Menyikapi Isu Terorisme

MENYIKAPI ISU TERORISME

Oleh: Tengku Harunur Rasyid

(Penulis adalah Humas Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Riau)

Berita penangkapan Abu Dujana yang disebut-sebut oleh polisi sebagai gembong teroris nomor satu di Tanah Air menimbulkan pro dan kontra serta membuat perhatian kita kembali beralih kepada isu yang menyudutkan umat Islam ini. Dalam dialog di SCTV tanggal 13/06/07, peneliti terorisme dari International Crisis Group Sydney Jones menilai bahwa penangkapan Abu Dujana tak akan berpengaruh besar terhadap kekuatan Jamaah Islamiyah (JI). Sebab JI bukan hanya organisasi teroris, tapi juga punya jaringan sosial ekonomi dan akan tetap eksis walaupun mungkin sementara JI fokus dalam dakwah dan membangun organisasi.

Disisi lain, anggota Anggota Tim advokasi Forum Umat Islam, Munarman SH menilai ada sebuah pola dalam penangkapan Abu Dujana. Sebab opini lebih dulu dipublikasikan lalu konstruksi hukum baru disusun. Ada kecenderungan perang terhadap terorisme dibimbing oleh sebuah skenario di luar hukum yang membuat perburuan tersangka terorisme hanya mengarah kepada kelompok-kelompok Islam.

Apakah benar ada konspirasi untuk mengangkat isu terorisme di dunia Islam ? Apa dampak pencitraan negatif pelaku terorisme terhadap umat Islam ? Dan bagaimana kita menyikapi secara benar isu terorisme ini ?

Standar Ganda Terhadap Terorisme

Dinas Intelijen Amerika dan Dinas Intelijen Inggris dalam sebuah seminar yang diadakan untuk membahas makna terorisme pada tahun 1979 telah menyepakati bahwa “terorisme” adalah : “The use of violence against civil interests to achieve political objectives (Penggunaan kekerasan untuk melawan kepentingan-kepentingan sipil guna mewujudkan target-target politis).” Dari tinjauan global terhadap berbagai undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan terorisme, tampak jelas bahwa definisi ini ternyata tidak mendalam, dan tunduk pada orientasi politik dari negara-negara yang membuatnya. Selain itu dalam aplikasinya terlihat ada standar ganda dalam memaknai terorisme karena tidak menyinggung terorisme yang dilakukan oleh negara (state terrorism), misalnya invasi Amerika terhadap Afghanistan dan Irak yang menimbulkan korban sipil dalam jumlah yang sangat banyak. Siapa yang disebut teroris dan siapa yang tidak, selama ini pun sangat bergantung pada kepentingan pihak yang menyebutkan. Ironisnya, pihak yang paling banyak mempraktikkan standar ganda ini adalah AS dan sekutu Baratnya. HAMAS dimasukkan sebagai kelompok teroris. Sebaliknya, institusi Israel yang melakukan tindakan kekerasan terhadap rakyat Palestina tidak disebut teroris. Di dalam negeri, kelompok RMS Kristen di Maluku yang ingin memisahkan diri dari Indonesia tidak dimasukkan dalam kelompok teroris. Fretilin di Timor Timur (saat masih menjadi bagian NKRI) bahkan lebih sering disebut kelompok pejuang pembebasan. Sebaliknya, kelompok Islam Chechnya yang ingin membebaskan diri dari penjajahan Rusia lebih sering disebut kelompok pemberontak, separatis, atau teroris.

Dampak Pencitraan Negatif Media Massa

Saat media massa menayangkan berkali-kali cuplikan penangkapan dan pengakuan para tersangka teroris, publik tentu saja akan berkali-kali pula melihat gambar para pelaku sekaligus setting tempatnya. Apa yang pertama kali muncul di benak kita saat menyaksikan penampilan (performance) para pelaku yang kebanyakan memakai baju koko, berjanggut, ada noda hitam di dahi, dan terdapat bendera hitam bertuliskan Lâ ilâha illâ Allâh? Tidak hanya itu, saat media mewawancarai istri-istri pelaku Bom Bali I, seperti istri Imam Samudera, Amrozi, atau bahkan istri Umar al-Faruq, terdapat persamaan dalam penampilan mereka. Istri-istri mereka mengenakan jilbab hitam dan wajah mereka tertutupi cadar. Selain itu, kebanyakan para pelaku pemboman tersebut merupakan lulusan sekolah Islam (madrasah dan pesantren) dan di antaranya merupakan pembela muslim Afganistan.

Bagi masyarakat awam, ciri-ciri fisik tertentu ini atau informasi tentang latar belakang mereka akan sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi terhadap pencitraan. Apalagi masyarakat kita cenderung senang untuk memukul rata setiap masalah dan kejadian. Barangkali kita masih ingat dulu, saat terjadi kasus Komando Jihad atau Jamaah Imran. Masyarakat cenderung terperdaya dengan skenario yang dibuat oleh Ali Murtopo di balik kemunculan kelompok ini. Saat itu masyarakat dengan simplistik menyimpulkan setiap kelompok yang berkumpul di masjid, mengadakan pengajian, dan menyerukan Islam secara berani sebagai kelompok ini.

Menyimpulkan sesuatu hanya berbasis pada karakteristik pelaku sesungguhnya sangat lemah. Sebab, bisa saja pelaku tersebut hanyalah orang-orang yang sengaja direkrut untuk dikorbankan. Para pelaku ‘dibina’ secara singkat sehingga dia memahami bahwa aksi teror yang diperbuatnya itu merupakan bentuk amal shalih dan wujud perjuangan melawan Amerika Serikat (AS). Padahal realitasnya, peledakan Bom Bali I dan II, Bom Marriot, atau Bom Kuningan tidak ada yang merugikan AS. Justru yang menanggung akibat yang lebih besar adalah umat Muslim sendiri, terutama dalam bentuk munculnya kecurigaan terhadap Muslim dan aktivitas lembaga pendidikan Islam.

Namun demikian, kita berharap, masyarakat semakin cerdas dan mampu berpikir kritis dalam memaknai setiap peristiwa yang berhubungan dengan isu terorisme. Permasalahannya, sanggupkah masyarakat secara konsisten terus bertahan? Kita berharap, masyarakat tidak larut dalam propaganda yang menyesatkan akibat opini dan propaganda yang terus-menerus dihembuskan dengan berbagai teknik dan cara untuk mencitrakan bahwa pelaku teroris itu adalah orang-orang yang memiliki penampilan dan ideologi yang khas.

Membangun Sikap yang Benar

Berkenaan dengan isu terorisme ini, kaum Muslim perlu membangun opini dan sikap yang benar sebagai tandingan terhadap opini-opini yang berusaha memojokkan Islam. Realitasnya, para pelaku terorisme itu memiliki pemahaman terhadap syariat Islam yang sangat lemah. Akibatnya, mereka dengan mudah dicekoki pemahaman-pemahaman yang menyimpang oleh jaringan tertentu. Parahnya lagi jika jaringan tersebut menjadi bagian dari rantai jaringan global untuk meruntuhkan Islam. Di sinilah urgensinya mengkampanyekan penerapan syariah secara benar dan kâffah, termasuk di dalamnya menyangkut jihad. Umat perlu dibina agar menjadi bagian dari aktivitas dakwah yang berbasis pada pemahaman dan pemikiran, bukan kekerasan.

Pemahaman terhadap Syariat Islam pun perlu lebih ditingkatkan. Islam dengan tegas melarang siapapun dengan motif apapun membunuh orang tanpa haq atau merusak milik pribadi dan fasilitas milik umum, apalagi jika tindakan itu menimbulkan korban dan ketakutan yang meluas. Dalam peperangan saja, banyak ayat dan hadits yang melarang kaum Muslim membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua.

Terakhir, kita mengajak kepada seluruh kaum Muslim – termasuk penguasa – untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah dan menyatukan langkah untuk menghadapi musuh bersama. Sebab, musuh kita tentu saja bukan sesama Muslim, apalagi rakyat sendiri; tetapi negara ”penjajah” yang menindas umat dengan mengatasnamakan perang melawan terorisme.

(dimuat di Harian Riau Pos, 19 Juni 2007)

5 comments

  1. Asss..
    Memang penting sekali melakukan penyadaran terhadap masyarakat. Dalam melakukan penyadaran tersebut hendaknya kita ga boleh kalah dengan opini-opini luar, yang notebenenya, menyesatkan masyarakat.

  2. yang penting tahu di mana kita harus berpijak. Kalau kita tahu Al Qaeda akan menang, maka kita membela Al Qaeda sepenuh hati. tapi kalau mereka akan kalah, sudah sepatutnya kita menyatakan diri bahwa mereka bukan bagian dari kita.

    “Sejarah dibuat oleh pemenang perang..”

  3. semakin jelas di permukaan isu terorisme yang dibangun oleh AS, sejatinya Senjata makan tuan.

  4. kalo kita berpikir dengan mengngunakan logika terbalik dan secara holistik jelaslah kasus teroris di Indonesia adalah hasil rekayasa untuk memperdayai masyarakat muslim Indonesia yang mayoritas masih awam. kita seharusnya berani memprotes negara2 Arab untuk memutus jaringan ekspor minyaknya agar Amerika dan Eropa tidak berdaya

  5. ah kita aja sbagai wni aja yg bodo mau di adu domba oleh orang asing. Sebgai muslim kita harusnya memprotes pemerintah saudi yang sangat pro kepada A.S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*