Bahaya Ideologi Transnasional

Menarik mencermati pendapat Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, bahwa gerakan politik transnasional telah membuat NKRI menjadi tempat ‘bal-balan” (main bola) pihak asing yang menghasilkan konflik lintas agama, interen Islam dan separatisme dan lain-lain di Indonesia (Republika, 7 Juli 2007). Lebih lanjut ia menyatakan, gerakan politik semacam ini telah menurunkan kredibilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menjaga kedaulatan dan perlindungan rakyat (NU Online, 9 Juli 2007).

Sebelumnya pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang, Jawa Timur itu mengusulkan agar pemerintah ’memotong’ masuknya ideologi transnasional itu, sebab katanya, liberalisme dari Barat maupun Islam ideologis dari Timur sama-sama merusak.


Ideologi Transnasional, Tak Terelakan

Persentuhan Indonesia dengan ideologi transnasional adalah hal yang tak terelakan. Bukan hanya ideologi, Indonesia juga bersentuhan dengan hal lain baik itu berupa agama, seni, budaya, bahasa, bahkan juga makanan yang bersifat transnasional. Lima agama yang diakui (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha) juga Konghu Cu, semuanya berasal dari luar Indonesia. Makanan seperti bakso, bakmi dan sejenisnya aslinya dari Cina. Istilah kertas, kursi, rakyat, majelis, dewan, perwakilan, keadilan dan sebagainya merupakan serapan dari bahasa Arab. Diskotik, nite-club, musik rock, dan sejenisnya jelas dari Barat. Termasuk pula gagasan-gagasan sistem politik seperti demokrasi, bahkan istilah republik juga berasal dari Barat.

Posisi geografis Indonesia yang berada di persilangan dua benua dan dua samudera, yang membuat arus orang dan informasi mengalir deras, memang sangat memungkinkan hal itu terjadi. Maka tidak heran bila banyak unsur transnasional yang masuk dan mewarnai perikehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya Indonesia. Tak berlebihan bila dikatakan cukup sulit untuk mencari sosok ‘Indonesia yang benar-benar asli Indonesia”. Setiap kita menyebutkan satu ’tradisi’ di Indonesia, hampir pasti ia memiliki akar ke budaya luar atau setidaknya dipengaruhi unsur luar Indonesia.

Bukan soal posisi geografis yang membuat Indonesia menjadi tempat hampiran semua agama dan ideologi transnasional, tapi lebih karena semua agama dan ideologi itu memang memiliki watak ekspansif dan karenanya akan berkembang menjadi sesuatu yang bersifat transnasional. Berkembangnya agama-agama ke berbagai wilayah jauh diluar tempat lahirnya, juga sejarah perkembangan imperialisme dan kolonialisme Barat dan komunisme di berbagai negara, termasuk Indonesia, membuktikan hal itu.

Masuknya Islam ke Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari watak ’transnasional’ Islam. Adalah Sultan Muhammad I dari kekhilafahan Utsmani yang pada tahun 808H/1404M pertama kali mengirim para ulama (kelak dikenal sebagai Walisongo) untuk berdakwah ke pulau Jawa. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim – ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga ulama ke Jawa menggantikan yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati). Mulai tahun 1463M makin banyak ulama keturunan Jawa yang menggantikan yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit (Rahimsyah, Kisah Wali Songo, tanpa tahun, Karya Agung, Surabaya).

Keeratan hubungan khilafah Utsmani dan umat Islam di Nusantara digambarkan oleh Snouck Hourgroye, “Di kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki. Di Istambul juga dicetak tafsir al-Quran berbahasa Melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. (Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, 1986).

Watak transnasional ini wajar saja mengingat Islam memang agama bagi seluruh manusia di dunia (rahmatan lil ‘alamin). Organisasi Islam di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari ciri ’transnasional’-nya. Sebagian pendiri organisasi Islam di Indonesia seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, juga ribuan ulama lainnya belajar di Timur Tengah. Bisa dipahami, sebab pusat Islam sejak kelahiran hingga zaman keemasannya memang ada di Timur Tengah.

Oleh karena itu, membicarakan ideologi semestinya bukan pada apakah ia berasal dari luar atau tidak; transnasional atau bukan karena faktanya semua ideologi yang ada memang bersifat transnasional. Tapi yang lebih penting adalah apakah ideologi itu membawa kemashlahatan atau kebaikan bagi rakyat atau tidak. Secara historis, “ideologi” Islam memang pernah berjalan di Indonesia. Ini ditandai dengan keberadaan kesultanan-kesultanan di berbagai wilayah yang menerapkan syariah Islam secara praktis. Menurut A.C Milner, Aceh dan Banten merupakan kesultanan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara (Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Rajawali Press, 2005). Di kesultanan Demak sudah ada jabatan qadhi yang waktu itu dijabat oleh Sunan Kalijaga. Di bidang ekonomi, Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan mengharamkan riba dan menetapkan penggunaan deureuham atau dirham sebagai mata uang Aceh yang pertama.


Ideologi Transnasional Berbahaya, yang Mana?

Bila secara historis Islam telah terbukti memberikan sumbangsih yang luarbiasa kepada negeri ini, termasuk dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda melalui tokoh-tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dien, HOS Cokroaminoto dan lain-lainnya, lantas ideologi transnasional mana, yang berbahaya dan karenanya harus diwaspadai, yang dimaksud oleh Kyai Hasyim? Kita yakin, yang dimaksud bukanlah ideologi Islam. Sebab, bila itu yang dimaksud tentu tidak sesuai dengan fakta sejarah – sebagaimana dijelaskan di muka – maupun fakta kekinian.

Fakta yang ada sekarang membuktikan bahwa ideologi kapitalisme global yang juga memiliki watak transnasional, bukan sekedar dikhawatirkan akan mengancam, tapi malah benar-benar telah merusak dan mengobok-obok Indonesia. Kejahatan ideologi ini sudah dimulai sejak masa kolonialisme, dimana baik atas nama korporasi maupun negara (Barat), mereka menjajah dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkan luar biasa besar. Bukan hanya merampas kekayaan alam, penjajah juga menistakan bahkan juga membunuh ribuan rakyat Indonesia. Maka tidak mengherankan bila masih lekat dalam memori hampir semua rakyat Indonesia, bahwa Belanda adalah negara penjajah.

Dengan perjuangan yang tak kenal menyerah, akhirnya Indonesia berhasil merdeka. Tapi ternyata, penjajahan tidaklah berhenti. Lepas dari penjajahan militer, Indonesia harus berhadapan dengan berbagai rekayasa untuk tetap berlangsungnya penjajahan ekonomi, budaya dan lainnya. Bung Karno menyebut neo-imperialisme. Kini, melalui perangkat institusi internasional seperti Bank Dunia, IMF, Pasar Bebas, penjajahan dalam bentuk lain terhadap Indonesia terus berlanjut. Hutang luar negeri dan investasi asing terbukti tidak sungguh-sungguh diberikan untuk membantu, tapi untuk tetap menjajah. Akibatnya, meski Indonesia sangat kaya, tapi penduduknya terpaksan harus hidup dalam kemiskinan miskin karena kekayaan alam yang melimpah itu (emas, migas, dan lainya) yang semestinya bisa dinikmati oleh rakyat malah dihisap oleh negara penjajah melalui perusahaan kaki tangannya di negeri ini.

Secara politik, Indonesia juga tidak luput dari cengkeraman hegemoni global negara-negara adi daya. Dulu, di masa perang dingin, Indonesia harus mengikuti strategi global Barat membendung komunisme. Setelah berakhir, Indonesia tetap harus tunduk pada negara Barat (AS dan sekutunya) dalam apa yang mereka sebut perang global melawan terorisme. Tidak jelas siapa yang dimaksud teroris karena apa yang mereka lakukan di Irak dan Afghanistan, juga di Palestina, sejatinya jauh lebih dahsyat daripada yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka tuduh sebagai teroris. Bukan hanya itu, atas nama HAM, Demokrasi, dan Pluralisme, negara penjajah juga terus melakukan intervensi yang mendorong disintegrasi. Buah yang nyata adalah lepasnya Timor Timur. Bukan tidak mungkin, Papua, juga Aceh dan Ambon bakal menyusul. Tanda-tanda ke arah sana sangat nyata.

Sikap asal menolak ideologi transnasional adalah tidak tepat. Apalagi bila yang dimaksud adalah (ideologi) Islam. Sikap yang benar adalah bahwa kita harus menolak ideologi yang jelas-jelas telah menimbulkan kerusakan pada negeri ini; menyengsarakan rakyatnya dan bakal menghancurkan persatuannya. Itulah ideologi transnasional kapitalisme global yang dikomandani oleh AS. Kejahatan ideologi ini dengan sangat gamblang diuraikan oleh Vedi R Hadiz dalam Empire and Neoliberalism in Asia (2006). Intinya, AS semakin mengupayakan sebuah disain kebijakan berskala global, utamanya di bidang politik dan ekonomi, yang dapat memberikan jaminan bahwa dominasi atas planet ini tetap berada dalam genggaman AS, tidak peduli apakah kebijakan global itu menyengsarakan rakyat di banyak negara atau tidak.

Dengan demikian, menganggap ideologi Islam transnasional sebagai ancaman selain ahistoris, tapi juga tidak obyektif. Untuk Indonesia, justru penerapan syariah Islam-lah yang akan memperkuat bangsa dan negara ini, sebagaimana dahulu dengan semangat Islam juga para pejuang melawan penjajah. Penerapan syariat Islam tidak akan pernah membubarkan negara dan bangsa ini, justru akan memperkuatnya karena Indonesia merupakan bagian dari negeri Islam. Syariat Islam mengharamkan ada bagian dari negeri Islam yang akan memisahkan diri atau melakukan disintegrasi. Sejarah membuktikan justru Islamlah yang menjadi faktor utama mengapa bangsa Indonesia bisa bersatu hingga seperti sekarang ini. Upaya-upaya disintegrasi muncul bukan oleh dorongan semangat Islam, tetapi karena faktor lain di luar Islam. Sudah diketahui secara umum bahwa pihak-pihak asing memainkan peran penting untuk melepaskan Timor Timur dari Indonesia seperti yang sekarang juga mereka mainkan di Papua, Maluku, Poso, dan Aceh. Gejala disintegrasi semakin menguat ketika pemerintah juga gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, sementara dominasi asing di lapangan ekonomi dan politik makin menjadi-jadi. [Muhammad Ismail Yusanto; Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia]

Wallahu’alam bi al-shawab

16 comments

  1. Tuduhan Islam – sebagai ideologi transnasional – akan merusak bangsa ini,rentan menimbulkan disintegrasi jelas salah alamat, bahkan masuk kategori bertentangan dengan realitas yang ada. Seperti, orang mengingkari kalau matahari sebagai pusat tata surya ! oleh karena itu, saya sepakat sekali apa yang ditulis oleh ust. ismail. Kepada semua pembaca, saya sarankan untuk mengcopy artikel ini lalu menyebarkannya ke tokoh-tokoh umat. Insyaallah akan sangat bermanfaat

  2. ingatlah, islam juga agama transnasional. kalo mau jauh dari ide-ide transnasional, ikuti aja animisme dan dinamisme atau kalau pingin lebih bersih lagi dari ide transnasional, hidup aj di luar planet bumi, gitu aja kok repot.

  3. islam sebagai ideologi transnasional,yes!coz islam bukan hanya milik muslim satu negara tapi milik dunia,baik muslim dan non muslim,dan melintasi belahan bumi di dunia.jika mau jujur,tidak hanya islam saja,tapi juga ideologi komunisme dan kapitalisme sebagai ideologi transnasional.tapi lihat hasilnya.komunisme sudah hancur.kapitalisme sedang sekarat alias di ambang kehancuran.dan dua ideologi ini sama bahayanya karena tak bersandar pada wahyu Allah tapi pada hawa manusia.sedang islam,jelas tidak berbahaya dan terbukti dalam sejarah peradaban selama 13 abad membawa kemaslahatan bagi semesta alam.apa lagi yang di ragukan?

    jika mau jujur lagi,jika islam transnasional di tuduh memecah belah NKRI dan memicu disintegrasi bangsa,nasionalisme lah yang mencerai beraikan NKRI.timor leste yang lepas,papua dengan OPM,maluku dengan RMS,dan aceh dengan GAMnya yang bakal menyusul timor leste.nasionalisme lah yang memecah NKRI karena sikap elit kita yang memang ‘tidak nasionalis’,tidak mau mendengar jerit tangis rakyat,dan akhirnya membuat rakyat negeri ini tak percaya dengan slogan omong kosong demokrasi,dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, yang di usung para elite politik di setiap pemilu atau pilkada.jangan salahkan rakyat apalagi islam sebagai pembawa malapetaka bagi negeri ini yang kaya tapi rakyatnya hidup miskin jauh dari aspek ekonomi,pendidikan,dan kualitas hidupnya dalam seluruh aspek kehidupan.sebaliknya,jika islam transnasional diterapkan,kondisi sebaliknya akan terjadi i.e.manusia akan hidup damai sejahtera di bawah naungan khilafah islamiyah.

  4. sangat disayangkan, statemen spt ini keluar di saat seluruh elemen umat ini sedang berjuang menuju persatuan, ukhuwah… tetapi kebenaran pastilah akan tiba kemenangannya…

  5. Kenapa yang lebih banyak dipersoalkan ideologi transnasional dari Islam ? Padahal Bahaya kapitalisme trans-nasional bukan lagi akan mengancam, tapi sudah menelan jutaan korban rakyat. Kemiskinan, kebodohan, kemaksiatan, krimalitas, dijualnya aset negara, korupsi, semuanya akibat kapitalism. Saran saya seharusnya, pak Kyai lebih mempersoalkan hal tersebut. Wassalam

  6. dilihat dari sejarah, penggunaan istilah indonesia (indo+nation) sangat tidak adil sebagai istilah negara ‘pribumi’. Namun itu tidak dipermasalahkan. Karena ummat Islam paling jelas pengorbanannya dalam upaya pengusiran penjajah di negri ini. Kini setelah sekian lama, ummat Islam terlupakan dengan semangat hijaz dan semangat pengembalian khilafah, justru ummat Islam sendiri yang takut menegakkan khilafah. Ada apa ini???

  7. Kalau benar begitu, KH. Hasyim As’Ary pun penganut ideologi Islam transnasional. Wali songo juga demikian. Kita dan Pak Hasyim Muzadi harus berterima kasih kepada Sultan Muhammad 1 (Pemimpi Ideologi Transnasional saat itu) yang telah mengirimkan dai2 transnasional seperti Syaikh Ahmad Subakir (di kalangan NU dikenang sebagai wali babat tanah Jawa)yang mengajarkan Islam kepada penduduk Jawa penganut Hindu. Bila bukan jasa dai transnasional itu, mungkin di depan nama kita bukan Muhammad, Hasyim dan Abdul. Tetapi barangkali Nyoman, I Gusti, Ken Arok dsb. Terima kasih Wahai para leluhur kami, Syaik Malik Ibrahim, Syaik Jumadil Kubro (di makamkan di Nganjuk) seorang dai transnasional yang ditugaskan khalifah Utsmani di tlatah Kerajaan Kediri.

  8. Sejatinya Ummat Islam adalah para pedjuang Transnasional….. dengan dakwah dan Jihad!

  9. Ali Abu Lu'lu'

    Basysyiri almunafikina bi annalahum azaban alima, Alladzina yattakhizunal kafirina auliya’a min dunilmu’minin….. beritakan kabar gembira kepada orang-orang munafik bagi mereka azab yang pedih, adalah mereka orang-orang yang menjadikan pelindung mereka adalah orang-orang kafir dan meninggalkan kaum muslimin…

  10. Al Islam sebagai Dien, sekaligus sebagai Idiologi yang paling baik dan benar. Hal ini dibuktikan dengan ukhuwah yang telah dibangun pada masa kolonialis, sehingga Negeri ini menjadi berdaulat. Namun kesalahan besar telah dilakukan ” bapak Negeri ini ” kenapa Islam dan khilafah tidak dijadikan dasar negeri ini.

  11. Hati-hati ada skenario perpecahan umat Islam yang dicoba diputar ulang.Antara NU dengan HTI,antara PKS dengan Muhammadiyah.Kalo dulu NU dengan Muhammadiyah (masih ingat kan?).Saya kira, sudah saatnya kita menjadi orang yang dewasa,sabar dan mau berfikir.
    Kalo ada pepatah “Dua gajah bertarung,pelanduk mati ditengahnya”,maka ini terbalik “Dua pelanduk bertarung,maka gajah akan menginjak kedua pelanduk itu biar mampus sekalian”.
    Disini ada Amerika yang jelas mengadu domba dan akan mengobrak-abrik negeri yang kita cintai ini,Indonesia.
    Maka tidak ada yang melindungi negeri Indonesia ini kecuali dengan tegakknya Daulah Khilafah Rasyidah Ala minhaji Nubuwah yang akan dengan menengadahkan dadanya untuk melawan Amerika,melindungi seluruh rakyat Indonesia dengan segala perbedaan SARA-nya.
    Amerika paham betul bagaimana menghancurkan dan menjajah negeri ini,yaitu dengan mengeleminasi dua pilar bangsa ini yaitu umat Islam dan TNI.TNI sudah dipisahkan antara TNI dan Polri.Islam …?terlalu gampang untuk diadu domba.
    Ingat pepatah simbah(mungkin temennya daripada eyang kakung)yang berbunyi:
    Saiki jaman edan,sakbeja-bejane wong edan,isih beja wong kang eling lan waspada.(sekarang jaman edan,seberuntung-beruntungnya orang edan masih beruntung orang yang ingat dan waspada).
    Mungkin kita dituntut untuk ingat pada Allah dan waspada terhadap segala bahaya yang mengintai kita termasuk Amerika dan antek2nya tentunya.
    Wallahu a’lam.

  12. Umat Islam jangan mudah terprovokasi oleh segilintir orang yang tidak ingin umat islam di negeri ini bersatu dan kuat.

    Bagi provokator yang menginginkan adu domba umat islam, cepatlah bertaubat sebelum ajal tiba.

    Waspadalah sekenario Amerika sang zionis untuk memecah ukhuwah umat islam di Indonesia.

  13. haritsah gresik

    Engkang kawulo mulyaaken romo kyai haji Hasyim Muzadi,
    afwan yai, sejatinya saya telah menjadi warga NU selama 22 tahun. Alhamdulillah saya pernah mondok di lingkungan pesantren Langitan Tuban meski hanya belajar di bulan Ramadhan. kulo ngaos kalayan romo yai Faqih, sa’meniko kawulo mirengaken pengaosan injing meniko bab Daulah.
    Yang bisa saya dapat poinnya adalah memang indonesia saat ini telah di jajah oleh bangsa asing secara halus, bukan secara fisik, sehingga qita yang terlena dengan kenikmatan duniawi, tidak terasa dengan efek dari penyuntikan virus jajahan itu. Sa’meniko yai Faqih dawuh, “indonesia lan negeri2 islam sa’ndonyo bakal lepas teko jajahan Asing, nanging umat islam kabeh bersatu kalyan ikatan agomo islam lan kokoh dipimpin pemimpin islam ing siji negoro”.
    dawuhipun yai Faqih sa’meniko terus-menerus kulo fikir lan kulo coba mados jawabanipun.
    Alhamdulillah yai Hasyim, saaya sekarang sudah menmukan jawabannya. ikatan itu memang ikatan AQIDAH ISLAM yang ikatan itu sifatnya adalah transnasional,paten, gabisa di tawar-tawar lagi.Pemimpin itu adalah seorang KHALIFAH yang akan memimpin kaum muslim seluruhnya di dunua dalam bingkai NEGARA KHILAFAH.
    sebagai warga sesama muslim,saya pribadi dengan sepenuh hormat mengundang Yai HAsyim untuk hadir dan mensukseskan agena KONFERENSI KHILAFDAH INTERNASIONAL, AHAD 12 AGUSTUS, GELORA BUNG KARNO,08.00-SELESAI.
    MUDAH-MUDAHAN KITA ADALAH WARGA NU YANG MENDAPAT RIDHO DARI ALLAH, TERBUKA HATI KITA MENERIMA KEBENARAN INI.
    MARI YAI KITA HADIR DAN KERAHKAN SEMUA WARGA KITA
    ALLAHU AKBARR!!!!!!!!

  14. perlu kita pertanyakan kalau seorang pimp.sala satu kel. islam terbesar di indonesia ngga faham mana ideologi yang merusak dan yang tidak. ironis jika keyakinan kita kita anggap adalagi virus yang merusak dan sangat penomenal jika kita menuduh tanpa fakta yang jelas aku hanya ingin pertaNYAKAN APAKAH BENAR – BENAR TDK FAHAM ATAU ITU ADALAH PERNYATAAN PESANAN WAALLAHU ALAM
    madah-mudan allah memaafkan dan mengampuni dosa kita semua

  15. Alhamdullillah. Dah jelas semuanya

  16. Tapi apa betul negara2 penjajah seperti inggris membiarkan dan bahkan secara terselubung menyusupi gerakan2 islam transnasional tertentu untuk menjalankan kembali siasat pecah belah dan kuasai. Sehingga pada kenyataannya kita menyaksikan benturan2 antara gerakan2 islam tersebut. Apakah inggris, amerika dan negara penjajah lainnya dengan sengaja memancing di air keruh, karena mereka sadar dan tahu bahwa gerakan islam sangat berbahaya bagi mereka. Sehingga trik lama politik adu domba digunakan kembali untuk menguasai negara-negara eks jajahan mereka yang mayoritas islam. Kenapa gerakan2 islam ini tidak bersatu saja menghadapi akal licik kaum kafir penjajah ini. Bukankah cita-cita kita sama yaitu menegakkan islam sebagai rahmatan lil alamin ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*