Lagi-lagi politik pecah belah dan jajahlah, dipraktekkan oleh negara kolonial seperti AS dan Israel. Setelah berhasil memprovokasi bentrok antara Hamas dan Fattah, AS dan Israel kemudian mendukung penuh pemerintahan baru ala Abbas yang baru. Seperti yang dilaporkan BBC (18/06/2007). Beberapa kekuatan internasional terang-terangan mendukung pemerintahan baru Palestina tanpa Hamas dan menawarkan bantuan. Presiden Amerika George W Bush menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan berjanji bekerjasama dengan pemerintahan baru, kata para staff.
Uni Eropa mengatakan ingin kembali memberikan bantuan langsung kepada warga Palestina, sedangkan Israel mengatakan, pemerintahan baru adalah “mitra” dan berjanji untuk mencarikan dana milik Palestina yang dibekukan. Abbas memecat pemerintahan terdahulu setelah Hamas mengambilalih kendali atas Gaza. Dalam kontak telepon 15 menit dengan Bush, Abbas mengatakan kepada presiden Amerika bahwa saatnya kini tiba untuk menggulirkan perundingan damai baru. Konsul Jenderal Amerika di Yerusalem Jacob Walles menemui Perdana Menteri baru Palestina Salam Fayyad hari Minggu untuk menjelaskan cara Amerika bisa mengulurkan dukungan praktis kepada pemerintahan baru.
Wartawan BBC, Roger Hardy mengatakan, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Israel berusaha keras mencari jalan untuk memberikan dukungan kepada presiden Mahmud Abas dan pemerintahan pimpinan Fatah di Tepi Barat, dan berusaha mengasingkan serta memperlemah Hamas dan pasukannya di Gaza. Tetapi hal ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Secara politik, Hamas masih mendapatkan dukungan di Gaza, dan jika kelompok tersebut dapat memperbaiki keadaan keamanan disana, dukungan kepada Hamas akan meningkat.
Kondisi saat ini semakin menunjuk dengan jelas, bagaimana faksi Fatah yang dipimpin oleh Abbas, memang dimanfaatkan AS dan sekutu terdekatnya Israel untuk melemahkan kekuatan HAMAS. Setelah gagal lewat aksi boikot bantuan dana , jalan membentrokkan antara HAMAS dan FATAH kemudian dipilih oleh AS dan Israel.
Hamas menuding Fatah telah menerima bantuan dana dari Amerika Serikat dalam upaya negara Paman Sam itu menumbangkan pemerintahan Hamas yang terpilih secara demokratis oleh rakyat dalam pemilu di Palestina.
Departemen Luar Negeri AS telah mengalokasikan dana bantuan sebesar 42 juta dollar setelah Hamas memenangkan pemilu pada bulan Januari lalu. Deplu AS mengklaim dana tersebut disediakan untuk ‘melindungi dan mempromosikan sikap moderat dan demokrasi bagi Hamas.’
Dalam perkembangannya, AS bersama negara-negara donor Barat malah menghentikan bantuan bagi pemerintahan Palestina setelah Hamas berkuasa dan memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.Pemerintahan Hamas menuding AS telah ikut campur urusan dalam negeri Palestina dan menuding Fatah telah bertindak sebagai antek AS di Palestina.
Saat menjelang pemilu legaslatif januari kemarin, harian Washington Post merincikan agenda tersembunyi yang dikendalikan oleh pemerintahan AS George Bush melalui USAID (United States Agency for International Development) guna mendukung pemerintah otorita Palestina. Dana yang dikirimkan melalui USAID itu memberi support kepada para calon legislatif asal Fatah dalam pertarungan pemilu legislatif yang akan digelar 25 Januari mendatang, untuk mengalahkan calon-calon legislatif asal Hamas.
Dalam kondisi seperti ini, Israel tampaknya bergembira. Mengingat konflik antara HAMAS dan FATAH pastilah melemahkan keduanya. Seharusnya hal ini disadari baik oleh HAMAS ataupun FATAH. Bahkan musuh bersama mereka adalah Israel dan AS, bukan sesama Palestina sendiri.
“Saya berdo’a untuk kemenangan Fatah dalam pertarungan ini. Penting sekali bagi Israel bila Hamas mengalami kerugian yang fatal.” Ini adalah perkataan Menteri Pembangunan Infrastruktur Israel Benyamin ben Eliazer. Ia ungkapkan pernyataan ini saat wawancara dengan wartawan channel 10 televisi Israel, Selasa (3/10) sore, menanggapi pertikaian yang terjadi antara pendukung Fatah dan Hamas.