بسمالله الرحمن الرحيم
RUKYATUL HILAL PENDUDUK MAKKAH
Oleh: Muhammad Shiddiq Al-Jawi*
Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.
Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.
Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.
Namun meskipun penetapan Idul Adha ini sudah ma’luumun minad diini bidl dlaruurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia. Jadilah
Kewajiban kaum Muslim untuk beridul Adha (dan beridul Fitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syara’. Di antaranya adalah sebagai berikut :
Hadits A’isyah RA, dia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda :
“Idul Fitri adalah hari orang-orang (kaum Muslim) berbuka. Dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilainya sebagai hadits shahih; Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari shahabat Abu Hurairah RA dengan lafal :
“Bulan Puasa adalah bulan mereka (kaum muslimin) berpuasa. Idul Fitri adalah hari mereka berbuka. Idul Adha adalah hari mereka menyembelih kurban.” (HR.Tirmidzi) Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [
Imam At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi (ulama) menafsirkan hadits ini dengan menyatakan :
“Sesungguhnya makna shaum dan Idul Fitri ini adalah yang dilakukan bersama jama’ah [masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam] dan sebahagian besar orang.” (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [
Sementara itu Imam Badrudin Al-‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari berkata, “Orang-orang (kaum Muslim) senantiasa wajib mengikuti Imam (Khalifah). Jika Imam berpuasa, mereka wajib berpuasa. Jika Imam berbuka (beridul Fitri), mereka wajib pula berbuka.”
Hadits di atas secara jelas menunjukkan kewajiban berpuasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha bersama-sama orang banyak (lafal hadits: an-Naas), yaitu maksudnya bersama kaum Muslim pada umumnya, baik tatkala mereka hidup bersatu dalam sebuah negara khilafah seperti dulu, maupun tatkala hidup bercerai-cerai dalam kurungan negara-kebangsaan seperti saat ini setelah hancurnya khilafah di Turki tahun 1924.
Maka dari itu, seorang muslim tidak dibenarkan berpuasa sendirian, atau berbuka sendirian (beridul Fitri dan beridul Adha sendirian). Yang benar, dia harus berpuasa, berbuka dan berhari raya bersama-sama kaum Muslim pada umumnya.
(2) Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: “Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata :
“Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi SAW kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.
Di samping itu, Rasulullah SAW juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk
(3) Hadits Abu Hurairah RA, dia berkata :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang puasa pada Hari Arafah, di Arafah” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [
Berdasarkan hadits itu, Imam Asy-Syafi’i berkata, “Disunnahkan berpuasa pada Hari Arafah (tanggal 9 Dhulhijjah) bagi mereka yang bukan jamaah haji.”
Hadits di atas merupakan dalil yang jelas dan terang mengenai kewajiban penyatuan Idul Adha pada hari yang sama secara wajib ‘ain atas seluruh kaum Muslim. Sebab, jika disyari’atkan puasa bagi selain jamaah haji pada Hari Arafah (=hari tatkala jamaah haji wukuf di Padang Arafah), maka artinya, Hari Arafah itu satu adanya, tidak lebih dari satu dan tidak boleh lebih dari satu.
Karena itu, atas dasar apa kaum Muslim di Indonesia justru berpuasa Arafah pada hari penyembelihan kurban di Makkah (10 Dzulhijjah), yang sebenarnya adalah hari raya Idul Adha bagi mereka? Dan bukankah berpuasa pada hari raya adalah perbuatan yang haram? Lalu atas dasar apa pula mereka Shalat Idul Adha di luar waktunya dan malahan shalat Idul Adha pada tanggal 11 Dzulhijjah (hari pertama dari Hari Tasyriq)?
Sungguh, fenomena di
Sebahagian orang membolehkan perbedaan Idul Adha dengan berlandaskan hadits:
“Berpuasalah kalian karena telah meru’yat hilal (mengamati adanya bulan sabit), dan berbukalah kalian (beridul Fitri) karena telah meru’yat hilal. Dan jika terhalang pandangan kalian, maka perkirakanlah !”
Beristidlal (menggunakan dalil) dengan hadits ini untuk membolehkan perbedaan hari raya (termasuk Idul Adha) di antara negeri-negeri Islam dan untuk membolehkan pengalaman ilmu hisab, adalah istidlal yang keliru. Kekeliruannya dapat ditinjau dari beberapa segi :
Pertama, Hadits tersebut tidak menyinggung Idul Adha dan tidak menyebut-nyebut perihal Idul Adha, baik langsung maupun tidak langsung. Hadits itu hanya menyinggung Idul Fitri, bukan Idul Adha. Maka dari itu, tidaklah tepat beristidlal dengan hadits tersebut untuk membolehkan perbedaan Idul Adha berdasarkan perbedaan manzilah (orbit/tempat peredaran) bulan dan perbedaan mathla’ (tempat/waktu terbit) hilal, di antara negeri-negeri Islam. Selain itu, mathla’ hilal itu sendiri faktanya tidaklah berbeda-beda. Sebab, bulan lahir di langit pada satu titik waktu yang sama. Dan waktu kelahiran bulan ini berlaku untuk bumi seluruhnya. Yang berbeda-beda sebenarnya hanyalah waktu pengamatan, ini pun hanya terjadi pada jangka waktu yang masih terhitung pada hari yang sama, yang lamanya tidak lebih dari 12 jam.
Kedua, hadits tersebut telah menetapkan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri berdasarkan ru’yatul hilal, bukan berdasarkan ilmu hisab. Pada hadits tersebut tak terdapat sedikit pun “dalalah” (pemahaman) yang membolehkan pengalaman ilmu hisab untuk menetapkan awal bulan Ramadlan dan hari raya Idul Fitri. Sedangkan hadits Nabi yang berbunyi: “(……jika pandangan kalian terhalang), maka perkirakanlah hilal itu!” maksudnya bukanlah perkiraan berdasarkan ilmu hisab, melainkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban dan Ramadhan sejumlah 30 hari, bila kesulitan melakukan ru’yat.
Ketiga, Andaikata kita terima bahwa hadits tersebut juga berlaku untuk Idul Adha dengan jalan Qiyas –padahal Qiyas tidak boleh ada dalam perkara ibadah, karena ibadah bersifat tauqifiyah– maka hadits tersebut justru akan bertentangan dengan hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, yang bersifat khusus untuk Idul Adha dan manasik haji. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW telah memberikan kewenangan kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan ru’yat bagi bulan Dzulhijjah dan untuk menetapkan waktu manasik haji berdasarkan ru’yat penduduk Makkah (bukan ru’yat kaum Muslim yang lain di berbagai negeri Islam).
Berdasarkan uraian ini, maka
Lagi pula, atas dasar apa hanya
Kita percaya sepenuhnya, perbedaan hari raya di Dunia Islam saat ini sesungguhnya terpulang kepada perbedaan pemerintahan dan kekuasaan Dunia Islam, yang terpecah belah dan terkotak-kotak dalam 50-an lebih negara kebangsaan yang direkayasa oleh kaum kafir penjajah.
Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !
Ya Allah, kami sudah menyampaikan, saksikanlah !
*)Dosen STEI Hamfara
Subhanallah. Semoga umat muslim segera bersatu dalam syahadat iman & islam. Amin. Dan semoga Allah senantiasa memberikan kemenangan kepada oran-orang mukmin dan muslim serta mengalahkan orang-orang kafir, musyrik, fasik dan munafik. Lailahaillallah muhammadarrasulullah.
Satu Ummat Satu Negara
Hasrat yang belum terlampiaskan…
Dalilnya oke, tapi maknanya sudah diarahkan agar sesuai pemahamanya… walhasil, aneh aja…
mas moslem,
(komentar no.3), di awal artikel pada paragraf -2 sudah terang benderang disebutkan bahwa penentuan idul adha sdh jd kesepakatan ulama2 madzhab :
“Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah”.
Jadi apanya yang aneh mas…?
Semoga kita termasuk orang-orang yang tak pernah lelah menyampaikan kebenaran ini kepada siapa pun termasuk kepada keluarga kita..aamiin.
Tahun ini… Idul adha kali ini menjadi momen akhir tahun 2007M dimana ‘ruang kita semakin dibatasi’, karena orang-orang yang yakin dengan kebenaran dalil tentang pelaksanaan idul adha – bagi yang tidak atau pun belum menunaikan ibadah haji- akan terlihat ‘berbeda’ dari kebanyakan orang yang ‘merayakannya’
Ya, Rabb… rapatkanlah barisan kami, kuatkanlah ikatannya, tampakkanlah yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil
Ya Rabb, jika ini adalah jalan yang menghantarkan semakin dekatnya pertolongan-Mu… kokohkan kami dalam melalui kerikil-kerikil di jalan ini, ridhoilah kami, jangan Engkau tinggalkan kami.
Ya, Rabb…
berilah cahaya kepada orang-orang yang Engkau kehendaki…
bagi mereka yang mencari-Mu dengan tertatih -tatih maupun yang berlari.
aamiin.
Iya, kenapa hanya Indonesia yang umat Islam di pecah belah??? Sedih aja kalau mengingat yg demikian. Gimana MUI?????Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !
Assalamu’alaikum Wr.Wr.
Afwan Ikhwan! memang kalau 1 dzulhijah 1428 H, jatuh tanggal berapa di bulan masehi sekarang Ya? mungkin ada yang bisa bantu
Alhamdulillah sy mendapatkan masukan yg bagus. Tetapi terus terang, ini membuat sy menjadi bingung.
1. Dalam QS 13:2, 14:33, 21:33, 36:40, 55:5 bahwa telah jelas bulan beredar dalam orbit yang tetap sehingga kita bisa menjadikannya sebagai pegangan. Karena dia tidak pernah ingkar janji :)
Ilmu falak sudah sedemikian presisi, sehingga kita bisa memperkirakan terjadinya gerhana bulan atau matahari yg terjadi setiap puluhan tahun sekali.
2. Jika ilmu falak tidak berlaku atau kurang sah untuk dijadikan dasar dalam penentuan waktu ibadah, bagaimana dengan waktu shalat. Dengan jadwal shalat itu pula kita sering menjadikannya sebagai pegangan untuk memulai puasa dan berbuka.
3. Idul Adha itu sendiri sebenernya jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah atau hari penyembelihan kurban (Yaumun-nahr)?
Untuk sementara itu saja. Terima kasih atas penjelasannya. Tulisan ini semata2 sy buat karena ke ingintahuan sy sekaligus juga sebagai jalan mencari kebenaran.
moslem—> yang aneh tuh tulisannya atow masnya? yu ah kita sama2 berjoeang mas….klo ada yang belon ngerti kita diskusiin jangan bilang aneh, justru klo gituh ntar yang aneh malah masnya….
qt saling ingetin ajah, klo ada yang salah coba ingetin n tunjukin….biar kehidupan Islam cepet berlanjut….
Mungkinkah penduduk Makkah bisa merukyat hilal pada Ahad, 9 Desember 2007/29 Dzulqaidah 1428?. Padahal pada senja itu di Makkah: mangrib terjadi pada pukul 17:39 Waktu Makkah, tinggi hilal minus 5° dan 15′ di bawah ufuk, dan ijtimak terjadi pada pukul 20:42-nya. Wallahua’lam bish-shawab
marilah kita berfikir dan berdiskusi dengan hati dan hujjah yang kuat. dalam hal ini tentunya patokan kita yang utama adalah dalil
Ini bukti lain “hebatnya” umat Islam…
OFFICIAL Day of Eid-al-Adha in Different Countries
December 19, 2007 (Wednesday):
Australia (Arab Community)
Albania (Follow Saudi Arabia)
Bahrain (Follow Saudi Arabia)
Denmark (Follow Saudi Arabia)
Egypt (Follow Saudi Arabia)
Kosovo (Follow Saudi Arabia)
Kuwait (Follow Saudi Arabia)
Libya (Follow Saudi Arabia)
Luxembourg
Qatar (Follow Saudi Arabia)
Saudi Arabia (Claim of sighting)
UAE (Follow Saudi Arabia)
UK (also on Dec 20)
USA and Canada (Arab Community, and Islamic Society of North America)
December 20, 2007 (Thursday):
Australia (Turkish Community)
Barbados
Belgium
Canada (Toronto Hilal Committee)
Guyana
Indonesia
Malaysia
Mauritius
Singapore
South Africa
Tanzania
Trinidad & Tobago
Turkey
UK (also on Dec 19)
USA (also on Dec 19, and Dec 20)
December 21, 2007 (Friday):
Australia (also on Dec 19, and 20)
Bangladesh
Fiji Islannds
India
Iran
Morocco
Pakistan
Senegal
USA (Islamic Circle of North America & Chicago Hilal Committee)
Makanya perlu digaris bawahi di mana letak “GMT” untuk penanggalan hijriah. Kalau berdasarkan matahari kan jelas GMT nya ada di Inggris. Kalau Hijriah ada dimana ? Jadi mungkin saja di Arab sudah masuk bulan baru di Indonesia belum. Jadi kaya tahun masehi, di Indonesia sudah bulan Maret sementara di Amerika sono masih bulan Februari. Masuk akal kan ? Cari dulu kesepakatannya, di daerah mana jam 00.00, lalu kalau di Arab kurang atau nambah, di Indonesia juga kurang atau nambah. Kalau lihat pengalaman penetapan Idul Adha dan Idul Fitri sebelumnya Arab dan Indonesia bagaikan Indosesia dan Amerika, di sana udah disini belum. Salam
sebelum adanya naungan khilafah sya rasa sangat sulit utk bisa mempersatukan islam,ayo saudaraku,teruskan perjuangan, kalau bukan kt sp lagi….keep spirit
Assalaamu ‘alaikum.
Ibadah Idul Adha merupakan ibadah solidaritas terhadap para hujjaj di tanah suci. Artinya, ketika mereka wukuf (9 Dzulhijjah) , kita disunnahkan berpuasa.
Dan ketika mereka melempar jumrah aqabah, kita disunnahkan melaksanakan shalat Idul Adha (10Dzulhijjah).
Jadi saya sangat setuju jika penentuan rukyatul hilal wajib menurut penduduk makkah.
Pertanyaan saya apakah tanggal penanggalan hijriah di mekkah apakah harus persis dengan penanggalan masehi?
mengingat antara indonesia dengan Arab saudi yang berbeda sekitar 4 – 6 jam (Indonesia mendahului).
Karena itu saya harus mengikuti Makkah, tetapi mengikutinya mendahului atau belakangan ya?
Atau ada plus minusnya dari Mekkah? berapa derajat BT-BB?
karena saya juga tidak tahu “GMT” nya hijriah (selaras pernyataan Oki,18 desember).
wassalam.
Mirip dengan mas Syamsulw.., hari Arafah sepatutnya menjadi patokan. Hari itu adalah hari berkumpulnya ummat muslim sedunia yg sedang berhaji di satu tempat, dan menjadi syarat sahnya haji. Idul Adha mengikuti hari arafah. Karena Arafah itu ada di Arab… moment Arab lah yang jadi patokan. Tidak masalah waktu berbeda di tempat lain… tapi MOMENT ARAFAH itu adalah lambang persatuan dan Ukhuwah Islamiah sedunia. Kalau wukuf mulai siang hari sampai magrib.. di Arab, maka di Arab besoknya adalah hari Kurban alias Idul Adha… di Indonesia beda sekitar 4 jam lebih awal dari Arab. Jadi lebaran di Indonesia lebih dulu 4 jam dari Arab. Kalau disini shalat jam 07 pagi, di arab bari sekitar jam 3 pagi…
Tapi itu sudah dalam hitungan ” Esok Hari” nya hari Wukuf di Arafah.
Mari kita renungkan … bahwa hadist yg disampaikan Nabi tentang hari arafah tentu mengandung maksud yang Mulia.. demi tercapainya ukhuwah Islamiah…
Wass.
Assalamu’alaikum Wr Wb…Bismillah…menurut saya simple saja dan tidak perlu bingung…bagi kaum muslim yang kiblat sholatnya masih menghadap Ka’bah (Makkah) seharusnya ikutilah aturan Makkah dan berlebaran bersamaan waktunya dengan penduduk Makkah, kecuali ada umat muslim yang memiliki kiblat berbeda misal golongan JIL yang kiblatnya ke AS silahkan jadi umat yang aneh :)
Masih bingung saya… Ga ngerti, maaf ya? :)
Harus nyari referensi lagi nih.
salam dari Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang
ASS. WR WB.
MENGAPA KITA IDUL FITRI DAN IDUL ADHA BERDASARKAN RUKYATNYA MEKKAH? BUKANKAH WAKTUNYA (GMT) LEBIH DAHULU INDONESIA DARIPADA MEKKAH? ANDAIPUN KITA IKUT MEKKAH SEBAGAI (GMT) ISLAM BERARTI KITA BERADA KURANG LEBIH 19 JAM DIBELAKANG MEKKAH. ARTINYA KALAU DI MEKKAH TANGGAL 2 JAM 07.OO (MISALKAN SAAT MEREKA SHOLAT)MAKA DI INDONESIA MASIH TANGGAL 1 JAM 12 HARUSNYA KITA SHOLAT KEESOKAN HARINYA.
APAKAH ADA PERINTAH AL QURAN DAN HADITS HARUS IKUT MEKKAH DALAM PENENTUAN HARI RAYA?
TERIMA KASIH.
WASS. WR. WB
Kesaksian orang melihat hilal dapat diterima jika orang tersebut : seorang muslim yang disumpah dan yang memiliki pengetahuan tentang hilal. perlu diketahui di langit terdapat beberapa benda langit yang “mirip” atau menyerupai hilal,
Koreksi mas muallaf, yang benar makkah tgl 2 jam 7 pagi, Indonesia jam 11 siang pada tanggal 2 juga, ingat untuk penanggalan Islam dimulai ghurub (terbenamnya matahari) bukan jam 00
mas muallaf.
Saran saya…
Sebaiknya anda membaca ulang kembali artikel di atas dgn
lebih teliti lagi…
saya coba ingin membantu anda untuk memahami seputar penentuan hari raya Idul Adha saja yg sebentar lagi akan dilaksanakan:
– Untuk rukyat hari raya Idul Adha harus merujuk rukyat dari penduduk makkah karena yg menentukan pelaksanaan ibadah haji adalah penduduk makkah sebagai panitia pelaksanaan ibadah haji seluruh dunia, sedangkan orang/penduduk luar wilayah makkah yang datang melaksanakan ibadah haji adalah sebagai tamu yang mengikuti setiap aturan/rukun2 dalam pelaksanaan ibadah haji yang sudah ditetapkan oleh panitia (penduduk makkah).
– dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.
Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.
COBA KITA RENUNGKAN….
APAKAH ADA DI HARI YG SAMA TETAPI TGLNYA BERBEDA….
MISALKAN :
SI A BERKATA BAHWA HARI INI HARI SENIN TGL 01 DESEMBER 2008
SEDANGKAN…
SI B BERKATA BAHWA HARI INI HARI SENIN TGL 02 DESEMBER 2008
INI TIDAK MUNGKIN KEDUANYA BENAR, PASTI ADA SALAH SATU YANG BENAR !!!
SEMOGA BISA MENAMBAH WAWASAN DALAM BERFIKIR…
saya pernah dialog dg seorang guru agama, dikatkan kalo penentuan hari id adha bkn masalah madzab, tetapi pemahaman tentang hadits nabi kalo melihat bulan harus puasa. karena lihat bulan di Indonesia duluan maka hari id adha jg duluan. artinya mungkin sekali beda hari raya id adha. saya katakan kalo mungkin ini masalah matla, si guru mengatakan “Anda masih tahu tentang ini 20% aja kalo sudah 80% nanti dialog lagi sama saya” (Ghorizah baqo’ mode on). Keep strugle.
jangan ragu dan jangan bimbang, yakinlah bahwa khilafah pasti akan tegak kembali. Allahu Akbar
inilah buktinya kalau kita tidak punya satu pemimpin(imam)selalu berbeda terutama dlm idul adha,padahal hadist telah menjelaskan dengan jelas.Untuk itu mari kaum muslimin dan muslimat berjuang demi tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah Untuk mempersatukan,menjaga,melindungi dan rahmatan lilalamin.Allahu Akbar…..!!!
Galang 100 juta tanda tangan untuk mendorong pemerintah memediasi sidang isbat internasional.
Umat islam khususnya di indonesia sudah amat resah dengan perbedaan penentuan awal ramadhan dan syawal slalu saja berbeda. Kenapa berbeda kalau bisa satu suara , semangat satu suara bisa kita jumpai pada pelaksanaan ibadah haji.
Prosesi haji mulai dari awal pelaksanaan hingga akhir , seluruh umat islam di dunia bisa satu suara. Tidak pernah dijumpai misalnya menurut keyakinan ulama indonesia pelaksanaan ibadah haji berbeda tanggalnya dengan pemerintah saudi akan tetapi kita harus menghormati perbedaan itu maka marilah kita melaksanakan ibadah haji kita menurut keyakinan masing – masing dan tidak boleh di intervensi oleh pemerintah.!!!! kacau kan …..
Semangat inilah yang perlu terus menerus didorong , umat sudah semakin cerdas jangan sampai ada hadits versi indonesia dan hadits versi arab dalam menentukan munculnya hilal.
Dengan adanya sidang isbat internasional semua perbedaan akan melebur jadi satu, apapun yang diputuskan dalam sidang isbat internasional harus dipatuhi oleh seluruh ormas di dunia.
Wahai umaro kami , wahai ulama kami … apa yang anda cari ?
Ridla atau azab Allah SWT
Bravo ….. Islam agama yang jelas bukan abu – abu