Refleksi Akhir Tahun 2007
HIZBUT TAHRIR
Nomor: 123/PU/E/12/07
Selamatkan
Menuju
Tahun 2007 sebentar lagi akan berakhir, dan fajar tahun 2008 segera menyongsong. Banyak peristiwa sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap 8 isu terhangat di tahun 2007, Hizbut Tahrir
1. Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat
Selama tahun 2007, kondisi kesejahteraan rakyat secara umum masih memprihatinkan. Jumlah rakyat miskin masih cukup banyak, dan tidak mengalami perubahan secara signifikan meski berbagai usaha telah dilakukan. Malah menurut BPS, jumlah rakyat miskin di tahun 2006 meningkat menjadi 39,05 juta orang dari tahun sebelumnya yang berjumlah 35 juta orang. Di tahun 2007, meski pemerintah melalui BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin turun menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama periode bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2007, tapi Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia tetap di atas 100 juta orang atau 42,6%. Ini didasarkan pada perhitungan penduduk yang hidup dengan penghasilan di bawah USD 2/hari/orang, dari jumlah penduduk Indonesia 232,9 juta orang pada 2007 dan 236,4 juta orang pada 2008.
Karena itu, penurunan data kemiskinan yang dibuat pemerintah itu layak diragukan banyak kalangan karena tidak ada satu pun argumen yang memuaskan rasional ekonomi, yang dapat menjelaskan mengapa angka kemiskinan bisa dikatakan turun. Apalagi kalau digunakan indikator yang sering dijadikan acuan dalam peningkatan kualitas hidup, yakni bidang-bidang ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan dan perumahan, tampak bahwa kesejahteraan rakyat
Dari data-data di atas sebenarnya sangat sulit diterima bahwa telah terjadi penurunan angka kemiskinan. Terlebih lagi masalah utamanya memang bukanlah sekadar naik turunnya jumlah orang miskin, melainkan bahwa negeri ini telah lebih dari 60 tahun merdeka dengan kekayaan alam yang demikian melimpah, tapi mengapa masih ada puluhan juta orang miskin?
Karena itu, apapun standar yang dipakai, kemiskinan tetaplah sesuatu yang kasat mata. Keadaan semakin mengenaskan ketika minyak tanah sempat langka di pasaran, bahkan di beberapa tempat orang harus antri sampai beberapa jam hanya untuk mendapatkan dua liter minyak tanah. Sementara itu, harga beras juga meroket tajam mencapai lebih dari Rp. 5000 per kilogram. Ironi, Indonesia negeri yang subur, setelah lebih 60 tahun merdeka, terpaksa menjadi pengimpor beras dan tidak sedikit rakyatnya kembali harus makan nasi aking atau gaplek karena harga beras tak terjangkau.
Upaya pemerintah mengurangi jumlah rakyat miskin tampaknya kurang membuahkan hasil terbukti jumlah orang miskin masih sangat tinggi.
Sementara itu, bukannya mengoptimalkan pendapatan dari aset-aset milik negara dan menghentikan ekonomi ribawi, pemerintah malah berencana meningkatkan kembali utang negara. Terakhir terdengar ada usulan utang yang secara keseluruhan bernilai 35 milyar dollar. Bila benar, dipastikan utang itu akan makin menambah beban. Untuk tahun 2007 ini saja, cicilan dan bunga utang sudah lebih dari 30% besaran APBN, lebih besar dari anggaran untuk pendidikan, kesehatan dan pertahanan secara bersama-sama.
Berbagai upaya pemerintah, mulai program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Askeskin dan Bantuan Tunai Langsung (BLT), yang mulai tahun 2008 diganti dengan Subsidi Tunai Bersyarat, tampaknya tidak akan mampu menyelesaikan problematika kemiskinan dan kesejahteraan rakyat selama pemerintah masih belum mampu menggerakkan sektor riil.
Karena itu, menjadi sangat mendesak untuk menghilangkan segera faktor-faktor yang membuat membengkaknya ekonomi balon dan tidak bergeraknya sektor riil tadi, yakni praktik judi dan ekonomi ribawi. Dalam konteks ekonomi, pelarangan bunga bank (riba) dan judi (dalam bursa saham yang disebut oleh Maurice Alaise sebagai a big casino), dipastikan akan meningkatkan velocity of money, yang pada gilirannya akan melancarkan distribusi kekayaan, karena uang akan selalu menggerakkan aliran barang dan jasa. Kondisi ini bisa dilihat dari produk-produk perbankan dalam Islam yang semuanya terkait dengan aktivitas riil dalam perekonomian, baik melalui akad jual beli maupun bagi hasil, sehingga pertumbuhan uang akan senantiasa diikuti dengan pertumbuhan aliran barang dan jasa.
Problem ekonomi sesungguhnya memang bukan kelangkaan (scarcity) melainkan buruknya distribusi. Fakta menunjukkan, kemiskinan terjadi bukan karena tidak ada uang tapi karena uang yang ada tidak sampai kepada orang-orang miskin. Juga bukan karena kelangkaan SDA, tapi disebabkan oleh distribusi SDA yang tidak merata. Sistem ekonomi kapitalis telah membuat 80 % kekayaan alam, misalnya, dikuasai oleh 20 % orang, sedangkan 20% sisanya harus diperebutkan oleh 80 % rakyat.
Salah satu mekansime untuk menjamin distribusi secara merata adalah mengatur masalah kepemilikan. Dalam Islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum seperti BBM, listrik, air, dan lainnya sesungguhnya adalah milik rakyat yang harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Penetapan harga barang tersebut, karena semua itu milik rakyat, mestinya didasarkan pada biaya produksi bukan didasarkan pada harga pasar. Kebijakan seperti ini dipercaya akan menghindarkan dari monopoli oleh swasta dan gejolak harga yang disebabkan oleh perubahan harga pasar, seperti yang sekarang terjadi pada minyak bumi, dan pada akhirnya membuat harga barang-barang publik akan sangat murah dan senantiasa stabil. Karena itu, sudah saatnya pemerintah menghentikan privatisasi barang-barang milik umum itu dan mencabut semua undang-undang yang melegalkan penjarahan SDA oleh pihak asing.
Dalam konteks kebutuhan rakyat akan layanan pendidikan dan kesehatan, Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan tersebut. Maka melakukan perubahan paradigama dalam penyusunan APBN untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat agar kebutuhan layanan publik tadi bisa diujudkan menjadi mutlak karenanya.
Selama ini beban subsidi BBM dan listrik sering dituding sebagai penyebab ketidakmampuan APBN dalam meningkatkan layanan publik (public services), seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lainnya. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah adanya kesalahan mendasar dalam paradigma penyusunan APBN, yang menyebabkan APBN tersandera sehingga sulit mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dari sisi penerimaan, pemerintah dalam sistem ekonomi kapitalis, menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Akibatnya, rakyat akan semakin dibebani pajak, baik secara langsung melalui pajak penghasilan, maupun secara tidak langsung melalui pajak yang dibebankan pada produk oleh produsen kepada konsumen. Sejak tahun 2002, pemerintahan meningkatkan sumber penerimaan pajak di atas 70 %, bahkan tahun 2006 sebesar 75, 2 %, sedangkan sisanya dari sumber daya alam. Menurunnya penerimaan negara dari sumber bukan pajak merupakan implikasi dari kebijakan pemerintah yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam ke swasta, khususnya asing. Dengan payung liberalisasi dalam investasi dan privatisasi sektor publik, perusahaan multinasional asing seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, Freepot, dan lainnya dengan mudah mengekploitasi kekayaan alam Indonesia dan semua potensi ekonomi yang ada, sehingga kontribusi SDA Migas dan Non Migas terhadap APBN makin lama makin kecil. Sementara, privatisasi sektor publik mengakibatkan kenaikan perkwartal TDL, telepon, dan BBM.
Dari sisi pengeluaran, terdapat alokasi belanja yang sangat kontradiktif, di mana dana pajak yang dipungut dari masyarakat dengan susah payah, yang semestinya dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, ternyata sebagian besar untuk membayar utang yang rata-rata tiap tahun sebesar 25-30 % dari total anggaran. Dalam APBN-P 2007, anggaran belanja subsidi BBM dan lainnya sebesar 105 trilyun, sedangkan pembayaran utang bunga Rp 83,5 trilyun dan cicilan pokok Rp 54,7 trilyun atau total sebesar Rp 138,2 trilyun. Jelaslah bahwa penyebab defisit APBN bukanlah besarnya subsidi melainkan utang yang sebagian besar hanya dinikmati oleh sekelompok kecil, yaitu konglomerat untuk kepentingan restrukturisasi perbankan.
2. Korupsi
Korupsi masih menjadi problem akut buat
Parahnya korupsi di Indonesia dibuktikan oleh hasil survei terbaru yang dikeluarkan Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Hong Kong, yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup kedua di Asia atau sejajar dengan Thailand. Survei yang dilaksanakan pada Januari–Februari 2007 tersebut melibatkan 1.476 pelaku bisnis asing di 13 negara Asia. Hasil polling itu kemudian digunakan untuk membuat peringkat mengenai persepsi terhadap tindakan korupsi dan penanganannya di
Posisi ini menegaskan bahwa Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara benua Afrika, seperti Togo, Burundi, Etiopia, Republik Afrika Tengah, Zimbabwe, dan negara tetangga, Papua Nugini, yang juga bersama-sama Indonesia menempati urutan 130 dunia. Berarti, pemberantasan korupsi belum mencapai sasaran yang diinginkan.
Sementara itu, menurut laporan Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun dari 2,4 di tahun 2006 menjadi 2,3 di tahun 2007. Artinya, tingkat korupsi di
Dari 180 negara yang disurvei TII,
Penurunan IPK Indonesia, membuktikan korupsi di
Di tahun 2007 terlihat ada pejabat atau mantan pejabat yang dimajukan ke pengadilan. Tapi pemberantasan korupsi masih terlihat seperti tebang pilih. Misalnya, sejauh ini belum terlihat para pengemplang BLBI dan para pejabat yang bertanggungjawab yang telah merugikan negara ratusan triliun diadili. Yang terjadi, Mahkamah Konstitusi (MK) justru mencabut beberapa instrumen hukum pemberantasan korupsi. Pertama, dengan membatalkan aspek keadilan material atau hanya mengakui keadilan legal formal. Yang memilukan lagi, MK juga membatalkan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku para hakim. Sementara ide pembuktian terbalik yang diyakini akan sangat efektif menjerat para koruptor, hingga kini juga tidak mendapat respon semestinya dari parlemen.
Korupsi di Indonesia disinyalir kian subur karena bertemunya kepentingan ekonomi dan politik para birokrat, pengurus partai politik, dan pemilik modal, sehingga terjadi negosiasi ekonomi untuk tercapainya tujuan politik. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk mencapai kedudukan politik diperlukan modal besar. Lobi-lobi politik yang bermuara pada kesepakatan ekonomi maupun jabatan politik adalah wajah lain dari tindak korupsi. Secara tegas koran Media
Masyarakat banyak tentu yang paling dirugikan. Dana yang selayaknya untuk keperluan masyarakat, beralih kepada individu koruptor. Setiap tahun, lebih dari US$ 1 triliun (lebih dari Rp 8.000 triliun) habis dibayarkan sebagai uang suap dalam berbagai bentuk, terutama di negara-negara berkembang (Forum Keadilan, No. 41, 26 Februari 2007).
Dalam kurun waktu 2004-2007, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung negara mengalami kerugian hingga Rp 12,2 triliun. Kerugian itu, disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara (Tempointeraktif, 23/11/2007).
Perilaku para elit politis pada akhirnya tidak jauh beda dengan seorang investor yang melakukan investasi dalam industri politiknya. Konsekuensinya, dalam masa jabatannya, mereka akan berusaha semaksimal dan sesingkat mungkin untuk mengembalikan dana investasi tersebut. Ini sudah menjadi keniscayaan dalam sistem politik kapitalis. Bahkan arah sistem pemerintahan dengan model “corporate state” semakin membuktikan fenomena ini. Jika dulu para kapitalis hanya berada di belakang layar aktor politik, sekarang mereka langsung duduk dalam jabatan strategis itu. Dengan jabatan itu, mereka dengan mudah memanfaatkan semua potensi ekonomi daerahnya untuk kepentingan dirinya.
Selain dipicu oleh sistem yang merangsang tindakan koruptif, integritas pribadi yang tidak amanah juga menjadi faktor utama makin meningkatnya tindak korupsi. Sebagus dan sebanyak apa pun aturan yang dikeluarkan untuk memberantas korupsi, jika pelakunya tidak amanah, UU dan aturan yang ada tidak akan pernah efektif. Sejak era reformasi saja telah dibuat 2 TAP MPR,
Gagalnya penanganan kasus korupsi juga dipicu oleh rendahnya integritas para penegak hukum itu sendiri. Bagaimana mungkin pemberantasan korupsi bisa diharapkan dari pihak yang melakukan, yang memberikan fasiliatas, dan memelihara tindak korupsi itu sendiri?
Yang paling menyakitkan adalah ketika mega korupsi diselesaikan secara politik, seperti dalam kasus BLBI. Majalah GATRA No. 27 thn XIII (17-23 Mei 2007) menulis pernyataan mantan Jaksa Agung, Abdurahman Saleh, yang mengungkapkan bahwa semasa Presiden Megawati dikeluarkan
Secara filosofis, dalam Islam jabatan adalah amanah. Rasulullah saw. mengungkapkan bahwa setiap pemimpin layaknya seorang penggembala, yang akan diminta tanggung jawabnya di hadapan Allah atas kepemimpinannya. Dengan pandangan seperti ini, jabatan semestinya tidak dilihat sebagai kesempatan untuk mengeruk keuntungan materi. Karena itu, semestinya pula menuju kedudukan politik tidak perlu harus berbekal harta yang besar sebagaimana yang kini terjadi.
Agar tugas bisa dilakukan optimal dan profesional, pejabat negara berhak mendapat santunan yang layak untuk mereka dan keluarganya. Khalifah Abu Bakar, misalnya, diberi harta dari Baitul Mal sebagai santunan dari kompensasi bisnis yang dia tinggalkan ketika menjabat sebagai khalifah.
Apa yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz pada awal pemerintahannya bisa menjadi contoh yang menarik. Al-Laits berkata, tatkala Umar bin Abdul Aziz berkuasa, dia mulai melakukan pembenahan dari kalangan keluarga dan familinya serta membersihkan hal-hal yang tidak beres di lingkaran mereka. Kepada istrinya, Khalifah Umar mengatakan, “Pilihlah olehmu, engkau mengembalikan harta perhiasan ini ke Baitul Mal atau izinkan aku meninggalkanmu untuk selamanya” (Tarikh al-Khulafaâ, Imam As Suyuthi, hlm. 274).
Lingkungan birokrasi yang demikian akan memudahkan seorang muslim menunjukkan jatidiri keimanannya dalam aktivitas keseharian. Larangan Islam tentang suap, larangan bagi pejabat menerima hadiah, hingga penerapan hukum yang tegas akan menghindarkan para pejabat dari perilaku koruptif.
Terkait dengan larangan menyuap, Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. telah menegaskan:
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Tentang hadiah seseorang kepada pejabat negara, Rasulullah saw. menamakannya dengan istilah ghulul atau shut yakni harta haram. Rasulullah saw. bersabda:
“Hadiah yang diterima para penguasa adalah ghulul (harta haram)”. (HR Ahmad dan al-Baihaqi).
Dalam sistem Islam, penegakkan hukum akan efekif karena secara imani para penegak hukum ketika bekerja merasakan sebagai bagian dari ibadah. Dalam masa keemasan Islam, bahkan kesadaran hukum bukan hanya dimiliki oleh para penegak hukum, tapi juga para terpidana. Mereka dengan dorongan keimanan, rela dihukum karena hukuman itu diyakini merupakan penebus (jawabir) atas hukuman di akhirat nanti.
Sudah sepatutnya disadari oleh masyarakat bahwa penerapan syariah adalah prasyarat utama bagi terealisinya solusi dalam menangani masalah korupsi. Atas dasar keimanan dan kokohnya sistem syariah, diyakini bahwa korupsi akan bisa diberantas hingga tuntas.
3. Kusamnya perpolitikan
Kusamnya perpolitikan
Kepercayaan rakyat pada eksekutif juga menurun. Lembaga Survei Indonesia menemukan bahwa kepuasan publik terhadap pemerintah dalam 3 tahun terakhir terus menurun dari 80% di bulan November 2004 hingga menjadi 54% di bulan Oktober 2007. Sentimen elektoral terhadap presiden SBY juga turun dari sebesar 47% pada Oktober 2006 menjadi 33% pada Oktober 2007. Pemilihan kepala daerah secara langsung yang semula diharapkan akan lebih aspiratif, ternyata tidak. Pilkada dengan calon dari partai pada kenyataannya hanya meloloskan calon yang punya uang. Dalam jajak pendapat Kompas diketahui praktik politik uang dalam proses pencalonan dalam pilkada sangat parah (53,5%), ketidakyakinan kepala daerah mampu memberantas korupsi (66,6%), calon kepala daerah tidak bebas dari politik uang (73,8%). Ini sebagai bukti lagi, ‘pesta demokrasi’ hanyalah industri politik. Hakikat demokrasi adalah pemerintahan atas dasar uang.
Kepercayaan rakyat pada lembaga peradilan juga kurang lebih sama. Hasil suvei Litbang Media Group menyatakan kinerja hakim agung di MA tidak memuaskan (71%), korupsi di MA makin meningkat (54%), pemberantasan korupsi di MA tidak sungguh2 (78%), peradilan di
4. Ancaman Disintegrasi
Selain kusamnya perpolitikan,
Masalah disintegrasi sejatinya dilihat dari tiga sisi. Pertama, kezhaliman dan ketidakadilan penguasa. Kini, mayoritas rakyat hidup dalam himpitan berbagai kesulitan. Otonomi daerah hanya mengalihkan korupsi dari pusat ke daerah. Kedua, ketika rakyat merasa diperlakukan tidak adil, bertemulah dengan gagasan HAM, kebebasan, otonomi daerah, dan lain-lain yang dipandang sebagai penyelamat. Ketiga, adanya tangan-tangan asing yang ingin memecah belah
Isu disintegrasi ini memang tidak lepas dari tekanan luar. Misalnya, Ketua subkomite Asia Pasifik Kongres AS, Eni Faleomavaega, saat di
5. Intervensi Asing
Sepanjang tahun 2007 ini kita merasakan derasnya arus intervensi asing, khususnya yang dilakukan oleh negara-negara adidaya seperti AS dan Inggris. Tentu itu semua bisa terjadi karena kita lemah dan mau diintervensi baik di lapangan ekonomi maupun politik. Di bidang politik di antaranya bertujuan untuk menjaga agar
Pada Jumat 27 April 2007 pemerintah
Apalagi dalam penggunaan wilayah latihan itu (laut dan udara), Singapura bisa mengikutsertakan pihak ketiga, meski dengan terlebih dulu meminta izin
Telah lama diketahui, bahwa AS memiliki ambisi politik di kawasan Asia Tenggara. Berbagai upaya telah dilakukan AS. Di antaranya, pernah menawarkan diri untuk membangun pangkalan militer di kawasan Thailand Selatan dengan dalih ingin membantu menghancurkan gerakan militan Islam yang makin intens melakukan gerakan di wilayah Pattani yang memang didominasi muslim.
6. Aliran Sesat
Setelah Lia Eden dan Ahmadiyah, pada tahun 2007 umat Islam Indonesia dikejutkan dengan munculnya aliran baru bernama al Qiyadah al Islamiyyah, di mana pemimpinnya, Ahmad Mossadeq, mengaku sebagai nabi. Aliran ini meyakini Mossadeq menerima wahyu kemudian dituangkan dalam buku “Ruhul Qudus yang Turun kepada Al-Masih Al-Maw’ud”. Edisi pertama buku ini diterbitkan pada Februari 2007. Jadi, baru saja ‘diturunkan’. Ajaran dari aliran ini hendak menyatukan Islam, Yahudi, dan Kristen. Mereka menamainya dengan millah Ibrahim, dan meyakini bahwa agama yang diridloi Allah itu bukan Islam melainkan agama Hanafiyah, yakni millah Ibrahim tadi. Bahkan dalam buku “Al-Masih Al-maw’ud dan Ruhul Qudus dalam Perspektif Taurat, Injil, dan Al-Quran” yang juga dipandang hasil bimbingan roh kudus, salah satu bagiannya mereka nyatakan ditulis oleh seorang Kristolog yang menggali sumber-sumbernya dari Bibel. Wajar, kalau hasilnya adalah sinkretisme antar tiga agama. Sekalipun mengingkari dan banyak menakwilkan al-Quran, menolak isi al-Quran, dan mengingkari sorga dan sebagainya, anehnya Mossadeq mengklaim diutus sebagai al-Masih al-Maw’ud untuk mengantarkan manusia kepada maqomam mahmuda, yang dia sebut sebagai khilafah.
Aliran yang telah dinyatakan sesat oleh MUI ini, akhirnya oleh Badan Koordinasi Pengawas Aliran dan Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) yang terdiri dari unsur Depag, TNI, MUI, Polri dan BIN resmi dinyatakan dilarang.
Keputusan Bakorpakem ini juga menepis seruan segelintir aktivis yang menyebut diri pembela HAM, agar pemerintah tidak melarang aliran semacam ini karena ekspresi keagamaan dan keyakinan merupakan hak asasi setiap manusia. Alasan semacam ini tentu sangat paradoksal. Maksudnya, bila mereka gigih membela aliran sesat dengan alasan hak asasi, mengapa mereka tidak membela hak asasi muslim yang lain untuk mempertahankan kemurnian ajaran Islam dari tindakan penodaan semacam ini? Apakah hanya mereka yang perlu dibela, sementara yang lain tidak? Karenanya, perspektif HAM semacam ini dalam menilai aliran sesat (termasuk aliran Ahmadiyah dan lainnya), sesungguhnya bukanlah cara pandang yang konstruktif apalagi solutif. Ini cara pandang liar yang secara pasti akan menimbulkan keonaran di segala bidang, karena orang boleh merusak apa saja dengan alasan hak asasi. Mestinya, harus didudukkan lebih dulu, apa atau mana yang benar dan mana yang salah. Untuk itu tentu diperlukan tolok ukur. Dalam konteks ajaran atau aliran dalam Islam, tentu tidak lain adalah al-Quran dan Sunnah. Maka, siapa atau apa saja yang bertentangan dengan pedoman ini harus dinyatakan salah dan tidak boleh berkembang dengan alasan apa pun. Bila kita ingin tetap menggunakan perspektif HAM, maka pelarangan itu tidak lain adalah dalam rangka melindungi hak asasi agama Islam dari segala jenis penodaan.
Meski agak sedikit lambat, keputusan Bakorpakem di atas tentu sangat tepat karena setiap kemungkaran memang harus segera dihentikan. Dan yang paling memiliki otoritas untuk melakukan hal itu dengan seluruh kewenangannnya tidak lain tentu saja adalah pemerintah. Pemerintah memang semestinya memainkan peranannya dalam membina dan melindungi akidah umat. Karena, dalam perspektif Islam, salah satu tugas utama pemerintah adalah membina, menjaga dan melindungi aqidah umat dari segala bentuk penyimpangan, pendangkalan dan pengkaburan serta penodaan.
Karena itu, tindakan tegas Bakorpakem diharapkan tidak berhenti hanya pada kasus al Qiyadah al Islamiyyah tapi juga pada seluruh aliran sesat yang saat ini masih merajalela di tengah masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lia Eden, dan lainnya. Mestinya, aliran-aliran sesat itu juga harus segera dilarang. Hanya dengan cara itu saja maka kita bisa mengatakan bahwa pemerintah memang sedang benar-benar melindungi Islam dan umatnya dari rongrongan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dari penyimpangan akidah dan syariah, baik karena motiv politik, ekonomi, atau yang lain. Tapi bila pemerintah hanya bersikap tegas kepada al Qiyadah al Islamiyyah tapi tidak kepada aliran sesat yang lain, maka tidak salah bila di tengah umat muncul anggapan bahwa pemerintah melakukan tebang pilih dalam pelarangan aliran sesat itu.
7. Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007
Meski dihadang dengan berbagai rintangan, Konferensi Khifalah Internasional (KKI) yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 12 Agustus, bertepatan dengan 28 Rajab lalu, berlangsung dengan sangat sukses. Lebih dari 100 ribu peserta dari seluruh pelosok
Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa konferensi akan berubah menjadi gerakan politik yang akan memicu anarkisme
Khilafah adalah sistem politik Islam untuk menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam seluruh dunia. Dalam sejarahnya yang membentang lebih dari 1400 tahun, khilafah, atau sulthan, atau imam (tiga istilah yang mengandung pengertian yang sama) dengan segala dinamikanya termasuk dengan kelemahan dan kekurangannya, secara praktis telah berhasil menyatukan umat Islam seluruh dunia dan menerapkan syariah Islam, sedemikian sehingga kerahmatan Islam yang dijanjikan benar-benar dapat diujudkan.
Dr. Ali Muhammad al-Shalabi dalam kitab al-Daulah al-Utsmaniyah, ‘Awamilu al-Nuhud wa Asbabu al-Suqut menggambarkan dengan sangat jelas peran kekhilafahan ini dalam melanjutkan kegemilangan peradaban Islam yang telah dibangun oleh para khulafa sebelumnya. Tak aneh bila Paul Kennedy dalam The Rise and Fall of The Great Powers: Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, menulis: Empirium Utsmani, dia lebih dari sekadar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elit yang telah mampu membentuk satu kesatuan iman, budaya dan bahasa pada sebuah area yang lebih luas dari yang dimiliki oleh Empirum Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar. Dalam beberapa abad sebelum tahun 1500, dunia Islam telah jauh melampui Eropa dalam bidang budaya dan teknologi. Kota-kotanya demikian luas, terpelajar, perairannya sangat bagus. Beberapa
Maka, tepat sekali bila Imam Ghazali dalam kitab al Iqtishad fi al I’tiqad menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan khilafah bagaikan dua sisi mata uang, dengan menyatakan “al dinu ussun wa al-shultanu harisun – agama adalah tiang dan kekuasaan adalah penjaga”. “Wa ma la ussa lahu fa mahdumun wa ma la harisa lahu fa dha’i – apa saja yang tidak ada asasnya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang”
Tapi, pada tanggal 28 Rajab 1342 H, 86 tahun lalu, sejarah khilafah berakhir. Adalah Kemal Pasha, politisi keturunan Yahudi dengan dukungan pemerintahan Inggris, secara resmi meng-abolish (menghapuskan) kekhilafahan yang waktu itu berpusat di Turki. Dengan hancurnya payung dunia Islam itu, umat Islam hidup bagaikan anak ayam kehilangan induk, tak punya rumah pula. Maka, tak berlebihan kiranya bila para ulama menyebut hancurnya khilafah sebagai ummul jaraaim (induk dari segala kejahatan) karena memang semenjak itu dunia Islam terus didera berbagai krisis. Umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di segala bidang kehidupan, baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik maupun sains dan teknologi. Yang tampak kini hanyalah sisa-sisa kejayaan Islam di masa lalu.
Reaksi pro dan kontra memang mengiringi acara konferensi ini, baik sebelum maupun sesudahnya. Yang pro mengatakan bahwa khilafah disamping memang merupakan ajaran Islam dan pernah terujud dalam kurun waktu yang sangat panjang di masa lalu, juga diperlukan untuk menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam se dunia yang kini terpecah belah. Lagi pula, khilafah bukanlah barang baru untuk
Menurut HTI, penyelenggaraan KKI dan dakwah HTI secara umum dilakukan tidak lain adalah demi
Dalam konteks
Mengenai nilai-nilai kebangsaan, bila yang dimaksud adalah komitmen kepada keutuhan wilayah, HTI berulang menegaskan penentangannya terhadap gerakan separatisme dan segala upaya yang akan memecah belah wilayah
Sementara itu, penentangan terhadap ide khilafah bukanlah hal baru. Dalam pidatonya di acara peringatan 50 tahun Islamic Center Washington, Bush mengatakan, prinsip-prinsip kebebasan beragama makin berkembang ke seluruh dunia, namun bersamaan dengan itu, muncul kelompok-kelompok “ekstrimis” di Timur Tengah. Kelompok “ekstrimis” inilah yang menurut Bush musuh umat Islam yang sebenarnya. Untuk itu, sambung Bush, para pemuka umat Islam harus didorong agar lebih bersuara keras mengecam kelompok-kelompok radikal yang menyusup ke masjid-masjid, serta mengecam organisasi-organisasi yang mengatas namakan Islam, mendukung dan membiayai aksi-aksi kekerasan. (Eramuslim.com, 28 Juni 2007).
Terkait masalah ini, Presiden AS George W. Bush berkata: “They hope to establish a violent political utopia across the
Dalam pesan mingguan bagi rakyat AS dalam radio pada 9 September 2006, Presiden AS George W. Bush menyampaikan hal serupa. Lebih jauh, Bush menyatakan, “
Kontroversi dan upaya penentangan terhadap ide khilafah akan berlangsung terus. Sampai kapan? Tentu hingga syariah dan khilafah telah benar-benar tegak. Saat itulah semua kebenaran akan terbukti. Dan berhenti pula segala ocehan para penentangnya.
8. Isu Pemanasan Global
Tanggal 3 hingga 14 Desember 2007 berlangsung konvensi/Pertemuan antar Pihak (Conference of Parties / Meeting of Parties) tingkat tinggi di Bali yang diadakan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pertemuan ini diharapkan dapat mengevaluasi Protokol
Pertama, hingga saat ini dua negara besar yaitu
Kedua, gerakan pelestarian hutan dan penanaman pohon terus digalakkan. Namun, hutan diserahkan kepada swasta. Penebangan hutan terus dilakukan. Ilegal logging pun tak kunjung selesai. Dalam 12 tahun saja (1991-2003),
9. Pendidikan
Pendidikan sedang dikapitalisasi dan diliberalisasi. Pembahasan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) telah selesai dan siap diujipublikan akhir 2007. Privatisasi pendidikan melalui BHMN/BHP membawa konsekuensi berupa pengelolalan lembaga/instansi pendidikan yang lebih otonom. Jika sebelumnya pengelolaan lembaga/instansi pendidikan khususnya negeri didominasi oleh pemerintah, maka dengan adanya privatisasi lembaga/instansi pendidikan memiliki kewenangan yang lebih dalam mengelola lembaganya.
Anggaran pendidikan yang ditetapkan 20%, pada 2007 hanya Rp 90.10 triliun (11.8% dari APBN). Kini, peran pemerintah dalam pendidikan terus dikurangi, termasuk masalah dana. Konsekuensinya dana diambil dari masyarakat (SPP dan non-SPP). Sebagai contoh, ITB tahun 2007 butuh Rp 392 miliar, untuk itu diberlakukan SPP reguler 2006/2007 Rp 3.25 juta/semester; Sekolah Bisnis Manajemen dikenakan Rp 625.000,00/SKS. Fakultas Kedokteran salah satu PT di Jawa memungut Rp250 juta – 1 milyar. Kalau ini terus berlanjut maka orang miskin ’dilarang sekolah’. Kapitalisasi dan liberalisasi ini berlaku mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Kalaupun diterapkan subsidi silang, berapa banyak orang ‘kaya’ yang dapat menanggung? Bukankah ini sebuah diskriminasi? Prakteknya, tidak menunjukkan hal tersebut. Ketika dana dari pemerintah minim, kampus dijadikan alat untuk menghasilkan uang, atau dana berasal dari pinjaman asing. Akibatnya, terjadi ketergantungan dana pada pihak asing, khususnya Bank Dunia dan ADB. Hal ini menciptakan ‘penjajahan’ kurikulum, kultur, dan isi otak. Akibatnya, rakyat menjadi kuli di negerinya sendiri.
Sejatinya, pendidikan gratis untuk semua. Kurikulum berbasis pada kultur/tsqafah yang sesuai dengan Islam; sains dan teknologi disesuaikan dengan perkembangan; otonomi dilakukan dalam administrasi, pendidikan dan research oleh satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas, dan untuk mewujudkan akuntabilitas, transparansi, penjaminan mutu, layanan prima, non-diskriminasi, dan lain-lain dilaksanakan tanpa perlu kapitalisasi atau komersialisasi.
10. Luar Negeri
Sementara itu, politik luar negeri
Dukungan Indonesia terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 yang memberikan sanksi terhadap Iran misalnya, menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia tunduk pada tekanan AS. Hal ini secara gamblang dinyatakan oleh Juru Bicara Bush, Tony Snow, dalam pernyataan pers (19/03/2007) menjelaskan bahwa SBY dan Bush telah berdiskusi tentang kebijakan resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk di dalamnya soal draf resolusi nuklir Iran (www.whitehouse.gov).
Medio tahun 2007 lalu genap 4 tahun AS menjajah Irak. Dan selama 4 tahun itu, menurut penelitian
Palestina
Penjajahan atas Palestina masih terus berlangsung. Kedatangan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas ke Indonesia Senin (22/10/07), tidak bisa dilepaskan dari kerangka kebijakan AS. Tujuannya adalah untuk meminta dukungan pemerintah dalam konferensi di
Abbas dan negara Barat memang saat ini sedang ’menyingkirkan’ Hamas. Kunjungan Abbas ke
Sementara itu,
Karenanya bisa dimengerti bila pemerintah Indonesia tidak tegas menolak rencana kedatangan delegasi anggota parlemen (Knesset) Israel akan datang ke Indonesia, tepatnya di Bali, untuk menghadiri pertemuan Inter Parliamentary Union (IPU) yang diselenggarakan 29 April – 4 Mei 2007 lalu. Meskipun kemudian delegasi
Pemerintah juga membiarkan Yahudi
War on Terrorism
Polugri
AS memuji
Lebih dari itu, AS melalui kantor keamanan diplomatiknya memberikan bantuan kepada
Dari segi dana, menurut catatan tahun 2006, Amerika Serikat membantu
Khatimah
Selain hal-hal penting di atas, sepanjang tahun 2007 negeri yang oleh para pujangga dahulu disebut zamrud khatulistiwa juga tetap diwarnai oleh banyak sekali bencana berupa gempa, kebakaran, banjir dan longsong. Bencana tersebut juga menyisakan sebuah ironi. Yaitu bila diyakini bahwa segala bencana itu disamping karena faktor manusia, yang utama adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT dan karenanya kita sering diajak berdoa agar terhindar dari segala bencana, tapi mengapa pada saat yang sama kita tidak juga mau tunduk dan taat kepada Allah dalam kehidupan kita. Buktinya hingga kini masih sangat banyak larangan Allah (zina, riba, judi, pornografi, kedzaliman, ketidakadilan, korupsi dan sebagainya) masih juga dilanggar, dan masih sangat banyak kewajiban Allah (penerapan syariah, zakat, hukuman, shalat, haji, dan sebagainya) yang tidak dilaksanakan. Pertanyaannya, perlukah ada bencana yang lebih besar lagi untuk menyadarkan kita agar segera tunduk dan taat kepada Allah, bukan sekedar mengakui kekuasaan dan kekuatanNya dalam setiap bencana?
Berkenaan dengan kenyataan di atas, Hizbut Tahrir
1. Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2007 dapat disimpulkan ada tiga faktor utama di belakangnya, yakni alam, sistem dan manusia termasuk kepemimpinan. Gempa bumi, gunung meletus, banjir, longsor dan bentuk bencana lainnya adalah sunnatullah yang terjadi atas qudrah dan iradah Allah. Menghadapi bencana semacam ini, kita hanya bisa bersabar sambil berdoa agar tidak terjadi lagi di masa datang serta berusaha agar bila terjadi lagi tidak menimbulkan kerusakan dan korban yang besar.
2. Sementara, kemiskinan, korupsi, intervensi asing dan berbagai bentuk kedzaliman sepenuhnya terjadi karena pilihan manusia dalam menata berbagai aspek kehidupan. Pemimpin yang tidak amanah dan sistem yang buruk, yakni sistem Kapitalisme dan Sekularisme ditambah lemahnya moralitas individu telah terbukti menjadi pangkal munculnya persoalan di atas. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Allah dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.
3. Di sinilah esensi seruan Selamatkan
Jurubicara Hizbut Tahrir
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismaily@telkom.net
Gedung Anakida Lantai 7
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27,
Telp / Fax : (62-21) 830 5848 Fax. (62-21) 831 2111
Email : info@hizbut-tahrir.or.id
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id
semoga hti semakin istiqamah dalam berjuang mengembalikan kehidupan islam di bumi Allah ini.Allah memberikan pertolongan kepada jamaah yang mempersembahkan ihsanul amal dalam perjuanggannya. tahun depan qt harus lebih bersemangat lagi. yaa Allah bantulah kami dengan kekuatan-Mu.
Kondisi kerusakan indonesia dan dunia sudah jelas dan tetap akan menuju kepada kerusakan. Hanya orang buta saja yg mengatakan dunia dan indonesia sedang berproses menuju ke arah yg lebih baik dengan demokrasi.
Islam merupakan ajaran yg telah jelas. Baik kebenarannya maupun kebaikan yang akan diperoleh dengan melaksanakannya.
Mari kita mengarahkan perjuangan kita kepada penerapan syariat Islam untuk indonesia dan dunia yg lebih bauk, untuk kemuliaan dan kesejahteraan, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Salam Perjuangan dari Makassar kepada saudara2ku pejuang syariat Islam
Amiin … Ya Robbal ‘Aalamiin.
Sudah nyata kegagalan dan kebobrokan yang diakibatkan sistem kapitalisme ini??pemerintah….mo mengharapkan apa lagi dari sistem kufur ini??tunggu apalagi..ayo ganti dengan SYARIAH DAN KHILAFAH!!
HAnya Islam yang bisa Menyelamatkan Indonesia…
salam mabda’ alislam
salam kehancuran demokrasi..
salam kehancuran kapitalisme..
salam kehancuran kekufuran ..
salam kejayaan Islam Allahuakbar
KHILAFAH bagi orang kafir adalah mimpi buruk
KHILAFAH bagi orang munafiq adalah utopis
tetapi sangat naif dan menjijikkan bila ada seorang muslim menolak akan keberadaan KHILAFAH dibuka bumi ini!!!
wahai saudaraku seiman mari berjuang bersama adalam penerapan syariah dibawah naungan khilafah islam
saatnya KAPITALISME dengan anaknya kandungnya yg bernama lumpur DEMOKRASI hina hengkang dr muka bumi Allah ini, yang merupakan bentuk kesyirikan yg nyata telah mengantikan peran Sang PenCipta Alam ini sebagai pembuat hukum.
dan sudah saatnya KHILAFAH memimpin dunia dengan SYARIAH.
KhiLaFaH WiLL bE RiGhT bACk !!!!!
ALLAHUMMA INNIASLUKA KARIMATAN BIDAULATAN KHILAFATAN ISLAMIYYATAN ’ALAMINHAJINNUBUWWAH …..AMIIIIN…..1924 X
Bapak-bapak, ibu-ibu, sodara-sodara yang sedang memimpin, mari duduk bersama, kita pikirkan dengan jernih apa yang sedang terjadi di negeri ini
Kikis ego pribadi, kelompok, apalagi ketakutan pada asing… bukankan Islam sudah menjamin, kalau diterapkan akan membawa berkah
Nah, ayo…ayo… mendekat ke Islam, kita terapkan dan tunjukkan bahwa Islam untuk semua…
Untuk sodara non muslim, DONT WORRY, di dalam Islam kehidupan Anda sebagai warga negara aman sentosa…
Dukung penerapan Islam RAME-RAME!
HTI Kalimantan Selatan pada 15 Desember lalu di Banjarmasin menyelenggarakan konfrensi pers Refleksi Akhir Tahun 2007 Hizbut Tahrir Indonesia : Selamatkan Indonesia dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik. Konfrensi pers yang diikuti 18 wartawan media cetak dan elektronik tersebut menghadirkan Humas HTI Kalimantan Selatan Ustad Hidayatul Akbar, dan pengurus DPD I HTI Kalimantan Selatan Ustad M. Sholeh Abdullah dan Ustad Hidayatullah Muttaqin. Selengkapnya browse halaman ini: http://jurnal-ekonomi.org/2007/12/16/konfrensi-pers-hti-kal-sel-refleksi-akhir-tahun-2007/
Koreksi, nih. Di ITB, biaya pendidikan pokok (BPP) untuk angkatan 2007 adalah Rp 2.250.000,00. Untuk Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM), memang benar segitu per sks-nya.
Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslim, berarti ia bukanlah termasuk bagian dari mereka. Siapa saja yang tidak berada di waktu pagi dan petang selaku pemberi nasehat bagi Alloh dan rosulNya, bagi kitabNya, bagi pemimpin2nya dan bagi umumnya kaum muslim berarti ia bukanlah termasuk diantara mereka.(HR.Thabrani)
Wahai kaum muslim..Besatulah dan berjuanglah. Terimalah syariah dengan hati terbuka. Karna hanya dengan diterapkanya syariah kafah dalam naungan institusi khilafahlah semua problematika yang ada di dunia bisa teratasi.
Wahai para pejuang syariah dan khilafah…
Bersyukurlah karna Alloh telah mengistimewakan kalian dg menunjukkan kalian pada pilihan suci ini.
semoga Allah mensucikan hati-hati kalian dg keikhlasan
Semoga Allah senantiasa meneguhkan kalian untuk istiqomah melangkah di jalanNya
Semoga Alloh membalas amal kalian dengan disegarakannya tegaknya khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah
Semoga Alloh mengumpulkan kalian kelak bersama para ros
Assalamu’alaikum wr wb
Semoga Allah SWT melindungi kita semua
Allahu Akbar
Setelah membaca artikel diatas saya menjadi merinding, kenyataan bangsa ini sepanjang tahun 2007 yang diwarnai dengan bencana dan duka. selain itu bahwa kenyataan bangsa kita berada pada tahap yang memprihatinkan dalam segi moral dan ekonomi itu sangat jelas. Saya hanya mau menambahkan sedikit selain pengaruh hal diatas mungkin yang perlu diwaspadai yaitu dorongan yang lebih kuat dari kaum semitis yang terorganisir secara rapih dan didukung oleh dana yang besar. untuk lebih jelas silahkan baca buku “Yahudi menggenggam Dunia” Subhanallah, semoga Allah memberikan perlindungan dari kaum-kaum yang mendustakannya kepada kita.
Allahu Akbar.