Muhammad Ismail Yusanto, (dimuat di KoranTempo, 22 Agustus 2007)
Meski dihadang berbagai rintangan, Konferensi Khifalah Internasional (KKI) yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 12 Agustus, yang bertepatan dengan 28 Rajab lalu, berlangsung dengan sangat sukses. Lebih dari 100 ribu peserta dari seluruh pelosok Indonesia dengan beragam latar belakang, bahkan dari sejumlah negara, hadir memenuhi setiap kursi yang tersedia di Gelora Bung Karno, Jakarta. Seluruh rangkaian acara mengalir lancar.
Tiga pembicara dari luar negeri: Profesor Dr Hassan Ko Nakata (guru besar Doshisha University, Kyoto/Presiden Asosiasi Muslim Jepang), Dr Salim Atcha (Hizbut Tahrir Inggris), dan Syekh Usman Abu Khalil (Hizbut Tahrir Sudan), menyampaikan materi dalam konferensi, dilengkapi oleh lima pembicara dari dalam negeri, yakni Profesor Dr Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah/Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia), Aa Gym (PP Daarut Tauhid, Bandung), KH Amrullah Ahmad (Ketua Umum Syarikat Islam), dan Tuan Guru Turmudzi (Syuriah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat) serta KH Tohlon (MUI Sumatera Selatan).Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa konferensi akan berubah menjadi gerakan politik yang akan memicu anarkisme massa tidaklah terbukti, karena acara itu memang tidak dimaksudkan untuk hal itu. Dari awal hingga akhir, semua peserta mengikuti acara dengan tertib. Dalam sambutan selamat datang, saya sebagai juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia menegaskan bahwa KKI dilaksanakan semata sebagai medium untuk meneguhkan komitmen umat Islam terhadap perjuangan penegakan syariah dan khilafah, bukan sebagai ajang deklarasi partai, apalagi deklarasi khilafah. Juga bukan sebagai aksi unjuk kekuatan atau kebesaran.Khilafah adalah sistem politik Islam untuk menerapkan syariat Islam dan menyatukan umat Islam seluruh dunia. Dalam sejarahnya yang membentang lebih dari 1.400 tahun, khilafah atau sultan atau imam (tiga istilah yang mengandung pengertian yang sama) dengan segala dinamikanya, termasuk dengan kelemahan dan kekurangannya, secara praktis telah berhasil menyatukan umat Islam seluruh dunia dan menerapkan syariah Islam sedemikian sehingga kerahmatan Islam yang dijanjikan benar-benar dapat diwujudkan.
Dr Ali Muhammad al-Shalabi dalam kitab Al-Daulah al-Utsmaniyah, ‘Awamilu al-Nuhud wa Asbabu al-Suqut menggambarkan dengan sangat jelas peran kekhilafahan ini dalam melanjutkan kegemilangan peradaban Islam yang telah dibangun oleh para khulafa sebelumnya. Tak aneh bila Paul Kennedy dalam The Rise and Fall of the Great Powers: Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, menulis: Empirium Utsmani, dia lebih dari sekadar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elite yang telah mampu membentuk satu kesatuan iman, budaya, dan bahasa pada sebuah area yang lebih luas daripada yang dimiliki oleh Empirium Romawi serta untuk jumlah penduduk yang lebih besar. Dalam beberapa abad sebelum tahun 1500, dunia Islam telah jauh melampaui Eropa dalam bidang budaya dan teknologi. Kota-kotanya demikian luas, terpelajar, perairannya sangat bagus. Beberapa kota di antaranya memiliki universitas dan perpustakaan yang lengkap dan memiliki masjid yang indah. Dalam bidang matematika, kastografi, pengobatan, dan aspek-aspek lain dari sains dan industri, kaum muslimin selalu berada di depan.
Maka tepat sekali bila Imam Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad fi al-I’tiqad menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan khilafah bagaikan dua sisi dari satu mata uang dengan menyatakan, “Al dinu ussun wa al-shultanu harisun–agama adalah tiang dan kekuasaan adalah penjaga”. “Wa ma la ussa lahu fa mahdumun wa ma la harisa lahu fa dha’i–apa saja yang tidak ada asasnya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang”.
Tapi, pada 28 Rajab 86 tahun lalu, sejarah khilafah berakhir. Kemal Pasha, politikus keturunan Yahudi dengan dukungan pemerintah Inggris, secara resmi meng-abolish (menghapuskan) kekhilafahan, yang waktu itu berpusat di Turki. Dengan hancurnya payung dunia Islam itu, umat Islam hidup bagaikan anak ayam kehilangan induk, tak punya rumah pula. Maka tak berlebihan kiranya bila para ulama menyebut hancurnya khilafah sebagai ummul jaraaim (induk dari segala kejahatan), karena memang semenjak itu dunia Islam terus didera berbagai krisis. Umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di segala bidang kehidupan, baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik maupun sains dan teknologi. Yang tampak kini hanyalah sisa-sisa kejayaan Islam di masa lalu.
Secara fisik, setelah runtuhnya kekhilafahan, wilayah Islam yang dulu terbentang sangat luas, mencakup seluruh Jazirah Arab, Afrika bagian utara, sebagian Eropa, Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Selatan, terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil. Secara intelektual, umat Islam mengalami peracunan Barat. Aneka paham yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti sekularisme, liberalisme, dan pluralisme agama, menyebar bagai virus yang mematikan, yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak umat.
Setelah itu, bertubi-tubi umat Islam didera berbagai persoalan. Di pentas dunia, umat Islam di Palestina masih harus terus hidup dalam penderitaan akibat penjajahan Israel. Begitu juga di Irak, Afganistan, dan di tempat lain. Sementara itu, di dalam negeri, kondisi umat Islam Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, lebih dari 100 juta penduduk jatuh ke jurang kemiskinan, puluhan juta menganggur, jutaan anak-anak harus putus sekolah, dan jutaan lainnya mengalami malnutrisi. Adapun kriminalitas meningkat di mana-mana. Ditambah dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat, membuat hidup terasa sangat menyesakkan. Tentu, bagian terbesar dari mereka yang saat ini tengah menderita adalah juga umat Islam.
Kenyataan di atas makin menegaskan bahwa umat Islam memang amat mundur. Keadaannya kurang-lebih sama dengan sinyalemen Rasulullah 14 abad yang lalu dalam hadis riwayat Imam Ahmad: umat yang jumlahnya lebih dari 1,5 miliar jiwa dicabik-cabik bagai makanan oleh orang-orang rakus tanpa rasa takut dari berbagai arah.
Reaksi pro dan kontra memang mengiringi acara konferensi ini, baik sebelum maupun sesudahnya. Yang pro mengatakan bahwa khilafah, di samping memang adalah ajaran Islam dan pernah terwujud dalam kurun waktu yang sangat panjang di masa lalu, diperlukan untuk menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam sedunia yang kini terpecah belah. Lagi pula khilafah bukanlah barang baru untuk Indonesia. Sejarah dakwah Islam di Indonesia adalah sejarah peran khilafah dalam menyebarkan Islam di negeri ini, baik melalui para sultan maupun para pendakwah. Sebagian walisongo adalah utusan langsung para khalifah. Sementara itu, yang kontra mengatakan bahwa ide khilafah bertentangan dengan pluralitas dan tidak sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Dakwah HTI, termasuk penyelenggaraan KKI, dilakukan demi Indonesia di masa mendatang yang lebih baik. Dalam pandangan HTI, problem rakyat, bangsa dan negara ini khususnya, serta umat Islam di seluruh dunia pada umumnya, dipicu oleh sistem sekularistik dan terpecahbelahnya umat Islam. Indonesia diyakini akan bisa meraih kemuliaan bila kepadanya diterapkan syariah sebagai ganti dari sekularisme yang telah terbukti gagal membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, dan umat bersatu kembali di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Inilah dua substansi penting dari ide khilafah, yakni untuk tegaknya syariah dan terwujudnya ukhuwah. Bila hancurnya khilafah disebut sebagai ummul jaraaim, diyakini bahwa tegaknya kembali syariah dan khilafah akan menjadi pangkal segala kebaikan, kerahmatan, dan kemaslahatan, termasuk bagi Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, ide khilafah sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan baru (neokolonialisme), yang nyata-nyata sekarang tengah mencengkeram negeri ini, yang dilakukan oleh negara besar. Hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi secara sepadan. Karena itu pula, konferensi ini bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata dari HTI dalam berusaha mewujudkan kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk penjajahan yang ada.
Mengenai nilai-nilai kebangsaan, bila yang dimaksud adalah komitmen terhadap keutuhan wilayah, HTI berulang menegaskan penentangannya terhadap gerakan separatisme dan segala upaya yang akan memecah belah wilayah Indonesia. Bila nilai kebangsaan artinya adalah pembelaan terhadap kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia, HTI berulang juga dengan lantang menentang sejumlah kebijakan yang jelas-jelas bakal merugikan rakyat Indonesia, seperti protes terhadap pengelolaan sumber daya alam yang lebih banyak dilakukan oleh perusahaan asing atau penolakan terhadap sejumlah undang-undang, seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, dan UU Penanaman Modal, yang sarat dengan kepentingan pemilik modal. Karena itu, salah besar bila menuduh bahwa HTI dengan KKI tidak peduli pada nilai-nilai kebangsaan. Tapi, bila nilai kebangsaan artinya adalah kesetiaan terhadap sekularisme, dengan tegas HTI menolak karena justru sekularisme inilah yang telah terbukti membuat Indonesia terpuruk seperti sekarang ini. Maka benar sekali fatwa MUI pada 2005 yang mengharamkan sekularisme.
Muhammad Ismail Yusanto, JURU BICARA HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Sumber : http://www.korantempo.com (Opini, Rabu, 22 Agustus 2007)
Mereka yang bilang Khilafah mengancam NKRI…kayaknya harus diklat dulu deh tentang Khilafah.Tp kalau sudah dijelasin mereka tetap ngotot…tinggal kita buktiin aja kalau Khilafah dah berdiri…pasti mereka hanya bisa diam!
Ya Allah,
satukanlah hati dan langkah orang2 yang beriman kepadaMu
untuk berjuang bersama
demi diterapkannya syariah
dan ditegakkannya khilafah
amien
Pro dan kontra dalam perjuangan adalah hal yang lumrah sebagaimana adanya kebaikan dan keburukan.
siapa yang menolak kebaikan berarti mendukung keburukan.
siapa yang menolak khilafah yang akan membawa kebaikan berarti mendukung keburukan bagi indonesia dan umat manusia.
Persatuan umat islam akan terwujud hanya dengan syari’ah dan khilafah.
Awas provokator komprador yang tidak ingin umat islam bersatu dan kuat.
Mari kita tegakkan bersama Khalifah Islam demi mendapatkan kebaikan Allah baik di dunia maupun di akhirat
Tiada Tuhan selain Allah, tiada aturan yang sempurna kecuali aturan dari Allah, yaitu Islam.
ASS…
nuwunsewwu mas mas lan sederek sedoyo…numpang lewat
sebab sebab kemunduran dunia islam ini dapat kita
kembalikan pada satu hal, yaitu lemahnya pemahaman umat
terhadap islam yang teramat parah, yang merasuk kedalam
pikiran kaum muslim secara tiba tiba. maka dari itu KOMPAS
memohon dengan sangat pada jenengan sdoyo aktivis HTI untuk
membina umat dengan metode rasul yang ideologis tanpa ada
embel2. sehingga harapanya umat akan memiliki pemahman yang
kaffah tentang islam – yang secara otomatis akan merindukan
kehidupan mulia islam dengan naungan khilafah islamiyah…
matur nuhun
(KOMPAS)
Assalamu’alaikum
Allohu akbar… la wong kito ini kan ..orang islam, yo seharusnya sadar donk dengan peraturan secara islami, la kalau kita islam tak mau menerapkan hukum islam namanya belum islam yang sesungguhnya yuk…kita umat islam yang sudah islam masuk islam secara keseluruhan, karena bila kita sudah masuk secara keseluruhan tidak perlu dipanggil kembali untuk menerapkan syariat islam.
Dengan telah terselenggarannya KKI yuk…kita satukan kembali komitment kita untuk bersatu mengedepankan syariah dalam kehidupan kita, dan mari kita tegakkan kembali khilafah islamiyah.
Ya, eyang harap, demi Indonesia tapi lillâhi ta’âla. Artinya, kalo tegak di negeri lain & tdk brdiri di Indonesia pun gpp. Iya, toh?
(…walhasil, siapken dakwah utk pnggabungan…)
Saya heran kalau ada yang menuduh HTI akan membubarkan NKRI itu, Apa para penenuduh itu tidak pernah tahu sepak terjang HTI yang begitu serius menentang Separatisme dan penjajaha asing di negeri ini. Saya masih ingat ketika ormas dan lembaga lain diam terhadap upaya melepaskan dirinya Tim-tim dari NKRI, ternyata HTI dengan tegas menyampaiakan kepada publik bahwa Tim-tim tidak boleh lepas dari NKRI. banyak lagi sepak terjang teman-teman HTI dalam menentang sparatisme seperti di Aceh, papua dan RMS.
Malah saya melihat sebaliknya suara penuduh ketika Timtim lepas atau ketika UU yang sarat dengan intervensi asing itu disahkan DPR tidak terdengar…, kemana suara mereka??
Akhi, Memang tidak aneh jika kita ingin medirikan kebenaran, menyampaikan Isi Al Quran banyak sekali rintangannya. Mulai dari keluarga, lingkungan dan masih banyak faktor lain. Namun kita yakin bahwa Kebenaran adalah kebenaran dan kebatilan adalah kebatilan. kebenaran pasti akan mengalahkan kebatilan… Mari kita jadikan diri kita uswah untuk keluarga, tetangga dan lingkungan dekat dan jauh kita, seperti di contohkan oleh Rasulullah SAW. Amin…
ada adagium terkenal di kalangan pakar hukum Barat: “kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan sedangkan hukum tanpa kekuasaan adalah angan2.”
orang kafir aja mengakui kok kalau hukum & kekuasaan tak bisa dipisahkan.hukum mutlak butuh kekuasaan sebagai alat pemaksaan yang legal.
kalau orang islam percaya bahwa Islam pun memiliki setumpuk hukum, kenapa banyak di antara mereka yg masih menolak entitas kekuasaan Islam (Daulah Khilafah)? padahal keberadaan hukum2 itu sendiri telah jelas menjadi pernyataan akan kewajiban penerapannya.
sampai kapan lagi kita ingin hidup dalam angan2 dan bayangan hukum Islam? apa tak mau hukum Islam menjadi benar2 kenyataan?
susah juga bicara pada manusia.
Assalamu’alaikum wr.wr.
Hisbut Tahrir ikut pada 2009 nanti?
assalamualaikum Wr Wb,
dimana bisa mendapatkan bendera ar roya dan al liwa???
saya sangat mencintai rosul,
saya sangat menginginkannya.
subhannallah
alhamdulillah.
wasalamualaikum.
silih berganti pemimpin di negeri ini sejak 1945 dan tiap muncul pemimpin baru, terbit pula harapan-harapan baru yang ternyata tak kunjung terwujud… cukuplah nyata usaha2 antum membawa cahaya itu yang akan kembali menerangi negeri-negeri, salam..