Syariah dan Khilafah Menyelamatkan Indonesia

yoyokthumb.jpgIndonesia memiliki posisi geografis yang strategis karena menjadi pintu yang menghubungkan pusat-pusat perdagangan dan industri dunia seperti kawasan Asia Timur (Jepang, Korea dan China) dan Amerika dengan kawasan Afrika, Timur Tengah dan Eropa melalui jalur laut. Posisi Indonesia juga strategis bagi jalur mobilitas militer dunia. Posisi Indonesia pun strategis terkait dengan satelit geostasioner yang berhubungan erat dengan telekomunikasi dunia. Dengan semua itu pada akhirnya posisi Indonesia secara geopolitik sangat strategis dalam perdagangan dan percaturan politik dunia.

Indonesia juga secara ekonomi sangat potensial dengan kekayaan alam, jumlah tenaga kerja sekaligus pasar yang besar. Bagi Barat dengan ideologi Kapitalismenya, menjadi sangat penting untuk memperpanjang imperialismenya terhadap Indonesia. Imperialisme dan hegemoni Barat begitu kuat di negeri ini, terutama secara ideologi, namun tidak secara langsung disadari oleh bangsa ini. Di sini Barat, khususnya AS dan Eropa, sangat berkepentingan untuk memastikan Indonesia tetap mengadopsi Kapitalisme. Dengan begitu, Indonesia akan terus menjadi pengikut setia Barat dan akan dengan ringan mengikuti segala arahan Barat yang dianggap sebagai pemimpin dan contoh.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Barat sangat mengerti bahwa Islam bukan seperti agama lainnya yang hanya bersifat spiritual; Islam sekaligus juga agama yang bersifat politik. Barat paham betul bahwa Islam merupakan ideologi. Karena itu, Barat paham betul bahwa Islam merupakan rival bagi Kapitalisme yang mereka usung. Bagi Barat, yang mengancam ideologi Kapitalisme sekaligus bakal menghentikan imperialisme dan segala kepentingan mereka adalah Islam sebagai sebuah ideologi. Selama Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar tetap jauh dari Islam sebagai sebuah ideologi, maka selama itu pula Indonesia tidak akan menjadi ancaman bagi Barat. Karena itulah Barat selalu berusaha memastikan agar kaum Muslim Indonesia tetap jauh dari ideologi Islam dan tetap mengadopsi sekularisme.

Seruan penerapan syariah dan Khilafah tidak lain merupakan cerminan dari bangkitnya kembali ideologi Islam itu. Setiap seruan penerapan syariah Islam akan dianggap sebagai ancaman bagi Barat. Karena itu, ketika seruan penerapan syariah dan Khilafah mencuat di Indonesia, Barat semakin memperhatikan Islam di Indonesia. Konferensi Khilafah Internasional 12 Agustus lalu yang diorganisasikan oleh HTI dan dihadiri oleh 100.000 lebih kaum Muslim dari berbagai lapisan dan golongan seakan telah membunyikan sirine ancaman bagi Barat. Presiden AS George Bush, Presiden Prancis Sarkozy, dan beberapa pejabat Barat pun mengungkapkannya tidak lama berselang pasca Konferensi Khilafah Internasional itu.

Anggapan tentang ancaman syariah dan Khilafah itu diintrodusir ke Indonesia dan disuarakan melalui kaum Muslim Indonesia sendiri. Lalu muncullah anggapan bahwa syariah mengancam Indonesia. Anggapan semacam ini hakikatnya muncul dari Barat. Anggapan itu lebih sebagai isapan jempol belaka. Sebenarnya, syariah dan Khilafah bukan mengancam Indonesia, tetapi mengancam penjajahan, dominasi dan kepentingan Barat di Indonesia. Dari sisi ini, ungkapan tokoh Muslim di Indonesia bahwa syariah menjadi ancaman bisa dilihat lebih merupakan perpanjangan anggapan Barat. Kalaupun dianggap ancaman, maka mungkin saja merupakan ancaman bagi kepentingan pribadi mereka yang selama ini menangguk keuntungan dari situasi yang ada atau dari penerapan Kapitalisme di Indonesia, atau ancaman bagi ideologi Kapitalisme yang selama ini mereka usung hingga mereka pun merasa terancam.

Bagaimana bisa Islam, akidah dan syariahnya, yang dinyatakan oleh Allah sendiri akan memberikan kehidupan (QS al-Anfal [8]: 24) dan mendatangkan rahmat (QS al-Anbiya’ [21]: 107) dianggap sebagai ancaman? Bagaimana mungkin syariah Islam, risalah yang akan membebaskan manusia dari penghambaan dan perbudakan kepada manusia lain, justru dianggap ancaman? Karena itu, jelas anggapan itu akan muncul dari pihak penjajah karena syariah Islam akan memupus dan menghentikan penjajahannya.

Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, syariah Islam tidak akan pernah menjadi ancaman. Sebaliknya, syariah Islam justru akan menyelamatkan dan membebaskan Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik.


Syariah Islam: Menyelamatkan Indonesia dan Memupus Penjajahan

Pernyataan ini bukan pepesan kosong dan sekadar klaim. Senyatanya syariah Islam akan mampu menyelamatkan Indonesia dan memupus penjajahan. Ambil contoh kasus: masalah pengerukan kekayaan alam oleh asing atau swasta; dominasi pemilik modal dalam kehidupan bernegara; intervensi asing lewat ideologi maupun UU, penjajahan budaya, dan jebakan utang. Bagaimana penerapan syariah Islam bisa membebaskan Indonesia dari semua itu?

Eksploitasi kekayaan alam yang ada selama ini didominasi oleh (swasta) asing. Hasilnya lebih banyak mengalir ke luar negeri dan memakmurkan asing. Sebaliknya, rakyat lebih banyak melongo dan mendapatkan remah-remahnya saja. Padahal merekalah pemilik kekayaan alam itu. Syariah Islam akan bisa memupus semua itu. Hal itu karena syariah menetapkan kekayaan itu sebagai milik umum/bersama seluruh rakyat. Kekayaan alam itu bukan dan tidak boleh dimiliki oleh negara, swasta apalagi asing. Negara dalam ketentuan syariah hanyalah pihak yang mengelola kekayaan alam itu sebagai wakil dari rakyat. Hasilnya, semuanya dikembalikan kepada rakyat; misalnya dalam bentuk berbagai pelayanan dan fasilitas.

Saat syariah diterapkan maka konsesi atas eksploitasi kekayaan alam yang sudah dibuat oleh sistem sebelumnya wajib dibatalkan dan selanjutnya pengelolaan kekayaan alam itu diletakkan di bawah negara sebagai wakil dari rakyat. Dengan ketentuan tentang kepemilikan umum dan pengelolaannya itu, maka eksploitasi kekayaan alam bisa dibebaskan dari cengkeraman asing (swasta) dan diselamatkan untuk kesejahteraan rakyat dan generasi yang akan datang.

Di negara-negara yang mengadopsi demokrasi kapitalis, termasuk negeri ini, sering kebijakan negara lebih banyak berpihak kepada para pemilik modal; ambil contoh UU SDA, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, penghapusan subsidi, dsb. Hal itu karena demokrasi senyatanya adalah sebuah industri politik. Untuk menjalankan roda demokrasi itu perlu biaya besar. Di situlah para pemilik modal tampil menyediakan biaya bagi para politisi yang berlaga di panggung industri politik tersebut. Dengan jalan itu, para pemilik modal itu berlaku layaknya komisaris atau pemilik modal, sementara para politisi bertindak sebagai para direktur atau manajemen yang menjalankan industri politik itu.

Syariah Islam saat diterapkan akan menghilangkan fenomena seperti itu. Syariah akan mengganti sistem politik dari sistem politik demokrasi dengan sistem politik Islam. Sistem politik Islam tidak akan menjelma menjadi industri politik, karena rendah biaya, dan para politisi, khususnya wakil rakyat di Majelis Umat, tidak memiliki wewenang membuat hukum dan undang-undang. Pemilihan mereka tidak lain untuk menjalankan fungsi muhâsabah (koreksi, kritik) dan menyampaikan pendapat kepada penguasa (Khalifah). Dengan demokrasi di-off kan, lalu digantikan dengan sistem politik Islam, maka dominasi para pemilik modal bisa dipupus. Dengan penggantian sistem politik itu, intervensi (asing) dengan jalan uang juga bisa dihalangi.

Segala bentuk intervensi asing, dengan penerapan syariah, akan bisa diblok. Intervensi melalui ideologi tidak bisa jalan karena secara syar‘i haram mencari sistem hidup (ideologi) dari luar Islam (QS Ali Imran [3]: 85). Intervensi melalui politik pun ditutup dengan larangan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk mengintervensi dan mengendalikan kaum Muslim (QS an-Nisa’ [4]: 141). Intervensi melalui UU juga tidak akan bisa jalan. Sebab, dalam sistem syariah, wakil rakyat tidak berhak membuat undang-undang dan yang menjadi patokan adalah syariah, yakni hukum yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah. Legislasi hukum atau UU oleh Khalifah pun tidak boleh menyalahi al-Quran dan as-Sunnah dan harus melalui proses istinbâth hukum yang benar. Karenanya, legislasi hukum (UU) tidak akan bisa dilakukan sesuai dengan kehendak Khalifah atau pihak lain apalagi asing.

Dengan syariah, intervensi melalui jebakan utang luar negeri juga bisa dihindari. Sebab, syariah hanya membolehkan utang luar negeri dengan syarat tanpa riba (bunga) dan tidak bisa menjadi jalan untuk intervensi dan mengendalikan kaum Muslim.

Selama ini, akibat penerapan sistem Kapitalisme serta adanya dominasi pemilik modal dan intervensi asing, yang muncul adalah banyaknya kebijakan yang memiskinkan rakyat dan sebaliknya, lebih menguntungkan pemilik modal dan asing. Dengan penerapan syariah semua itu bisa dihentikan, seperti penjelasan di atas. Selanjutnya, sistem ekonomi Islam diterapkan, dan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat diberlakukan, karena keberadaan penguasa memang untuk mengurusi dan memelihara kepentingan rakyat. Ibn Umar menurutkan, Rasul saw. pernah bersabda:

اْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukari dan Muslim).

Syariah pun akan bisa membebaskan Indonesia dari penjajahan budaya. Hal itu terjadi dengan penerapan sistem pergaulan Islam.


Apa yang Kita Perlukan?

Penerapan syariah hanya akan sempurna melalui jalan umat, yaitu ketika umat menghendaki penerapan syariah dan menyerahkan kekuasaan kepada seorang khalifah untuk menjalankan penerapan syariah. Itu hanya akan terjadi ketika umat telah memiliki kesadaran ideologi Islam sekaligus memahami kewajiban untuk menerapkannya.

Di samping itu, umat harus sadar politik. Umat harus menyadari bagaimana seharusnya urusan mereka diatur dan kemaslahatan mereka dipelihara. Umat harus paham bahwa selama ini kepentingan, kemaslahatan dan hak-hak mereka telah dirampas oleh sistem Kapitalisme dan para punggawanya. Di samping itu, umat, khususnya para aktivisnya, harus memiliki kepekaan akan segala strategi dan makar musuh-musuh Islam untuk membendung penerapan syariah.

Adanya kesadaran ideologi akan menuntun kepentingan mana yang harus diutamakan. Penerapan syariah Islam dengan sendirinya akan menjadi kepentingan bersama (common interest) di atas segala kepentingan lainnya, baik kelompok apalagi pribadi. Dengan tuntutan ideologi pula, umat ini akan memiliki kesatuan visi dan misi, yaitu visi dan misi penerapan ideologi atau penerapan syariah dalam sistem Islam (Khilafah). Kesadaran ideologi dan politik itu juga akan menjelaskan siapa sejatinya yang menjadi musuh, tidak lain adalah musuh-musuh ideologi Islam, yaitu kaum kafir dan ideologi kufur. Jadi, musuh sejati umat bukanlah syariah dan para aktivisnya, tetapi kaum kafir dan ideologi kufur (Kapitalisme dan Sosialisme).

Islam menegaskan bahwa sesama Mukmin adalah bersaudara. Ini artinya kaum Mukmin itu bukan musuh satu sama lain, meski berbeda pendapat. Muslim yang terlihat menentang syariah dan menganggap syariah sebagai ancaman pun tetap bukan musuh, melainkan saudara seiman. Namun, bisa jadi mereka tersilaukan oleh ideologi dan kemajuan Barat, kepentingan sendiri atau bisa jadi “salah memilih jalan”. Justru karena itu, mereka adalah saudara kita yang harus diingatkan, disadarkan dan diselamatkan dari semua itu. Karena itu, umat, khususnya para aktivis, tidak selayaknya terperangkap oleh politik pecah-belah dan adu-domba kaum kafir sehingga menganggap aktivis lain, apalagi pejuang syariah, sebagai rival atau musuh. Musuh bersama (common enemy) umat ini adalah kaum kafir dan ideologi kufur. Karena itu, ukhuwah di tengah-tengah umat harus dipererat. Komunikasi dan tafâhum (saling memahami) harus senantisa dijalin.

Penyadaran dan pemahaman umat akan ideologi harus terus dan semakin gencar dilakukan. Ini artinya, kampanye syariah Islam harus makin diperhebat. Dakwah, termasuk di dalamnya pencerdasan politik umat, harus berlangsung tiada henti. Dengan semua itu mudah-mudahan Allah segera memenuhi janji-Nya dengan menurunkan pertolongan kepada umat ini dengan diterapkannya syariah dan tegaknya Khilafah. Mudah-mudahan, itu dimulai dari negeri ini, Indonesia, sehingga dengannya Indonesia segera bisa diselamatkan dan dibebaskan.

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

One comment

  1. WARUNG MIRING PINGGIR ITATS

    Dalam sejarah pengembangan Islam Indonesia, peran khilafah Ustmaniyah juga amat menonjol. Banyak ulama, termasuk sebagian yang dikenal sebagai Wali Songo, dikirim oleh khalifah. Dia turut membantu kesultanan Aceh melawan penjajah Portugis saat itu. Dalam buku Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar Raniri disebutkan, Kesultanan Aceh menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur dari khilafah Utsmaniyah.
    maka GAK MENUTUP KEMUNGKINAN KALO PADA DEKADE INI PROBLEM CRUSIAL NEGARA KITA BAKAL TERSELESAIKAN DENGAN KHILAFAH ISLAMIYAH…
    INSYA ALLAH…MAKANYA BURUAN BANGKIT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*