Anggota Komnas HAM yang juga kandidat doktor di UNHAS Makasar, Saharuddin Daming mengatakan, membubarkan Ahmadiyah bukan melanggar HAM. Apa maksudnya?
Maraknya perhatian publik terhadap kegiatan ritual Ahmadiyah, Al-Qiyadatul Islamiyah (AI) dan sejenisnya yang divonis sebagai ajaran sesat dan menyesatkan oleh MUI, memicu terjadinya pro-kontra tidak hanya dikalangan cendikiawan dan pengamat, tetapi juga menjangkau para politisi, pejabat dan jajaran ulama sendiri. Namun polemik yang sempat membelah konfigurasi umat Islam di tanah air tersebut akhirnya menapaki titik balik setelah sejumlah petinggi negara turun tangan menenangkan para pihak yang terlibat konflik.
Kebijakan dan tindakan pelarangan aliran sesat oleh aparat penegak hukum tidak sedikit mengundang simpati dan dukungan, meski banyak pula yang menilai bahwa kebijakan dan tindakan pelarangan tersebut bertentangan dengan HAM maupun hukum.
Fenomena polarisasi seperti tersebut di atas, juga menimpa komposisi keanggotaan Komnas HAM. Komisioner yang didominasi alam pemikiran liberal. Namun ada yang cukup menarik, seorang anggota Komnas HAM, Saharuddin Daming mengatakan, bahwa tindakan aparat penegak hukum baik dari jajaran kepolisian dalam bentuk penangkapan/penahanan pimpinan Al-Qiyadah dan aliran sesat seperti Ahmadiyah bukan melanggar HAM.
“Secara sosio-yuridis merupakan kebijakan yang sangat tepat dan berdasar. Betapa tidak, selain untuk mencegah berlanjutnya aksi-aksi sepihak dari berbagai kelompok yang berpotensi menimbulkan konflik dan instabilitas pada level negara, kebijakan tersebut juga merupakan amanat dari ius constitutum kita sendiri, “ demikian ujar Daming sebagaimana disampaikan pada www.hidayatullah.com.
Pernyataan Daming ini didasarkan pada rumusan delik dalam pasal 156 KUHP: Di mana ada tertera ‘Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia’.
Menurut Daming, setiap orang berhak untuk memeluk suatu agama, mengembangkan dan memelihara hakekat ajaran agama yang dianut, tetapi tidak bebas membuat penyimpangan, merusak atau mengacak-acak ajaran agama dan kepercayaan orang lain.
Secara pribadi Daming tak setuju dengan segala bentuk tindakan kekerasan dan aksi main hakim sendiri. Namun imenurutnya, pembubaran Al-Qiyadah atau Ahmadiyah bukanlan pelanggaran HAM.
“Tetapi kita pun juga harus melakukan hal yang sama untuk menghormati dan menghargai setiap lembaga dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Kalau ada pihak yang secara frontal mendekonstruksi/menuntut pembubaran lembaga tertentu seperti MUI hanya karena faktor ketidaksetujuan, maka bukankah itu bagian dari pelanggaran HAM. Alangkah paradoksalnya argumentasi yang terbangun dari kaum spilis yang menuntut pembubaran MUI karena dianggap memonopoli kebenaran, padahal tuntutan pembubaran itu sendiri juga merupakan ekspresi egosentris kebenaran,” demikian kutipnya.
[cha/www.hidayatullah.com]
Seandainya pelarangan adanya Ahamdiyyah dan alQiyadah itu melanggar HAM, maka HAM pun harus dibubarkan, karena, yang paling tinggi di junjung oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia adalah Islam. Sedang kedua aliran sesat itu menodai agama Ialam. Alhamdulillah pak Daming melihat hal ini adalah memang bentuk penodaan terhadap agama Islam.
Begitu juga Jaringan Islam LIberal yang mati-matian membela yang sesat2 dan menyudutkan yang lurus-lurus. Maka kelompok ini harus pula dibubarkan.
Wassalam.