[BULETIN AL-ISLAM EDISI 390]
Harga berbagai kebutuhan pokok di semua daerah tiap hari kian melonjak. Saling menyusul satu sama lain. Bulan Desember 2006 yang lalu, harga beras hampir di seluruh wilayah Indonesia terus merangkak naik sangat dramatis. Terjadi kenaikan sebesar Rp 100 per hari atau Rp 700 selama sepekan. Harga beras paling murah naik tajam menjadi Rp 4.000 dan kelas medium Rp 5.200. (TEMPO Interaktif, 13/12/2006). Untuk mengantisipasi kenaikan harga beras ini, pemerintah pun akhirnya mengambil kebijakan membuka kembali kran impor beras, padahal 3-4 bulan lagi akan terjadi panen raya beras. Bukan hanya itu, operasi pasar beras pun digelar. Namun apa yang terjadi, setelah harga beras mencapai harga tertinggi, harga beras pun ‘susah’ untuk turun kembali. Kalau pun ada penurunan tidak bisa dijamin akan tetap konstan. Hari ini turun, namun besoknya atau minimal seminggu setelahnya naik kembali.
Tatkala masyarakat belum ‘pulih’ akibat kenaikan harga beras, harga kedelai pun ikut menyusul mengalami lonjakan. Harga kacang kedelai mencapai Rp 8.600 per kilogram dari sebelumnya Rp 4.000,-. Akibatnya harga tempe di pasaran pun ikut melambung. Akibat kenaikan ini, bukan hanya ‘memukul’ masyarakat kecil karena tempe adalah ‘lauk-pauk istimewa’ bagi mereka, namun juga ‘memukul’ para pengusaha kecil produsen tempe. Daya beli masyarakat kecil pun semakin menurun.
Tak hanya kedelai yang mengalami kenaikan fantastis dalam kurun waktu 1 bulan terakhir ini, namun harga minyak goreng pun naik. Bahkan, kenaikan minyak goreng kali ini cukup tinggi hingga menembus Rp 13.000 per kilonya. Ini memang sebuah ironi. Indonesia adalah Negara produsen CPO besar dunia. Namun kenapa harga minyak goreng terus melambung tanpa kendali. Menurut Gunaryo (Direktur Bina Pasar dan Distribusi Departemen Perdagangan) pokok persoalan lonjakan harga minyak goreng curah bukan pada kekurangan stok (Suara Pembaharuan, 26/1/08). Jika bukan pada stok, lantas apa penyebabnya? Jelas, ini adalah buruknya distribusi dan permainan dari para produsen CPO. Hasilnya, masyarakat kecil kian menjerit.
Kenapa Kenaikan dan Kelangkaan Sering Terjadi?
Gonjang-ganjing harga sembako jika ditelusuri akan bermuara pada dua hal. Pertama, pemerintah senantiasa mengambil kebijakan reaktif bukan strategis. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memecahkan problem kenaikan harga sembako sering berfungsi sebagai ‘pemadam kebakaran’ semata. Bukan pemecahan secara total. Operasi pasar dan penurunan bea masuk impor merupakan hal yang umum digunakan. Namun, tetap saja sesaat. Bagaimana politik pertanian dalam rangka swasembada dan kedaulatan pangan yang ditetapkan pemerintah? Tidak jelas!
Kedua, adanya liberalisasi sektor pertanian. Pemerintah memposisikan diri sebagai regulator yang mengelola arus keluar-masuk barang –barang hasil pertanian, tanpa pernah menjamin ketersediaannya ditingkat pasar. Pemerintah ‘berlepas tangan’ terhadap hal tersebut. Bukan hanya itu saja, akibat liberalisasi pertanian, hanya pihak yang bermodal besar sajalah (baik swasta dalam negeri maupun asing) yang akhirnya menguasai sektor pertanian.
Kondisi yang ada semakin diperparah dengan merajalelanya konversi lahan pertanian subur menjadi daerah industri tanpa memperhatikan tata kelola lahan dan ruang lingkup kawasan. Akhirnya lahan-lahan subur pertanian semakin tahun semakin menyempit dengan kualitas pertanian semakin berkurang dan tercemar oleh limbah industri.
Politik Pertanian dan Politik Ekonomi
Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam As Sisayah Al iqtishadi al mustla mengungkapkan, pada dasarnya politik pertanian dijalankan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Untuk hal ini biasanya ditempuh dua jalan, Pertama, dengan jalan intensifikasi seperti melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produktivitas tanah. Kedua, dengan ekstensifikasi, seperti menambah luas area yang akan di tanam.
Intensifikasi pertanian dapat dicapai dengan menggunakan obat-obatan, penyebarluasan teknik-teknik modern di kalangan para petani, dan membantu pengadaan benih serta budidayanya. Termasuk melakukan bioteknologi untuk bidang pertanian. Salah satunya adalah bioteknologi transgenik, yakni dengan menghasilkan varietas yang lebih unggul. Indonesia saat ini telah berhasil memproduksi wartel, tomat, dan lainnya dengan teknologi ini. karenanya Negara harus memberikan investasi modal yang cukup. Hitung-hitungannya memang tidak jangka pendek seperti dagang, namun inilah strategi paling pokok dan jitu dalam menegakkan politik ketahanan pangan. Dalam strategi ini, melakukan impor besar bidang pertanian adalah tindakan yang sangat kontra produktif. Intensifikasi pertanian ini semakin serius ketika kita berhadapan dengan konversi lahan pertanian ke penggunaan lain yang kian mengkhawatirkan.
Cara ekstensifikasi pertanian dicapai dengan mendorong agar menghidupkan tanah yang mati dan memagarinya. Dengan memberikan tanah secara cuma-cuma oleh negara bagi mereka yang mampu bertani yang tidak memiliki tanah. Negara harus mengambil secara paksa dari orang-orang yang menelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut. Terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ
“Siapa yang memiliki sebidang tanah, meka hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah ia berikan kepada saudarnya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaklah tanahya diambil“. Problem klasik para buruh petani yang tidak memilik lahan yang luas untuk berproduksi, insya Allah terjawab dengan titah baginda Rasul ini.
Dan untuk lebih strategis, kebijakan politik pertanian ini harus disenergiskan dengan strategi politik industri. Syekh Al Maliki menyebutkan, politik industri ditegakkan untuk menjadikan suatu negara sebagai negara industri. Sedang untuk menjadi negara industri ditempuh satu jalan saja, yakni dengan menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin) terlebih dahulu. Termasuk peralatan mesin mekanisasi pertanian. Selama berbagai peralatan pertanian kita masih tergantung pada Barat, selamanya pula Barat terus memiliki kesempatan untuk mendikte dan menghegemoni kita.
Realitas menunjukkan harga dapat saja merangkak. Dalam situasi demikian, tidaklah mengherankan rakyat kecil banyak yang menjerit. Karenanya, politik pertanian ini dalam kenyataannya harus dipadukan dengan politik ekonomi. Dalam politik ekonomi Islam, kebutuhan pokok setiap individu dijamin kebutuhannya, sementara untuk kebutuhan sekunder dan tersier pemerintah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siapapun memenuhinya sesuai dengan kesanggupan. Artinya, kebutuhan akan pangan (sembilan bahan pokok), sandang dan papan setiap individu-individu masyarakat dijamin mendapatkannya. Ketika mereka secara individual tidak dapat memenuhinya, keluarganya pun tidak dapat menolong, maka pada saat demikian pemerintah harus langsung turun tangan. Tidak boleh ada seorang penduduk pun yang kelaparan dan tinggal di emper jalanan. Bila hal itu terjadi maka yang bertanggung jawab adalah pemerintah.
Rasulullah SAW sebagai kepala negara telah mengalihkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok rakyat ke pundaknya jika orang-orang yang wajib memenuhinya itu tidak mampu. Beliau bersabda: ”Oleh karena itu, jika seorang mukmin meninggal serta meninggalkan warisan, silakan orang-orang yang berhak memperoleh warisan itu mengambilnya. Namun, jika ia meninggal sembari meninggalkan hutang atau keluarganya yang terlantar maka hendaklah mereka datang kepadaku (sebagai kepala negara) sebab aku adalah penanggungjawabnya” (HR. As-Habus Sittah).
Wahai kaum muslimin,
Kinilah saatnya kita kembali kepada syariat Islam. Kini sudah saatnya kita kembali kepada seruan Allah SWT:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اسْتَجِيْبُوْا ِللهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kalian. (QS al-Anfal [8]: 24)
Komentar:
“Perekonomian kita seperti tak memiliki pegangan yang pasti, selalu reaktif” (Republika, 29/1/2008).
Pegangan yang pasti itu adalah syariat Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.
Islam itu memang problem solving….Aku makin cinta!
Wahai saudaraku se aqidah! belum cukupkah bukti bahwa aturan selain Syariat Islam hanya mendatangkan kesengsaraan belaka? Mari berjuang bersama terapkan Syariat islam untuk mengatasi seluruh problem yang ada. Allahu Akbar
kebutuhan pokok emang harus dijamin dan dipenuhi oleh negara.
karena saat ini, kehidupan jadi sulit.
masa depan jadi suram
hidup tak lagi menyenangkan.
bikin putus asa.
tak mau hidup, matipun segan.
tak ada cara kecuali berjuang melawan ketidak adilan ini.
ayo bergerak.. berjuang tegakkan syariah dan khilafah..
ALLAHUAKBAR
Ass.Saudaraku semua, telah nampak bukti2 bahwa sistem buatan manusia tidaka akan membawa kemanfaatan dunia bagi semua manusia terlebih lagi di akhirat kelak, so tidakkah kita berpikir untuk ikut berjuang bersama2 saudara kita demi kembalinya Islam sebagai problem solver dalam segalah hal, termasuk masalah kenaikan harga yang sekarang lagi terjadi.
Islam hanya akan menjadi problem solver jika diterapkan secara kaffah dalam wadah Daulah Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar
lagi bukti nyata sistem hidup SEKULER yang di pakai oleh pemerintah & di dukung masyarakat saat ini adalah tersesat dan gelap….
Saatnya pemerintah jangan bebal dan masyarakat harus sadar bahwa hanya 2 cara hidup buatan Allah dan Rasul-Nya saja yang akan membawa petunjuk yang terang benderang dunia – akhirat itulah…. –> SYARIAH & KHILAFAH
Yuk Pemerintah dan Masyarakat bergandengan tangan bersama para Ulama menegakkannya….
Jika tidak mau siksa Allah sangat mengerikan….Sungguh!
Gampangnya, Negara komunis saja, dalam mewujudkan konsep sama rata sama rasa, tentunya dimolai dari kebutuhan2 pokok dulu. Gitu kan?
Aturan disebuah suku pedalaman saja, tentu punya konsep bagaimana kebutuhan dasar anggota suku bisa tercukupi lebih dulu. Gitu kan?
Lha ini,
hari gini,
ada sebuah bangsa yg kaya raya, bwesar, ee separo penduduknya aja miskin. Kebutuhan pokoknya aja pada kesulitan. Entah konsep apa yg dipakai selama puluhan tahun merdeka. 90% lebih kekayaan alamnya dikuasai kepala suku. eh bukan! Masih mending gitu, ini malah dikuasai orang asing. Cih! Itu mah bangsa terjajah. Warga suku, eh rakyat bangsa itu, kok ya mau2nya “dipakani” demokrasi. eh demokrasinya juga dalam tanda petik ding! Kalo hukumnya aja nerbunyi “Siapa kuat dia yang menang”, cih, itu mah hukum rimba. Sebuah hukum yang lebih primitif dari hukum adat suku pedalaman. Cih, gitu kok modern! Cih!
af1, banyak meludah. Lagi mual nih.
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam khususnya dalam bidang pertanian yang didukung juga dengan mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Melihat kondisi tersebut, seharusnya Bangsa Indonesia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya khususnya kebutukan pangan. Kebutuhan pangan yang cukup yang seharusnya dapat dirasakan masyarakat, ternyata kondisinya pada saat ini terjadi kelangkaan pangan yang berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok. Kejadian ini merupakan kejadian yang ironis dan harus dicarikan soluisnya. Sebuah paradigma berpikir harus sudah mulai dirubah bahwa segala bencana yang terjadi di dunia ini bisa dikategorikan sebagai sebuah peringatan atau azab. Peringatan atau azab ini terjadi dikarenakan Allah SWT telah “marah” dikarenakan rasa “cemburu” akibat aturan hidupnya yakni Al-Qur’an telah “diduakan” dengan aturan buatan manusia. Sehingga solusi dari permasalahannya adalah dengan kembali kepada aturan Allah SWT yakni al-Qur’an. Begitu juga dengan sebuah bencana atau musibah dalam bentuk kasus kelangkaan dan mahalnya harga kebutuhan pokok yang dirasakan pada saat ini, dimana terjadinya masalah tersebut dikarenakan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dengan mengambil hawa nafsunya sebagai aturan selain Allah SWT dengan menimbun kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut sehingga mengalami kelangkaan. Begitu juga pemerintah yang belum bisa memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya alam khususnya dalam sektor pertanian yang menurut sebagian masyarakat disebabkan adanya aturan hawa nafsu dari sebagian besar pejabat untuk menciptakan kondisi kelangkaan kebutuhan pokok dan kemudian mengambil kesempatan untuk “mensejahterakan” dirinya sendiri sperti melakukan impor bahan pokok seperti beras yang tidak tepat waktu (mendekati musim panen raya).
“Dan adapun kaum Tsamud, Maka mereka Telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, Maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang Telah mereka kerjakan.” (Al-Fushilat :17)
Solusi dari permasalah ini adalah dengan kembali kepada aturan Allah SWT yakni Al-Qur’an. Al-Qur’an dapat mengatasi dan menjawab seluruh permasalahan termasuk masalah kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan pokok. Adapun tentang solusinya dengan melaksanakan kebijakan politik pertanian Islam, politik industri Islam, dan politik ekonomi Islam.
“Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Al-Isra :9)