Rp 225 juta. Mega Centre selaku bagian tim sukses Megawati memperoleh aliran dana sebesar Rp 300 juta. Bahkan tim sukses pasangan calon terpilih SBY-JK juga mendapatkan aliran dana sebesar Rp225 juta. ICW juga mencatat bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun mendapatkan dana sejumlah Rp 300 juta. Aliran itu dinilai oleh Koordinator ICW Ibrahim Fahmi Badoh sebagai pelanggaran aturan yang serius. Sebab, menurut pasal 28 UU 31 Tahun 2002, bantuan Rp 300 juta untuk parpol itu sudah melampaui batas aturan yang ditentukan dalam ketentuan pendanaan partai politik.
Sayang, para pihak bersikap defensif (membela diri), berkelit atau menyangkal. Berbeda dengan yang lain, Amien Rais mengakui secara jujur bahwa dirinya dan PAN menerima dana non-bujeter DKP sebesar Rp 200 juta. Amien mengatakan, PAN menerima cek sebanyak delapan lembar dengan total dana sebesar Rp 200 juta. Cek itu diterima dari mantan Menteri DKP Rokhmin Dahuri menjelang masa kampanye Pemilu 2004.
Amien berharap, pengakuannya ini bisa membuka jalan bagi para penegak hukum yang sedang mengusut kucuran dana non-bujeter DKP. Amien pun meminta agar kasus ini diusut tuntas. Selain itu, Amien mengungkap bahwa ada pasangan capres-wapres yang langsung mendapatkan dana dari Washington. Sejatinya hal ini pun diungkap karena sudah menjurus pada skandal dengan asing. Sayang, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru menutup penyelidikan kasus tersebut.
Kasus penerimaan dana non-bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk dana kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 lalu, menurut pakar hukum pidana Universitas Indonesia Rudy Satrio, SH (19/5/07), merupakan bentuk gratifikasi dan tindak pidana korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) harus berani memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk dimintai keterangan di muka persidangan. Karena itu, kasus ini demikian dahsyat, karena melibatkan/menyeret parpol besar dan calon-calon presiden kala itu.
Beberapa Pelajaran
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil. Pertama: mahalnya kejujuran. Berbagai pihak yang disebut-sebut menerima dana dari DKP banyak yang mengelak. Namun, suara lantang Amien Rais yang mengaku secara terbuka melahirkan sebuah pertanyaan, tidak mungkinkah capres dan tim sukses lain pun menerimanya? Benarkah bantahan tersebut? Hal ini perlu dibuktikan.
Terlepas dari itu, semua ini semakin menunjukkan bahwa perilaku para elit politik menunjukkan sikap mendua. Hal ini tidak aneh dalam dunia politik kapitalis sekular. Sebab, sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, kebohongan dalam politik sekular merupakan suatu hal yang biasa.
Perpolitikan seperti ini berbeda dengan politik islami. Dalam Islam, kedustaan dan ketidakjujuran amat dibenci Allah SWT. Bahkan kedustaan dan ketidakjujuran akan menghantarkan pada kejahatan. Nabi saw. menyatakan:
وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan ke neraka. Jika seseorang membiasakan diri dalam kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ’alaih).
Jelas, kedustaan dan ketidakjujuran hanya akan membawa kejahatan. Berbagai kezaliman, ketidakadilan, tebang pilih, dan pengabaian hak-hak rakyat yang kini dirasakan rakyat tidak dapat dilepaskan dari budaya politik tidak jujur.
Kedua: kecurangan yang dibiarkan. Penggunaan uang rakyat untuk kepentingan partai politik tertentu dan kampanye capres-wapres merupakan kecurangan. Dalam Islam, menggunakan harta negara atau harta rakyat merupakan suatu tindak kecurangan. Di akhirat, kecurangan ini akan berbalik kepada dirinya. Para pejabat semestinya khawatir akan hisab dari Allah SWT tersebut. Di dunia boleh saja mereka lolos. Namun, di akhirat pasti terjerat.
Muadz bin Jabal menceritakan saat beliau diangkat sebagai penguasa daerah sekaligus qâdhî (hakim):
Rasulullah saw. mengutusku ke Yaman sebagai penguasa daerah. Setelah aku berangkat, Beliau mengutus orang lain menyusulku. Aku pun pulang kembali. Sesampainya kepada Nabi saw., Beliau bertanya kepadaku, ”Tahukah engkau, mengapa aku mengutus orang menyusulmu? Janganlah engkau mengambil sesuatu untuk kepentingan sendiri tanpa seizinku. Itu merupakan kecurangan. Siapa saja yang berbuat curang, kelak pada Hari Kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah engkau kupanggil. Sekarang, berangkatlah untuk melaksanakan tugas pekerjaanmu.” (HR at-Tirmidzi).
Hadis ini menegaskan keharaman mengambil harta rakyat untuk kepentingan sendiri, yakni bukan kepentingan rakyat. Harta untuk memperkaya diri, partai politik tertentu, atau kampanye agar terpilih menjadi kepala negara merupakan pengambilan harta untuk kepentingan sendiri. Karenanya, itu merupakan kecurangan.
Ketiga: sulitnya pemberantasan korupsi. Sikap defensif (membela diri) dengan melakukan berbagai bantahan tidak menerima dana DKP hanya menunjukan, betapa pemberantasan di era pemerintahan sekarang sangat sulit. Tebang pilih pemberantasan korupsi pun tak lagi hanya dugaan, tetapi semakin nyata. Intelektual yang tidak ditopang langsung oleh kekuatan politik seperti Nazaruddin Syamsuddin dijebloskan ke penjara. Rokhmin Dahuri yang dikenal jujur, bersih dan sangat perhatian pada pengembangan nelayan kecil dengan gampang dijebloskan ke tahanan. Namun, mereka yang dekat dengan kekuasaan tetap tidak diusik. Sikap ini akan dimanfaatkan banyak pihak yang terlibat korupsi untuk lebih dekat dengan kekuasaan supaya luput dari jeratan hukum. Para pejabat yang sedang berkuasa seakan kebal hukum. Apalagi DPR menghentikan proses penyelidikan dana DKP yang mengalir ke sebagian anggotanya. Semuanya ini telah membentuk sistem yang melanggengkan korupsi.
Kalau negara ingin bebas korupsi, tegakkanlah segera syariah Islam. Tengoklah betapa Islam memberikan solusi. Sebagai teladan, Khalifah Umar bin al-Khaththab telah menyita kekayaan beberapa orang kepala daerah dan pejabat. Pasalnya, ada indikasi kuat bahwa mereka memperoleh kekayaan tersebut secara tidak sah dan melawan hak. Bahkan beliau menyita seekor unta milik anak lelakinya sendiri ketika dilihat unta itu menjadi gemuk karena digembalakan bersama-sama dengan unta kaum Muslim yang diurus Baitul Mal (Perbendaharaan Negara). Hal ini beliau pandang sebagai perbuatan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan negara. Beliau pun memerintahkan anaknya menjual unta itu dan keuntungannya diberikan kepada Baitul Mal.
Keempat: pembuatan undang-undang harus dengan uang. Dalam kasus DKP terungkap ada dana miliaran masuk ke DPR untuk mengegolkan undang-undang terkait kelautan, perikanan dan pesisir. Ini adalah fenomena gunung es yang menggambarkan bahwa jika UU ingin disahkan harus ada uang suap. Dari sini dapat dipahami, mengapa UU tidak berpihak kepada rakyat melainkan kepada para pemilik modal. Sebut saja, UU Migas, Sumberdaya Air, Penanaman Modal, dll. Sebaliknya, RUU Anti Pornografi-Pornoaksi tidak jelas rimbanya. Berbeda dengan Islam. UU tinggal digali dari al-Quran dan as-Sunnah yang berasal dari Allah SWT, Zat Yang berpihak baik pada orang miskin maupun kaya.
Kelima: kini kedudukan menteri merupakan sumber ’setoran’ bagi pejabat/partai. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua departemen memberikan ’setoran’, terutama menjelang Pemilu atau Pemilihan Presiden.
Dalam sistem demokrasi jabatan kepala departemen atau menteri lebih merupakan hasil politik dagang sapi. Muaranya, kedudukan tersebut dijadikan sebagai alat untuk memperkokoh partai masing-masing. Berbeda dengan itu, kepala departemen dalam Khilafah didedikasikan bagi kepentingan rakyat. Mereka akan bekerja demi rakyat dengan keahliannya.
Wahai kaum Muslim:
Kasus dana nonbujeter DKP telah membuka mata kita, bahwa sistem yang sedang berlangsung saat ini jelas-jelas rusak, dan diakui atau tidak telah menjerumuskan pada kehancuran Indonesia. Maka, hanya ada satu pilihan, yaitu syariah Islam. Syariah Islam dengan sistem Khilafahlah yang akan menyelamatkan rakyat dan negeri ini dari kehancuran.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu,(QS. Al-Anfâl [8]: 24) []
Komentar AL-Islam:
Israel Intruksikan, “Bunuh Khalid Mishal dan Ismail Haniyah!” (Eramuslim.com, 22/5/07).
Satu lagi bukti, damai dengan
semoga yang pembaca (termasuk penguasa), bisa terketuk pemahamanya, sehingga punya setitik pijakan untuk kembali kepada islam, dan kembali menerapkan sistem yg berasal dari zat yang maha tau. yakni syariah yang berdiri tegak di atas daulah.
Saudaraku, kasus ini adalah salah satu fonemena betapa bobroknya sistem (kapitalisme) yang diterapkan di negara kita, bisa dibayangkan apabila setiap calon pemimpin negara untuk meraih kekuasaan harus dengan uang maka mustahil apabila pemimpin-pemimpin kita menjadi oportunis, kepemimpinan dan kekuasaan menjadi sebuah bisnis menggiurkan, maka berbagai upaya ditempuhnya mulai saat menjadi kandidat sampai menjadi penguasa terpilih, apakah cara itu halal atau haram, sesuai norma dan kemanusiaan atau tidak, orientasi amanah dan keadilan atau tidak “tidak menjadi soal”, karena begitulah aturan main yang sesuangguhnya dalam panggung politik berideologi kapitalis dimana sekulerisme sebagai syarat utamanya. Maka pemimpin kita sekalipun dia seorang muslim akan tidak malu-malu belajar politik kepada Filosof politik Italia, Niccolo Machiavelli, agar kekuasaan menjadi “optimal” harus mengabaikan pertimbangan moral, sehingga otoriteris, licik, diktator menjadi modal utama untuk tetap berkuasa.
Rakyat tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang harus dilindungi dan dilayani kebutuhannya sebagaimana dalam konsep Islam.
Kita boleh terpesona oleh kejujuran Pak Amin, namun wajib sedih ketika seorang sosok yang jujur seperti beliau harus bermain-main dalam genangan air kotor.
Saudaraku, Karena masalah bangsa ini sungguh sangat fundamental maka yang sangat dibutuhkan bukan sebuah pengakuan “bahwa saya baru mandi lumpur atau pura-pura tidak ikut mandi lumpur” tapi yang paling dibutuhkan marilah kita keluar dari genangan lumpur itu.
komentar sy sampaikapanpun neg indo tercnta ini akan terus kacau bin balau alias amburadul bila sistim pemrnthn tdk dirubah secpt mungkin sblm trlmbt.oleh sebab itu sy sarankan agar segra dtgkn syariatislam jgn nunggu2lg.mari kita tegakan hukum2 yg dibikin oleh yg menciptakan kt semua.ALLAHUAKBAR.mari teman2 sesama muslim dr gol apa saja nu,persis syiah,suni,muhammadiyah dll bersatu tegakan hukum2ALLAHU.HIDUP KHILAFAH,tegakanSYARIATISLAM
Kasus ini menjadi pelajaran bagus bagi umat. Demikianlah sepak terjang para politisi yang menyatakan diri (lebih tepat disebut menyombongkan diri) sebagai penganut Islam Moderat, yang kemudian dengan label moderat itu mereka menyerukan demokratisasi dan liberalisasi kehidupan di negeri ini.
Kini mereka terperosok ke dalam sistem demokrasi (sesat) yang dibangunnya sendiri. Alih-alih mengangkat kesulitan dan penderitaan umat, justru mereka sendiri terjerembab ke dalam jurang kehinaan hanya karena UANG, memuja kapital (harta), melupakan syahadat, mengkhianati Allah SWT dan Rasulullah SAW, menyisihkan hukum dan syariat Islam. Semoga Allah al-Hadi’ al-Ghoffar al-Adzim memberi hidayah, mengampuni mereka, membebaskan mereka dari dosa dan azab neraka kelak.
Demikianlah, sejatinya tiada Islam Moderat, sesungguhnya tidak ada Islam Kuno, omong kosong Islam Modern dan berbagai label-2 aneh lainnya.
Islam ya Islam. Tiada kemuliaan manusia tanpa syariah Islam. Tiada ketenteraman hidup tanpa hukum Islam. Tiada kedamaian dunia tanpa berdirinya institusi imamah yang memimpin dunia dengan keagungan syariah dan hukum Islam.
Sudah saatnya umat meraih kemuliaan hidup dengan kembali kepada Islam, memilih pemimpin yang setia dengan Allah SWT (al-Qur’an) dan Rasulullah SAW (as-Sunnah). Amin ya Allah, ampuni segala kebodohan kami dan saudara-2 kami.
Mudah-2an umat makin sadar dan nggak mau ditipu lagi oleh penguasa dan kroni2nya.
Saya kira kasus DKP mungkin seperti feneomena gunung es, kalau mau serius membabat habis korupsi jangan tanggung2, bongkar juga penggunaan dana non-bugjeter departemen lain.
Korupsi di Indonesia sudah seperti budaya dan mendarah daging.
Satu2nya cara menghilangkan korupsi ialah dengan mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam, otherwise tumbal sulam sistem yang saat ini beralangsung tak akan pernah menyelesaikan masalah yang ada.
Inilah kesempatan emas bagi pendakwah untuk makin gencar mendidik masyarakat dengan pengetahuan Islam yang benar, sehingga timbul kesadaran di tengah mereka bahwa sistem yang mengatur hidupnya adalah salah dan harus dienyahkan serta diganti dengan sistem baru yang telah diajarkan oleh pendakwah.
INsya Allah kejujuran Pak Amien Raies mengungkap masalah dana DKP dapat benar-benar memberikan pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonessia bahwa pemerintahan kita selama ini sakit. Obatnya hanya dengan mengganti sistem pemerintahan menjadi Islami: dengan Khilafah Islam.
Saya juga senang dapat kabar bahwa Pak Amien Raies sudah tidak tertarik jadi RI-1; tapi, saya kira Pak Amien cukup qualified untuk jadi calon Khalifah. Kalau Pak Amien berkenan, saya siap jadi team sukses pencalonan Pak Amien jadi Khalifah, insya Allah pasca 12 Agustus 2007. Semoga Pak Amien sehat2 selalu..
AssWrWb.
Hanya satu kata : REVOLUSI
…tentu dengan fikrah dan thariqah yg Syar’i
Assalamu’alaikum WR wB
masya allah, seburuk inikah potret buram penguasa d negeri kita tercinta ini. pada saat berkampanye mereka begitu gencarnya mengumandangkan kalimat BERANTAS KORUPTOR tapi mengapa justru mereka sendiri menerima dana yg ga halal asalnya. kalau memang yg dijadikan oleh rakyat sebagai presiden yang dipercaya dan diharapkan oleh rakyat u/ bs mberantas korupsi d Indonesia ini a/ orang yg ikut nerima uang haram itu dan ga mau ngaku klo nerima (klo emang begitu kenyataannya) lalu bagaimana rakyat Indonesia ini jadinya nanti. harus percaya pada siapa rakyat kita ini? siapa yg bisa d percaya u/ benar2 jujur dan bs betul2 ngberantas penyakit nyang namanye korupsi????? makanya cepatlah tegakkan syariah secara utuh dan keseluruhan, jangan setengah2, berantaslah segala macam bentuk korupsi dg mggunakan hukum Allah, insya allah orang2 yg korupsi pasti akan jera. ganti aja presidennya. mau jadi apa negara kita ini klo SBY sendiri sebagai presidennya aja ga bener. ganti presidennya dr kalangan orang2 Hizbut Tahrir misal Pak Ismail Yusanto, Pak Shiddiq Al Jawi, ato yg lain pokoknya yg paham akan syariat islam. Buat Pak SBY jangan jadi orang munafik. ga usah sok ngberantas korupsi deh klo diri sendiri ga mau ngaku nrima dana yg sebesar itu. apa masi kurang kaya sih?? sampe tega2nya nilep duit itu? amalkan dong sedikit rizkimu buat orang2 yg kurang mampu. ingat pak SBY amanah yg anda pegang saat ini akan d pertanggungjawabkan nantinya d hadapan Allah SWT. INGET JUGA DUWIT, KEKAYAAN, JABATAN SBG PRESIDEN, PEJABAT GA BAKAL LU BAWA MATI SMUA LU TINGGAL D DUNIA.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Assalamu’alaikum WR wB
masya allah, seburuk inikah potret buram penguasa d negeri kita tercinta ini. pada saat berkampanye mereka begitu gencarnya mengumandangkan kalimat BERANTAS KORUPTOR tapi mengapa justru mereka sendiri menerima dana yg ga halal asalnya. kalau memang yg dijadikan oleh rakyat sebagai presiden yang dipercaya dan diharapkan oleh rakyat u/ bs mberantas korupsi d Indonesia ini a/ orang yg ikut nerima uang haram itu dan ga mau ngaku klo nerima (klo emang begitu kenyataannya) lalu bagaimana rakyat Indonesia ini jadinya nanti. harus percaya pada siapa rakyat kita ini? siapa yg bisa d percaya u/ benar2 jujur dan bs betul2 ngberantas penyakit nyang namanye korupsi????? makanya cepatlah tegakkan syariah secara utuh dan keseluruhan, jangan setengah2, berantaslah segala macam bentuk korupsi dg mggunakan hukum Allah, insya allah orang2 yg korupsi pasti akan jera. ganti aja presidennya. mau jadi apa negara kita ini klo SBY sendiri sebagai presidennya aja ga bener. ganti presidennya dr kalangan orang2 Hizbut Tahrir misal Pak Ismail Yusanto, Pak Shiddiq Al Jawi, ato yg lain pokoknya yg paham akan syariat islam. Buat Pak SBY jangan jadi orang munafik. ga usah sok ngberantas korupsi deh klo diri sendiri ga mau ngaku nrima dana yg sebesar itu. apa masi kurang kaya sih?? sampe tega2nya nilep duit itu? amalkan dong sedikit rizkimu buat orang2 yg kurang mampu. ingat pak SBY amanah yg anda pegang saat ini akan d pertanggungjawabkan nantinya d hadapan Allah SWT. INGET JUGA DUWIT, KEKAYAAN, JABATAN SBG PRESIDEN, PEJABAT GA BAKAL LU BAWA MATI SMUA LU TINGGAL D DUNIA.
assalamualaikum..
coba kita perhatikan perjuangan rosullullah saw melalui shirah nabawiyah..disana kita akan melihat bahwa junjungan kita tidak bekerjasama dg sistem jahiliyah..
rosullullah adalah panutan kita dalam kehidupan,dari semua segi yaitu IPOLEKSOSBUDHANKAM..
jika dicermati maka kita akan terjaga, bagaimana perjuangan akan berhasil jika kita tidak menuruti cara2 beliau.. dalam perjuangan mengapa kita harus meminta izin kepda sistem jahiliyah.. untuk menegakkan sistem islam kenapa harus dg kerjasama dg sistem jahiliyah, mana mungkin sistem islam akan berdiri jika terus berjuang dg cara itu..
lihat dahulu junjungan kita tidak bekerja sama dg sistem jahiliyah akan tetapi dg membentuk komunitas muslim yg sanggup dan mau memberikan loyalotasnya kepada sistem islam itu sendiri..dalam dunia ini hanya ada 2 sistem yaitu sistem islam dan jahiliyah..
tidak akan keluar dari sistem jahiliyah sebelum memasuki sistem islam..
wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarokatuh
saya sependapat dengan saudaraku tian yang dirahmati Allah Ta’ala, bahwa kita diharamkan mengambil pemimpin dari yahudi dan nasrani serta orang2 yang membuat agama kita sebagai ejekan….sami’na wa atho’na….
maksud saya, dari ahsanul qasshosh tersebut, merupakan perjalanan kisah yang agung tentang Nabi Yusuf as dari beliau dibuang dari keluarga sampai diangkat menjadi penguasa….dan sampai seperti itu beliau dapat ‘memanfaatkan’ situasi bangsa mesir pada saat itu sehingga dapat berkuasa penuh…
mungkin ini alternatif…pilihan…kita berijtihad mencari jalan terbaik untuk ishlahul hukumah….
doakan saya berada di belakang antum ketika menginjakkan kaki di syurga Allah Ta’ala….amiin
yang mengaku belum tentu jujur,yang tidak mengaku blm tentu tidak jujur.ok