Dunia kini laksana sebuah dusun kecil. Penyatuan berbagai bangsa merupakan sebuah keniscayaan. Namun, realitas menunjukkan umat Islam sekarang terpecah-belah. Kaum Muslim terkotak-kotak menjadi lebih dari 50 negara kecil-kecil. Antar negara itu pun terjadi pertentangan. Suriah dan Libanon masih bersitegang. Negara-negara Teluk membiarkan Irak digempur AS sendirian.
Khilafah Menyatukan Umat
Rasulullah saw. diutus untuk seluruh umat manusia. Wahyu yang dibawanya memiliki kemampuan menyatukan manusia. Semasa Beliau hidup, sejak berdirinya pemerintahan Islam pertama di Madinah, Islam mempersatukan dan mempersaudarakan berbagai suku dan bangsa. Berbagai kabilah/suku di Makkah yang dulu sering bertentangan dipersaudarakan dengan kalimat tauhid. Macam-macam suku di Madinah, termasuk suku Aus dan Khajraj yang ratusan tahun tak pernah berhenti bertikai, dipersatukan di bawah Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh. Makkah dan Madinah yang berbeda karakteristik, budaya dan adat kebiasaan pun dipadukan membentuk suatu masyarakat baru, masyarakat Islam. Karenanya, “Mereka membawa bukan hanya ideologi baru, tetapi juga mengilhami energi dan kepercayaan (confidence) yang sedemikian radikalnya mengubah manusia dan masyarakat dimana ia tinggal. Mereka melengkapi pengobar semangat buat abad baru dan kemajuan kebudayaan di peradaban, seni dan ilmu, material dan spritual.” (Abul Hasan an-Nadawi, Islam The Most Suitable Religion for Mankind: The Challenge of Islam).
Islam terus meluas. Pada masa Khalifah Abu Bakar, Kekhilafahan mencakup segenap semenanjung
Khilafah Islam bukan hanya sekadar menyatukan daerah Asia Barat tersebut, pada Masa Khalifah Umar negeri-negeri Syam dan Baitul Maqdis disatukan ke dalam Khilafah. Tahun 639 M Mesir dengan pelabuhan Alexandria di Afrika disatukan ke dalam Khilafah. Kebanyakan penduduk di
Pada masa Khilafah Umayah pula para seniman, arsitek dan ahli berbagai bidang lainnya didatangkan dari berbagai negeri. Para ahli ini dipakai untuk membangun dan memugar kota-kota bersejarah yang membawa corak kesenian campuran antara Islam,
Hal ini terus berlangsung. Pada masa Khilafah Abbasiyah dan Utsmaniyah berbagai bangsa disatukan. Jelaslah, sejarah mencatat Khilafah menyatukan umat manusia lintas suku, warna kulit, ras, bangsa, bahkan benua.
Faktor Keberhasilan
Realitas menyatunya umat dari berbagai suku, warna kulit, ras, bangsa, bahkan benua merupakan prestasi luar biasa. Belum ada dalam sejarah manusia yang berhasil mempersaudarakan bangsa-bangsa seperti ini. Islam memang memiliki faktor-faktor untuk itu. Pertama: Pengikat persatuan itu adalah akidah Islam. Ikatan ini merupakan ikatan hakiki. Betapa tidak. Akidah Islam memandang manusia sama di hadapan Allah Swt. Kata Nabi saw., tidak ada kelebihan orang Arab atas non-Arab, tidak ada kelebihan non-Arab atas bangsa Arab, kecuali karena takwa. Bahkan Allah menegaskan kemuliaan seseorang di sisi Allah bukan karena suku, ras, keturunan, warna kulit, atau tampak luar lainnya, melainkan hanya karena takwanya. Akidah Islam meniscayakan adanya berbagai suku bangsa, namun semuanya harus saling mengenal. Dengan ikatan seperti ini setiap bangsa yang disatukan ke dalam Islam berkedudukan sama. Tidak ada istilah pribumi dan pendatang. Karenanya, masyarakat siap dipimpin oleh siapapun dari bangsa manapun.
Kedua: Kesamaan visi dan misi antara rakyat dan penguasa. Karena pengikatnya sama maka tolok ukur antara rakyat dan penguasa (miqyas al-a‘mâl) juga sama, yaitu syariah Islam. Misi hidupnya juga telah ditetapkan oleh Allah, yakni untuk ibadah, dakwah dan jihad. Karenanya, persatuan yang dilahirkan bukan berasal dari kesamaan suku, warna kulit, atau ras melainkan karena kesadaran bahwa syariah Islam mewajibkan umat Islam menjadi ummah wâhidah sekaligus mengharamkan perpecahan.
Ketiga: Adanya institusi pemersatu, yakni Khilafah Islam. Selain akidah dan kesamaan visi misi, persatuan akan benar-benar direalisasi jika ada Khilafah yang menyatukan. Khilafahlah yang kala itu menyatukan umat Islam di benua
Keempat: Kemampuan menyelesaikan konflik internal dan menjadikan perbedaan sebagai perekat. Berbagai konflik terjadi, namun dapat diselesaikan. Perbedaan sikap sejak masa Abu Bakar pasca wafat Nabi saw., konflik Ali-Muawiyah, dsb dapat dituntaskan. Perbedaan tetap ada, tetapi kesatuan sebagai umat tetap diutamakan.
Kelima: Keberhasilan mensejahterakan seluruh rakyat. Faktor ini sangat penting. Sebab, tujuan keberadaan masyarakat Islam itu sendiri adalah menegakkan syariah di dalam kehidupan demi kesejahteraan masyarakat. Dalam bidang pendidikan, misalnya, masyarakat gratis sekolah. Sekadar contoh, Madrasah Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah al-Hakim Biamrillah pada tahun 395 H merupakan institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan yang dibuka untuk umum. Perpustakaannya juga difasilitasi dengan ruang studi, ceramah, dan ruang musik untuk refreshing bagi pembaca. Di al-Mustansyiriyah setiap siswa diberi beasiswa satu dinar sebulan. Ad-Dimsyaqy mengisahkan dari al-Wadliyah bin Atha’, bahwa Umar bin al-Khathab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di
Berdasarkan kenyataan tersebut, jelaslah hanya Khilafah yang dapat menyatukan umat manusia dari berbagai suku, ras, etnis, warna kulit, bahkan agama. Tanpa itu, persatuan dan perdamaian dunia hanyalah omong-kosong. Karenanya, adanya Khilafah benar-benar merupakan kebutuhan sekaligus tuntutan sejarah kemanusiaan. [MR Kurnia]