Pelaku Terorisme, antara Ada dan Tiada

Miliarder George Soros berpendapat, perang melawan terorisme merupakan hal yang menyesatkan karena kita tidak tahu pasti sosok dan keberadaan teroris. Jenis perang seperti ini rawan manipulasi.

Terbukti, menurut Soros, para “ekstremis” dalam pemerintahan Presiden AS George W Bush menggunakannya sebagai alat pembenaran menginvasi Afganistan dan Irak (George Soros, America After 9/11: Victims Turning Perpetrators; Open Democracy, 20/5/2004).

Tidak hanya itu, agen-agen rahasia AS (CIA) malang melintang di belahan bumi. Bekerja sama dengan aparat keamanan setempat, CIA menculik orang yang diduga “terkait jaringan” teror internasional.

Ironisnya, tidak sedikit terjadi kasus salah culik. Seperti dialami Osama Mustafa Hasan Nasar, ulama Mesir. Ia diculik di sebuah jalan di Milan, Italia (17/2/2003). CIA kemudian menerbangkan Mustafa Nasar ke Mesir, negara yang terkenal sadis dalam menyiksa tahanan.

Jaksa penuntut umum di Milan akhirnya menetapkan 26 agen CIA sebagai tersangka in absentia. Namun, proses hukum ini tidak akan memulihkan keadaan Nasar, yang kehilangan 70 persen pendengaran dan depresi mental akibat penyiksaan (Associated Press, 8/6).

Berdasarkan informasi polisi Kanada, CIA menculik Maher Arar (36) saat transit di Bandara John F Kennedy, New York, (21/9/2002). Ia diterbangkan ke Damascus (Globe and Mail, 19/9/2006).

Arar, warga negara Kanada turunan Suriah, ternyata bukan teroris. Ia dibebaskan setahun kemudian dalam kondisi menyedihkan. Pemerintah Kanada membayar kompensasi 11,5 juta dollar AS kepada Arar.

Khaled el-Masri, warga negara Jerman berdarah Lebanon, diculik ketika berlibur di Macedonia (31/12/2003). Ia disiksa selama mendekam 5 bulan di penjara rahasia CIA di Afganistan.

Januari lalu pengadilan Munich memerintahkan penangkapan 13 anggota CIA yang terlibat dalam kasus penculikan el-Masri (DPA, 5/1).

Laporan komisi parlemen Eropa baru-baru ini mencatat lebih dari 1.000 penerbangan ilegal CIA di wilayah Eropa sejak tahun 2001. Penerbangan ini mengangkut tahanan ilegal dan orang-orang yang diculik.

Pernyataan aparat di Dunia Ketiga, kampanye perang melawan terorisme yang disponsori AS berubah menjadi teror. Laporan Human Rights Center for the Assitance of Prisoners tahun 2005 mencatat, Pemerintah Mesir memenjarakan lebih dari 15.000 orang aktivis Islam.

Akan tetapi, seperti kata George Soros, tidak seorang pun tahu sosok dan keberadaan teroris. Kecuali oleh pernyataan resmi aparat keamanan.

Lantas, seperti di Indonesia, banyak orang terperanjat karena tiba-tiba saja polisi mengepung rumah tetangga. Dari media massa mereka mengetahui, warga yang santun tersebut ternyata “teroris”.

Hal yang sama dirasakan ketika aparat kepolisian menangkap tujuh tersangka teroris di Sleman, Temanggung, dan Surabaya, akhir Maret lalu.


“Irhabiyah”

Baru-baru ini polisi kembali menangkap delapan tersangka teroris. Dua di antaranya, Zarkasih alias Mbah, amir darurat kelompok Jemaah Islamiyah (JI), dan Ainul Bahri alias Abu Dujana, pemimpin sayap militer JI.

Dr H Ramli Abdul Wahid, Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Sumut, berpendapat, masyarakat perlu mempertanyakan keberadaan dan kebenaran oknum teroris di Indonesia, yang akhir-akhir ini banyak ditangkap (Antara, 21/6/2007).

Menurut Dr Ramli, umumnya kelompok teroris sangat militan dan kerahasiaan kelompoknya dipertaruhkan dengan nyawa. Sebaliknya, teroris yang ditangkap polisi hari ini, besok sudah mengaku dan membeberkan jaringannya.

Anggota Komisi Bidang Fatwa MUI Sumut ini berpendapat, apa yang mereka terapkan selama ini bukanlah konsep jihad, melainkan irhabiyah, yakni menakut-nakuti dan memerangi tanpa pandang bulu.

Dengan kata lain, para tersangka lebih tepat disebut kelompok kriminal bersenjata ketimbang teroris dengan bendera agama. Klaim mewakili JI perlu dipertanyakan.

Sikap Pemerintah RI sendiri cukup jelas, yakni tidak mengenal organisasi ataupun kelompok bernama JI di negeri ini. Maka, desakan negara-negara Barat dan sekutunya agar pemerintah menyatakan JI sebagai organisasi terlarang tidak ditanggapi.

Barangkali, desakan tersebut salah alamat. Seharusnya ditujukan kepada Malaysia, Singapura, atau Australia karena ketiga negara inilah yang kerap berbicara soal bahaya JI.

[Maruli Tobing; Kompas; Jumat, 29 Juni 2007]

10 comments

  1. Orang Yahudi tulen seperti Goerge Soros saja ngerti perang ini untuk kepentingan Amerika Serikat, kok ada ya umat Islam yang bela-belain Amerika. Seharusnya pradigma Who is Enemy pemerintah kita diubah jangan hanya daftar teroris Islam ala Amerika, seharusnya kedubes asing dan antek-anteknya diawasi tuh.

  2. terorisme kan proyek. Enggak ada teroris, berarti enggak ada duit. Negara ini kayak diproyekkin aja.

  3. Sari-Q@Makassary

    Alhamdulillah, ternyata sudah banyak kalangan dari kafir sendiri yang menyadari bahwa perang melawan terorisme hanya isapan jempol belaka, alat penjajahan perang AS. Cuman menghabiskan uang dan tenaga saja. Memfitnah kaum Muslim. Nah, lihat kan AS sendiri mengalami kerugian yang besar dalam melawan terorisme buatannya. Siapaun dia, kalau dia cerdas pasti tidak mudah percaya dengan intrik2 kafir Barat dalam memerangi terorisme. Coz, kalau memang mau serius tumpas namanya teroris yah tumpas AS sendiri dulu, Israel, dan negara sekutu lainnya yang memelihara fitnah atas kaum Muslim dan melakukan genoside terhadap kaum Muslim.

  4. Buat aparat polisi, khususnya Densus 88 kudu cerdas politik donk… jangan bisanya cuman ‘ngekor’ ama kepentingan barat. Tuh.. tangkepin para teroris rakyat, lintah rakyat, penjilat rakyat, pejabat bejat… So,rakyat senang rakyat tenang rakyat KENYANG…

  5. perkins udah bilang, soros udah bilang,tinggal bang napi yang belum sadar kalo ini akibat ulah penjahat kapitalis.maka waspadalah..!waspadalah..!waspadalah…!

  6. rofiq Aljauhari

    Bener Gak ada teroris ga ada duit,eh tapi anehnya juga kata BanG MunaRman DENSUS-88 ANTI TERROR gak mau TEKOR, makanya Namanya Diganti DENSUS-86 ANTI TEKOR, la bikin Proyek terus Tapi gak mau TEKOR!!

  7. Memburu teroris hakekatnya adalah kata lain dari memburu pengemban dakwah!!! Be Carefully

  8. Densus 88 katanya jago mendeteksi keberadaan Teroris tapi mendeteksi unsur separatis kenapa memble dan cemen

  9. CUMAN DI MODALIN ROMPI AMA SENJATA MAU JADI KACUNG NEGARA BIADAB… KASIAN DEH GA ADA HARGA DIRI!! GUE GENERASI MUDA GA MAU IKUT JEJAK PARA KACUNG NEGARA BIADAB LEBIH BAIK MATI!!! NYAWA N HARTA KU MILIK ALLOH

  10. sepertinya gak da tuh yang namanya teoris Islam coz nabi ja dapat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani so yang ada tu gerombolan kriminal bersenjata yang mengatasnamakan Islam n mendapat angin dari publikasi yang dibumbui sehingga seolah2 Islam adalah teroris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*