Penghinaan Berkedok HAM

Imam Sutiyono
Masih teringat dalam nalar kesadaran tahun 2005 lalu, Koran Jyllands Posten terbitan Denmark memuat karikatur Nabi Muhammad, akibatnya umat Islam terbakar rasa agamanya. Kemarin (Rabu, 20/02) secara serentak sebelas media di Denmark menerbitkan kembali kartun-kartun kontroversial yang berisi penghinaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Reaksi cepat umat Islam pun tak tertahankan. Ormas Islam dan Forum Umat Islam meminta pemerintah memperingatkan Denmark agar menghukum para aktor dibelakangnya.

Dengan topeng Hak Asasi Manusia (HAM) mereka berkilah sah-sah saja sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat. Jelas saja berlandaskan rasa cinta terhadap agamanya, ratusan umat Islam mendatangi konsulat Denmark untuk melakukan konfirmasi dan pembelaan atas penghinaan, pelecehan, dan pendeskreditan yang nyata-nyata sangat menyakitkan.

Oleh karena itu melalui tulisan kecil, penulis mencoba menelaah lebih dalam lagi tentang HAM dan kaitannya dalam realita kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini sebagai rasa kepedulian terhadap fenomena HAM yang terus bergulir bak bola liar yang sering menabrak dinding-dinding suci ranah religi.

Propaganda HAM

HAM yang berintikan makna kebebasan, sejatinya lahir dari sistem Demokrasi. Semua percaya dan mengerti bahwa demokrasi muncul dari rahim sekular yang didefinisikan sebuah sistem yang memisahkan ajaran agama dengan kehidupan. Dalam bukunya yang penuh kritik dan syar’i, salah seorang ulama asal Palestina, Syaikh Abdul Qadim Zallum berpendapat dengan demokrasi sebenarnya telah mengusung sejumlah propaganda kebebasan, diantaranya; Kebebasan Beragama (freedom of religion), Kebebasan Berpendapat (freedom of speech), Kebebasan Kepemilikan (freedom of ownership), dan Kebebasan Bertingkah Laku (personal freedom) ( Zallum, 2001).

Untuk lebih menjelaskan katagorisasi kebebasan diatas, maka akan dipaparkan satu persatu. Pertama, kebebasan beragama. Berisikan pemikiran tentang kebolehan sesorang memeluk agama dan disaat yang sama tidak boleh ada perasaan superioritas terhadap agama lainnya. Akibatnya boleh jadi kemarin beragama A, sekarang B, besok agama C, lusa pindah ke agama D. Itu sebuah pemikiran yang sangat berbahaya. Tidak ada lagi kesakralan dalam beragama dan parahnya, karena berpendapat ’kedudukan agama sama’ demikian, maka lebih baik tidak beragama atau Atheis. Secara jujur dan fitrah setiap pemeluk agama tertentu akan merasakan agama dirinya yang cocok dan sesuai dengan hati, makanya memeluk atau memilih agama tersebut. Tidak mungkin seseorang memeluk agama tertentu dan bangga akan agamanya, tetapi disaat yang sama muncul perasaan semua agama sama atau benar. Kalau semua agama benar, mengapa tidak pindah-pindah agama saja? Inilah konsep kebebasan beragama yang diusung para pembela HAM.

Kedua, kebebasan berpendapat. Dalam sebuah sistem atau ideologi tertentu yang diemban oleh sebuah negara, maka akan menerapkan konsep-konsep pemikiran yang menjaga ideologi tadi. Sangat mustahil atau tidak mungkin jika sebuah sistem negara membiarkan ideologinya digerogoti oleh pemikiran lainnya. Ideologi sekular telah mengokohkan sistemnya dengan kebebasan berpendapat yang menjamin semua orang berpendapat, meskipun jika disorot dengan cermin agama akan banyak yang bertabrakan atau menyimpang. Dengan dalih kebebasan berpendapat dan dijamin oleh Undang-undang, seperti UU Pers No. 40 1999 ternyata majalah porno Playboy lolos dari jeratan hukum. Begitu juga dengan dalih liberalisme dan pluralisme, para penganut ajaran ini telah nyata-nyata mengingkari kebenaran dan keotentikan kitab suci al Qur’an. Menolak poligami karena fakta dilapangan yang banyak menyimpang dan bukan mengimani kebolehan poligami karena ajaran agama (Islam) membolehkannya. Kalau isteri boleh lebih dari satu, apakah dengan alasan emansipasi boleh bersuami lebih dari satu? Mungkin dalam benak mereka, kitab suci bisa dikritik dan ditafsiri sesuai kepentingan. Inilah dampak serius jika kebebasan berpendapat terus tumbuh subur tanpa didasari oleh ajaran agama yang shahih.

Lebih parah lagi semenjak aliran Ahmadiyah yang menyatakan ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad, justeru para pendukung HAM membela mereka dengan alasan tidak boleh memaksakan pendapat. Padahal disisi yang lain mereka kelompok Ahmadiyah telah nyata-nyata menodai ajaran Islam yang suci dengan menambahkan pemikiran yang sesat dan menyesatkan. Bahkan mengkafirkan bagi yang lainnya.

Ketiga, kebebasan bertingkah laku. Pemahaman kebebasan ini telah menjadikan orang bebas berbuat sekehendak hati. Prinsip yang dijunjung adalah suka sama suka, tindak menganggu orang lain. Munculnya kaum gay atau homoseksual, lesbian, waria, PSK, germo, dan sebagainya, bisa jadi karena mereka berpijak pada kebebasan bertingkah laku meski juga alasan klise berupa ekonomi. Bahkan lebih gilanya, mereka kini berjuang untuk dilegalkan dalam Undang-undang untuk perkawinan jenis kelamin sama! Sebuah perbuatan yang menyimpang dari fitrah manusia dan bertolak belakang dengan akal yang sehat. Jika tidak distop pemikiran dan gaya hidup seperti kehidupan gay atau lesbi atau yang lain diatas, maka akan berdampak serius dikemudian nanti. Tidakkah belajar dari kisah umat Nabi Luth as yang telah diazab Allah karena kelakuan mereka yang homoseksual!

Terakhir adalah kebebasan kepemilikan. Sungguh tragis melihat Indonesia kini. Dulu dikenal penghasil padi dan ribuan bahkan jutaan ton diekspor, kini keadaan sebaliknya. Sekarang menurut laporan Word Bank jika batas kemiskinan 2 dolar AS sehari maka kurang lebih ada 110 juta penduduk negeri ini mendapat gelar ’miskin’. Padahal dalam bumi Papua terkandung ribuan ton emas plus tembaga, tapi kini diangkut ke AS lewat PT Freeport. Minyak melimpah ruah, akan tetapi dikuasai asing baik Exxon mobile maupun Chonoco Philips. Inilah akibat kapitalisasi atas nama kebebasan kepemilikan, yang sejatinya sesuai pasal 33 UUD 1945 saja menjelaskan bahwa ” Air, tanah, dan kekayaan terkandung didalamnya dikuasi negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, tapi kini diberikan kepada investor asing. Bahkan sekarang muncul UU Penanaman Modal yang justeru sangat berpihak pada investor asing, sedangkan pribumi hanya mendapat sisa atau limbah saja. Sangat tragis memang, ibarat tikus mati dilumbung padi, sengsara dan kelaparan di tanah yang makmur. Beginilah dampak kebebasan kepemilikan yang merampas milik siapa saja dan yang bukan haknya. Terlebih Islam juga mengatur tentang hal ini, bahwa semua kekayaan alam semestinya dikelola negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat. Jadi untungnya buat kita-kita, penyedia perlengkapan fasilitas umum, seperti MCK, pendidikan dan kesehatan yang terjangkau syukur-syukur gratis, jadi bukan memberi keuntungan berlipat pada konglomerat apalagi kapitalis asing, sedangkan rakyat menjerit kelaparan dan kekurangan gizi, serta minim pendidikan dan kesehatan.

Realitas berbicara lain

Oleh karena itu, sering kebayakan orang salah atau kurang tepat memahami akan bahaya yang terkandung dalam propaganda HAM yang diagendakan Barat bersama demokratisasi. Meskipun tersamar tapi menyimpan segudang bara, bersyukur sekarang agaknya demokrasi sudah seperti telor di ujung tanduk menunggu hancurnya. Tiada lain karena oleh para pengusungnya sendiri akibat politik standar ganda yang diterapkan.

Apalagi para ’mbah’ demokrasi justeru telah menampakkan wajah aslinya yang penuh kebohongan atas nama demokrasi. Wajahnya yang bertopeng sudah mulai terbuka bahkan membuka dengan sendirinya. Lihatlah AS, Inggris, Perancis, beberapa ’negara pejuang demokrasi’ telah mendemontrasikan fragmen kebohongan atas nama demokrasi. Resolusi DK PBB 1747 yang menekan Iran dalam pengembangan uranium menjadi bukti nyata akan hal itu. Serta diam membisunya PBB yang merupakan ’arahan’ AS beserta sekutu dengan aneksasi, invasi, dan penjajahan zionis Israel diatas tanah suci Palestina maupun Lebanon, padahal kebengisan dan pembantaian mereka sudah berjalan sejak 1948!

Dunia melihat, atas nama demokrasi Afghanistan dan Irak dibombardir oleh AS, ribuan telah menjadi korban, darah menganak sungai. Dengan kebohongan kepemilikan senjata pemusnah massal Irak, AS bersekutu meluluh-lantahkan bumi seribu satu malam.

Atas nama HAM mereka menyerang bahkan melecehkan sebuah ajaran agama dan membatasi pelaksanaan syariat sebuah agama. Penghinaan berkedok HAM marak terjadi, sementara muslimah Perancis dilarang mengekspresikan agamanya dengan berkerudung! Akankah dunia tutup mata akan destruktifnya HAM? Wallahua’lam.

(Humas Hizbut Tahrir Indonesia Cilegon, Jurnalis, Pengamat Masalah Sosial dan Keagamaan, dimuat di Harian Radar Banten)

3 comments

  1. tragis banget Dibalik nama indahnya HAM menyimpan 1001 kebohongan,pendustaan,penghinaan,,tapi heran hal begitu kok diagung-agungkan?_?

  2. iman ti bandung

    bila keyakinanku datang
    kasih bukan sekedar cinta
    pengorbanan cinta yang agung
    ku pertaruhkan.

    Aku Cinta padamu Ya Rasulullah…
    Karena telah Kau Hembuskan Ayat Ayat Cinta pada semesta

  3. Reny secara tiba-tiba masuk kedalam kelas mata kuliah Agama islam yang sudah berjalan sekitar 15 menit tanpa permisi mengetuk pintu, sontak dosen dan para mahasiswa yang sedang konsentrasi belajar-mengajar menjadi terhenti dan seluruh mata memelototi Reny dari ujung kaki sampai ujung rambut, astaghifirullah kata mahasiswa cowo bagian belakang ketika melihat pakaian Reny yang sangat seksi dan mengundang birahi. Reny pun dipanggil Dosen; Kenapa kamu terlambat dan pakaian kamu itu tidak pantas digunakan apalagi pada mata kuliah ini? tanya Dosen. Terserah saya pak mau terlambat atau tidak, mau pakaian apa terserah saya, ini hak asasi saya, saya dah bayar koq masuk kuliah disini, jadi bapak tidak punya hak mengatur saya, kata si Reny.

    Bedu & Rita sedang asyik duduk berduan dibawah pohon rindang dekat perpustakaan kampus, kemudian tiba-tiba dari dalam perpustakaan keluar Rahmad aktivis ketua Lembaga Dakwah Fakultas dan mendekati Bedu & Rita sambil menyapa dengan ramah dan bertanya: afwan kalian berdua saudara kandung ya atau sudah suami-istri?. Tidak, kami sepasang kekasih, kata Bedu & Rita secara bersamaan. Mendengar itu Rahmad dengan kata yang lemah lembut dan tegas menjelaskan bhwa akivitas pacaran mereka adalah haram. Sontak bedu dan rita menjawab: eh… jangan ngurusin orang, ini hak kami, anda tidak berhak melarang kami pacaran.

    Dari ilustrasi di atas dapat kita simpulkan bahwa reny, bedu dan rita SALAH DALAM BEDAKAN & MEMPOSISIKAN MANA HAK DAN MANA KEWAJIBAN. (1) reny lupa bahwa ia masuk dalam LINGKUNGAN YANG SUDAH MEMPUNYAI ATURAN & KETENTUAN YANG HARUS DI TAATI bukan dalam lingkungan yang steril dari peraturan. Begitu juga dengan Bedu dan Rita, mereka dilahirkan kedunia ini sudah berada dalam KETENTUAN SYARIAH yang harus di taati bukan dalam dunia yang steril dari ketentuan syariah. (2) Jadi HAK seorang manusia HARUS TUNDUK PADA KETENTUAN / PERATURAN bukannya bebas dari aturan/norma. (3) selama manusia meletakkan HAK di atas KETENTUAN/PERATURAN SYARIAH maka KLAIM HAM akan menjerumuskan manusia pada KESESATAN YANG NYATA.

    Seseorang yang sudah mengaku beriman tapi tidak mau menerima hukum-hukum Allah, maka dia tidak bisa diakui keimanannya oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapatkan rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan penerimaan sepenuhnya (QS 4:65).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*