Oleh : Ir. Muhammadun (Ketua HTI Riau)
(dimuat di Harian Riau Pos – Senin, 21 Januari 2008)
The west won the world not by the superiority of its ideas, values or religion. But rather by its superiority in applying organized violence. Westerners often forget this fact, but non westerners never do. (Prof. Samuel P Huntington).
Demokrasi dan kesejahteraan. Itulah topik hangat dalam Silaknas ICMI di Pekanbaru, beberapa hari yang lalu. Nanat Fatah Natsir bahkan berharap
Padahal Indonesia sudah termasuk negara demokratis. Demikianlah pengakuan masyarakat dunia. Indonesia telah berhasil mengembangkan dan mempraktikkan demokrasi yang ditandai dengan suksesnya penyelenggaraan Pemilu 2004 yang mengantarkan SBY-dari parpol yang baru terbentuk-menjadi presiden. Demikian tegas Ketua Komite Konferensi Dunia IAPC ke-40, Pri Sulisto, di Nusa Dua, Bali (Republika, 12/11/07).
Indonesia akhirnya meraih ‘’Medali Demokrasi’’. Pertanyaannya, apakah demokrasi berkolerasi dengan kesejahteraan masyarakat? Apakah dengan demokrasi seluruh kebutuhan masyarakat-seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan-tercukupi dengan baik? Faktanya, di Indonesia banyak rakyat miskin tanpa rumah dengan mal nutrisi, tidak mempunyai harapan hidup layak karena tidak adanya jaminan kesehatan, biaya pengobatan yang melambung tinggi, rasa aman yang mahal dan yang lainnya. Kementerian Perumahan Rakyat mencatat, pada awal Oktober 2007 terdapat sekitar 9,5 juta keluarga di Indonesia yang belum mempunyai rumah. (Jawa Pos, 30/10/07).
Ternyata Amerika dan negara-negara Barat lain maju perekonomiannya bukan karena demokrasi. Sebagaimana kata Huntington di atas, ‘’Barat unggul di dunia sekarang ini bukan karena kehebatan ide, nilai-nilai atau agamanya. Barat maju, sejahtera dan unggul lebih karena kemampuannya mengorganisasi kekacauan (imperialisme).’’ Lihatlah kenyataan ini, berapa ton emas yang dikeruk Freeport, dibawa ke Amerika dan telah membuat banyak rakyat Amerika sejahtera karenanya. Berapa milyar barel minyak dari Aceh, Riau, Cepu dan Kaltim yang disedot perusahaan-perusahaan Amerika dan telah membuat mereka kaya. Dan seterusnya. Kalaupun Mereka menegakkan demokrasi, apalagi dengan biaya yang sangat mahal sebagaimana Pilpres di AS, sementara tidak ada imperialisme yang mereka lakukan, dipastikan Barat tidak semaju sekarang.
Contoh lain adalah Belanda. Belanda bisa membangun negaranya seperti sekarang apakah karena demokrasi? Kalau kita melihat sejarah, Belanda bisa seperti sekarang bukan karena demokrasi tapi karena 350 tahun menjajah Indonesia.Demikian juga Rusia. Rusia atau dulu Uni Soviet, pada masa kejayaan komunisme meraih kemajuan di bidang sains dan teknologi. Mereka mampu menciptakan teknologi canggih hingga teknologi ke ruang angkasa. Padahal komunisme sering diklaim memberangus demokrasi dan kebebasan. Jadi, persoalannya bukanlah masalah demokrasi atau tidak, tetapi apakah masyarakat itu memiliki kebiasan berpikir produktif atau tidak.
Paradoks Demokrasi
Demokrasi secara ideal dirumuskan oleh Abraham Lincoln sebagai sebuah sistem pemerintahan yang didasarkan atas prinsip kedaulatan dari, oleh dan untuk rakyat. Melalui sistem pemilihan tertentu, transformasi kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pemberian suara untuk meraih jabatan politik tertentu. Dalam kekuasaannya, aspirasi masyarakat akan diperjuangkan melalui mekanisme yang telah disepakati. Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Benarkah secara faktual dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat?
Anggapan yang menyatakan kedaulatan ada di tangan rakyat jelas keliru. Faktanya, di Indonesia sendiri, yang berdaulat bukanlah rakyat, tetapi para elit wakil rakyat, termasuk elit penguasa dan pengusaha. Bahkan kebijakan dan keputusan pemerintah sering dipengaruhi oleh kepentingan para pemilik modal, baik lokal maupun asing. Tidak aneh jika banyak UU atau keputusan yang merupakan produk lembaga wakil rakyat (DPR) maupun Presiden-yang katanya perpanjangan dari kepentingan rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat-sering bertabrakan dengan kemauan rakyat. Betapa sering kebijakan pemerintah yang diamini para wakil rakyat justru didemo oleh rakyat sendiri.
Ketergantungan parpol pada jalur ekonomi sebenarnya merupakan suatu hal klasik dan wajar. Sebab, partai-partai memerlukan dana untuk berbagai macam kegiatannya. Namun, dalam demokrasi, nampaknya kerjasama aktor-aktor dan instrumen politik dengan aktor-aktor dan instrumen ekonomi telah membentuk suatu lingkaran setan. Pada saat akan terjadi pemilihan umum, para konglomerat berupaya memasang perlindungan bagi bisnisnya agar tidak rontok di tengah jalan dengan mengucurkan dana kepada partai-partai yang diprediksi akan meraih suara cukup banyak.
Pengkritik demokrasi seperti Gatano Mosca, Cilfrede Pareto dan Robert Michels cenderung melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas. Dalam praktiknya yang berkuasa adalah sekelompok kecil orang atas kelompok besar. Khusus kasus di Indonesia, kelompok mayoritas adalah Muslim, tetapi kenyataanya yang senantiasa diuntungkan adalah kelompok non-Muslim karena kekuasaan atau modal dimiliki oleh kelompok minoritas non-Muslim. Hal senada juga dinyatakan oleh Benjamin Constan. Ia menyatakan bahwa demokrasi membawa masyarakat menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.
Konsep Suara Mayoritas
Memang benar, realitasnya masyarakat tidak mungkin semuanya duduk di pemerintahan. Oleh karena itu, suatu hal yang wajar muncul konsep perwakilan rakyat. Suatu hal yang patut dicermati adalah klaim sistem demokrasi terhadap suara mayoritas wakil rakyat di parlemen sebagai suara mayoritas rakyat.
Dalam kenyataannya, telah terjadi pengalihan dari mayoritas rakyat ke minoritas rakyat. Bagaimana tidak, untuk menjadi anggota legislatif seseorang perlu mengantongi suara dengan kuota tertentu. Konsekuensinya, seorang wakil rakyat setara dengan jumlah rakyat dengan kuota tersebut. Setiap pikiran, saran, sikap, dan keputusan dari setiap anggota legislatif dianggap selalu setara dan senantiasa mewakili sejumlah orang tersebut. Padahal, realitasnya ‘’wakil rakyat’’ tersebut tidak pernah meminta pendapat rakyat yang diwakilinya, rakyat tidak dapat mengoreksi apalagi memecatnya. Kalaupun di-recall bukan oleh rakyat melainkan oleh pimpinan partainya.
Dengan demikian, sebenarnya keputusan-keputusan yang diambil oleh para anggota legislatif sekalipun diakukan sebagai suara rakyat, hakikatnya telah beralih kepada suara anggota legislatif itu secara individual.
Satu hal lagi, apakah suara mayoritas itu pasti benarnya? Bila jawabannya didasarkan pada pelogikaan manusia maka boleh jadi ya. Namun, ternyata Allah SWT Dzat Yang Maha Tahu menyatakan sebaliknya. Kebenaran bukan ditentukan oleh mayoritas atau minoritas suara melainkan ditetapkan berdasarkan dalil syar’i.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Assiddiqy dalam kesempatan Silaknas ICMI di Pekanbaru pekan lalu mengatakan bahwa demokrasi memang telah membawa cacat bawaan. Nah, mestinya kita tidak terjebak dalam pola pikir democratic trap (jeratan demokrasi). Untuk memperbaiki negeri ini kita harus keluar dari kotak pemikiran konvensional (out the box), sehingga akan muncul pikiran-pikiran alternatif yang jernih, tidak sekedar defensif apologetik tatkala menghadapi serbuan pemikiran dari Barat. Karena sebagaimana kata Samuel P Huntington tadi, Barat ternyata maju bukan karena keunggulan pemikiran, ide atau agamanya namun karena kemampuan mengelola kekacauan alias imperialisme. Lantas untuk apa kita ikut-ikutan mengadopsi dan memasarkan ide-ide Barat ? Wallahu a’lam bi-showab.***
“Karena sebagaimana kata Samuel P Huntington tadi, Barat ternyata maju bukan karena keunggulan pemikiran, ide atau agamanya namun karena kemampuan mengelola kekacauan alias imperialisme” ———————– sebuah pemikiran yg menarik, memang ada benarnya juga.
Ternyata, memang hanya Islam yang bisa menyelamatkan Dunia.Kalau mau ikut ide-ide Barat maka Qiyamat bisa makin dekat. Kehancuran bumi tinggal menghitung hari… Ayo selamatkan dunia dengan Syariat. Kita campakkan ramai-ramai Demokrasi, HAM,kapitalisme, liberalisme, sekularisme…yang terbukti telah membawa dunia menuju kehancuran….Tunggu apa lagi SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA
DEMOKRASI…
Haram Mengambil
Menerapkan
dan Menyebarluaskannya
demokrasi hanya akan membawa bangsa Ina ini semakin terpuruk(miskin)karena SDA yang ada di Ina diambil(baca:dirampas)oleh penjajah(baca:Amerika).
“Karena sebagaimana kata Samuel P Huntington tadi, Barat ternyata maju bukan karena keunggulan pemikiran, ide atau agamanya namun karena kemampuan mengelola kekacauan alias imperialisme”
Maka dari itu, sdh saatnya kita campakkan “DEMOKRASI”, kita ganti dengan sistem Islam yang akan membawa kemaslahatan bagi bangsa ini khususnya, umumnya bagi seluruh alam semesta.
Hanya orang2 yang “BODOH” yang masih mempertahankan DEMOKRASI sbagai sistem(yang katanya yang terbaik) bagi Ina !!!
Selamatkan Ina dengan Syariah, menuju Ina yang lebih baik.
Mari kita terus mengkaji Islam, dan bersama2 memperjuangkan Syariah & Khilafah, karena hanya itulah solusi satu2nya bagi Ina.
Wallahu ‘alam bi-showab…
Lagi-lagi demokrasi. memangnya sistem buatan itu manusia manjur. manjur mana sama buatan Allah Yang Maha Kekal? coba buktikan………….
Demokrasi mati aja, ke laut sana buang jauh-jauh!!
Awas jangan terkecoh. Saatnya Syariah Islam yang membuktikannya. Allah akbar?
Ringan saja…
Sebenarnya tak ada hubungannya antara kesejahteraan dengan demokrasi. Karena pada hakikatnya yang memberi kesejahteraan adalah Allah SWT, karena Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga kepada para penganut demokrasi pun Allah SWT masih tetap Maha Pengasih…tapi ingat bahwa yang ‘ngasih’ itu belum tentu ‘sayang’. Tapi sebaliknya, kalau yang ‘sayang’ pasti ‘ngasih’…
Sudahilah hukum dan pemikiran jahiliyah. Karena pemilik akal dan pembuat hukum hanyalah Allah SWT.
=======================================================
INDONESIA GOES TO KHILAFAH
memang saat nya menyadarkan masyarakat dengan pemikiran ISLAM so jadilah pengubah DEMOKRASI yang notabene memang dalang PENGHANCUR DUNIA ISLAM. SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA DENGAN SYARI’AH. Tetap semangat dalam MENEGAKKAN ISLAM OK
Demokrasi dengan kesejahteraan ga ada sangkut pautnya, ga nyambung dan ga faktual.
Demokrasi sistem kufur,
TINGGALKAN, LEMPARKAN DAN HANCURKAN!!!
yang masih mempercayai demokrasi sebagai jalan untuk indonesia agar lebih baik hanya orang bodoh.
ternyata orang-orang yang di PEMERINTAHAN SEKARANG orangnya bodoh-bodoh ya!!!
jangan bilang-bilang sama siapa2 ya, karena semua orang juga sudah tau.
tugas kita semua untuk memintarkan mereka agar kembali ke jalan yang benar, yaitu kembali kepada Syariah.
IT’S TIME FOR KHILAFAH TO LEADS THE WORLD.
Sudah saatnya Indonesia menggantikan sistem demokrasi dengan sistem Islam , bukankah dlm demokrasi suara rakyat adalah suara Tuhan ini sma saja menyamakan makhluk-Nya dgn Allah
Demokrasi adalah sistem kufur.
Karena fakta demokrasi adalah Nidhom. Yaitu seperangkat aturan kehidupan yang bukan or bertentangan dengan Islam. Kenapa sampai kufur? Kenapa jadi bab aqidah?
Maka kita lihat faktanya. “Dari, oleh, untuk rakyat” adalh jargon. Tapi “Kedaulatan di tangan rakyat” lebih dekat dengan makna demokrasi. Yang berdaulat/ yang membuat undang2 adalah manusia. Bukan Allah Yang Maha Adil. Maka Keyakinan seperti ini Kufur. Membuat tandingan Allah dalam membuat hukum adalah kekufuran. Demokrasi adalah bukan sekedar aturan administrasi apalagi suatu sains or tehnologi yang memang mubah. Tapi dia adl Nidhom. Nidhom Kufur! Jadi Demokrasi Sistem kufur, bukan haram.
Kok jadi nggak haram ya?
Jangan khawatir! Mendakwahkan demokrasi, menerapkan demokrasi adalah perbuatan yang haram.
(Tamat)
Assalamu’alaikum…
Saya hanya mau menanggapi, akan adanya protes terhadap demokrasi. Apa saudara sudah paham (hapal, mengerti artinya, asbabun nuzul, grammatikal Arab, dll)Al-Qur’an? Begitu pula hadits? Mungkin surat Al-Baqarah saja anda tidak hapal (saya juga tidak hapal). Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW memerintahkan ummat Islam untuk mentaati para alim ulama (sabda: “Bertanyalah pada ahli dzikir). Menurut cerita (dan saya sudah membaca beberapa isinya), perjanjian Madinah, antara Nabi dengan (insyaAllah) kaum Yahudi-Nasrani, tidak ada embel-embel Syariat Islam. Bahkan, saat kaum Yahudi-Nasrani tidak setuju ada tulisan “Bismillahirrahmanirrahiimi”, oleh Rasulullah dihapus. Kaum nasrani-Yahudi bebas melaksanakan kegiatannya, dan umat muslim juga bebas beribadah kepada Allah. Apa kulit “SYAR’I” harus diperjuangkan, sedangkan, di negara Indonesia, sholat Jum’at pun disediakan fasilitasnya. Negara ini negara yang kaya. Kalu kita bertengkar, kapan kita maju? Bisa-bisa Amerika tersenyum melihat kita bertengkar. Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, seorang pelacur pun dimasukkan ke surga-Nya, maka lebih baik dan indah apabila kita hidup rukun, karena sabda Rasulullah: “perbedaan di antara umatku adalah Rahmat-Nya”. Semoga kita diberi hidayah oleh Allah, mendapat ampunan dan petunjuk-Nya. Amin… Salam damai…
Aslm.w.w.
Ikutan nimbrung.
Saudaraku, untuk memahami dan melaksanakan perintah Allah (kalo qt masih ngaku hamba Allah),rasanya dak harus hapal Al-Quran dl deh. Bisa berabe donk,…
Ulama yang layak diikuti adalah Ulama pewaris nabi, yang akan tetap menndakwahkan Islam dan hanya takut pada (hukum)Allah.
Islam adal Rahmat bagi seluruh alam, namun ketika Islam itu diterapkan sebagai aturan yang mengatur seluruh kehidupan bermasyarakat secara kaffah. Dalam mslh ibadah, masing2 blh sesuai keyakinannya. tp aturan muamalah, harus dg aturan Islam.
Saudaraku, kita akan hdp rukun dan sejahtera, bila negeri yang kaya ini diatur oleh Islam bukan dengan domokrasi. Karena menerapkan islam adalah bukti keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Mari kita turut memperjuangkan tegakknya Islam, sebagai bukti bahwa kita sedang meraih petunjuk dan ampunan Allah SWT.
Wallohu A’lam.