Ide Asas Tunggal Dinilai sebagai Sebuah Kemunduran

ruu partai politik

Jakarta, Kompas – Munculnya kembali pemikiran tentang asas tunggal Pancasila dalam pembahasan RUU Partai Politik dinilai sebagai kemunduran, apalagi Pancasila memang dianggap belum memadai untuk mengatur kehidupan bangsa ini karena tidak operasional.  Pada tataran operasional inilah, sebenarnya seluruh anak bangsa bisa mengajukan proposal pemikiran dan memperdebatkan cara yang paling pas untuk kemajuan bangsa.

Pemikiran ini terungkap dalam diskusi bulanan Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan di Jakarta, Senin (24/9). Forum diskusi bertema “Kembali ke Asas Tunggal untuk Apa ini?” menghadirkan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Idrus Marham, anggota Panitia Khusus RUU Parpol PDI-P Idham, Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakiem, dan Juru Bicara Hizbuth Tahrir Indonesia Ismail Yusanto sebagai pembicara.

“Kita menyaksikan, antara falsafah negara dan pembuatan UU, tidak sinkron. Tampaknya, ada sistem operasional lain yang mengilhami pembuatan UU, yaitu kapitalisme. Jadi, ada keterputusan logika,” ujar Ismail.

Menurut dia, kekacauan bangsa ini tidak cukup diselesaikan dengan menerapkan asas tunggal. Pemikiran seperti ini jelas ahistoris dan tidak rasional. “Karena bangsa ini perlu aturan yang lebih operasional dan konkret. Hizbuth Tahrir menawarkan Syariah Islam sebagai solusinya,” ujarnya.

Idham menyatakan, PDI-P juga tidak setuju dengan asas tunggal yang pada masa Orde Baru telah membelenggu kebebasan dalam berbangsa. Menurut dia, PDI-P sebenarnya tidak pernah risau tentang asas yang akan dipakai partai politik. “PDI-P ingin mendudukkan persoalan asas ini dalam tataran nasional yang bisa diformulasikan secara tegas dalam kehidupan berbangsa,” ujarnya. Idrus sepakat perlunya interpretasi Pancasila agar nilai mendasarnya bisa operasional. Antar anak bangsa bisa berdebat secara konseptual untuk mencari jalan agar Pancasila operasional.

Idrus mengakui, pada masa lalu Pancasila dipakai sebagai ruang yang membatasi ideologi lain. Itu sebabnya pada masa depan, interpretasi Pancasila sebagai asas bersama harus bisa menjadi kesadaran bersama agar dalam melihat suatu masalah bisa obyektif dan rasional.

Kholil Ridwan, seorang peserta diskusi, mengingatkan, orang Islam yang jadi wakil di DPR seharusnya bisa selalu hadir dalam perjuangan Islam. (MAM)

Sumber: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/25/Politikhukum/3866716.htm

4 comments

  1. iman ti bandung

    Kita menyaksikan, antara falsafah negara dan pembuatan UU, tidak sinkron. Tampaknya, ada sistem operasional lain yang mengilhami pembuatan UU, yaitu kapitalisme. Jadi, ada keterputusan logika,”

  2. Terlihat sudah orang2 yang mengaku paling indonesianis, paling pancasilais, paling nasionalis, frustasi dengan kebangkitan islam di Indonesia. Sudah saat umat islam yang merindukan tegaknya syariah dan khilafah merapatkan barisan untuk melindungi umat islam yang lemah yang banyak dimanfaatkan oleh orang2 sekuler liberalistik yang mengusung ide asas tunggal.

  3. Sebetulnya kalau mau diteliti… palsafah Kebangsaan dan Pancasila menjadi meteri pokok dari pelatihan-pelatihan disetiap departemen.. karena belum ada perubahan dalam UU Departemen Pendayaan Aparatur Negara (Def PAN), tetapi sampai saat ini apa yang dihasilkan bagi penyelenggaraan Negara di era Repormasi ini ?… permasalahan dan Korupsi, ketidak efisien Pekerjaan dan anggaran.. dan segala permasalahan yang menumpuk dalam penyelenggaraan negara Indonesia… sungguh ironis dan betul-betul kebodohan intelektual kalau ada wacana untuk kembali kepada Asas Tunggal…. Bapak-bapak yang di DPR cobalah tengok sejarah rumusan pendirian Negara Republik Indonesia… diantara mereka banyak yang menyeruakan untuk diterapkannya Syariat Islam, Implementasi dari penyuaraan itu adalah adanya Piagam Jakarta… jadi berfikirlah dengan jernih… Syariat Islam tidak A Histori dan tidak akan menghancurkan NKRI… justru NKRI sedang diambang kehancuran.. maka hanya Syariat Islam yang bisa menyelamatkan NKRI… Saya Yakin kehidupan pribadi Bapak dan Keluarga Bapak dipenuhi problematika kesempitan dan keterbelengguan, Karena ALLAH telah mempersempit penghidupan orang-orang yang Kufur (Maisyatan Dongka)… jadi untuk menyelamatkannya hanya kebali kepada jalan ALLAH..

  4. tegakan kembali syariah islam, itu yg akan memperbaiki bangsa ini hanya satu tidak ada mamda lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*