Oleh Imam Sutiyono
Memang diakui atau tidak, kisah serupa juga pernah terjadi sebelumnya. Dimana pernah ditemukan karena pahitnya menantang hidup, satu keluarga harus mengakhiri penderitaannya dengan meminum racun serangga; serupa juga karena mahalnya biaya ambulance dan tak cukupnya ongkos pulang kampung menyebabkan seorang ayah rela mengendong anaknya dan bahkan mendorongnya dengan gerobang untuk menghantarkan ke pembaringan abadi buat buah hatinya yang meninggal lantaran sakit; juga terjadi seorang ayah yang tertangkap basah mencuri satu pohon ketela dan ketika ditanyakan apa sebabnya, dengan jujur berkata untuk makan keluarga sebagai penyambung hidup karena terpaksa ’puasa’ selama lebih dari 2 hari tanpa ’berbuka’
Fenomena kemiskinan
Bukan hal yang susah sebenarnya untuk menilai dengan sudut pandang tertentu makna atau definisi miskin atau juga fakir miskin. Dan tentu juga beberapa variabel yang menunjukkan tingkat kemiskinan. Tidak salah juga membandingkan definisi yang pernah dirumuskan oleh Badan Pusat Statistika (BPS) yaitu, fakir miskin adalah orang atau keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi kemanusiaan atau orang atau keluarga yang mempunyai sumber mata pencaharian namun tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan ( PP No. 42/1981). Berdasarkan pengertian tersebut, secara operasional maka fakir miskin mempunyai biaya pengeluaran rendah atau berada di bawah garis kemiskinan, yaitu kurang dari Rp. 42.380,00 untuk masyarakat perkotaan dan Rp. 33.590,00 untuk masyarakat pedesaan, per orang, per bulan diluar kebutuhan non-pangan (BPS tahun 1998).
Berdasarkan data, selama tahun 2007, kondisi kesejahteraan rakyat
Kalau mau berkata jujur, penurunan data kemiskinan yang dibuat pemerintah itu layak diragukan banyak kalangan karena tidak ada satu pun argumen yang memuaskan rasional ekonomi, yang dapat menjelaskan mengapa angka kemiskinan bisa dikatakan turun. Apalagi kalau digunakan indikator yang sering dijadikan acuan dalam peningkatan kualitas hidup, yakni bidang-bidang ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan dan perumahan, tampak bahwa kesejahteraan rakyat
Aksi pemerintah yang cukup beragam, mulai program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Askeskin dan Bantuan Tunai Langsung (BLT), yang mulai tahun 2008 diganti dengan Subsidi Tunai Bersyarat, tampaknya tidak akan mampu menyelesaikan problematika kemiskinan dan kesejahteraan rakyat selama pemerintah masih belum mampu menggerakkan sektor riil. Dana masyarakat yang berjumlah lebih dari Rp 210 trilyun ternyata oleh bank-bank yang ada hanya diletakkan di BI melalui instrumen SBI. Akibatnya, bank sentral harus mengeluarkan bunga lebih dari Rp 20 trilyun setahun, suatu jumlah yang sangat besar. Meski pemerintah mengatakan pertumbuhan ekonomi mencapi lebih 5%, tapi ternyata tiap pertumbuhan 1% tahun ini, menurut laporan Bappenas (2006), hanya membuka 48.000 lapangan kerja. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang ada tidak selaras dengan pembukaan lapangan kerja. Bila bekerja adalah jalan untuk mendistribusikan kekayaan dan mengurangi kemiskinan, maka pertumbuhan ekonomi
Sementara itu, bukannya mengoptimalkan pendapatan dari aset-aset milik negara dan menghentikan ekonomi ribawi, pemerintah malah berencana meningkatkan kembali utang negara. Terakhir terdengar ada usulan utang yang secara keseluruhan bernilai 35 milyar dollar. Bila benar, dipastikan utang itu akan makin menambah beban. Untuk tahun 2007 ini saja, cicilan dan bunga utang sudah lebih dari 30% besaran APBN, lebih besar dari anggaran untuk pendidikan, kesehatan dan pertahanan secara bersama-sama.
Oleh sebab itu, menjadi sangat mendesak untuk menghilangkan segera faktor-faktor yang membuat membengkaknya ekonomi balon dan tidak bergeraknya sektor riil tadi, yakni praktik judi dan ekonomi ribawi. Dalam konteks ekonomi, pelarangan bunga bank (riba) dan judi (dalam bursa saham yang disebut oleh Maurice Alaise sebagai a big casino), dipastikan akan meningkatkan velocity of money, yang pada gilirannya akan melancarkan distribusi kekayaan, karena uang akan selalu menggerakkan aliran barang dan jasa. Kondisi ini bisa dilihat dari produk-produk perbankan dalam Islam yang semuanya terkait dengan aktivitas riil dalam perekonomian, baik melalui akad jual beli maupun bagi hasil, sehingga pertumbuhan uang akan senantiasa diikuti dengan pertumbuhan aliran barang dan jasa. Dan terbukti dalam krisis ekonomi, hanya bank yang berpredikat syariah yang mampu bertahan.
Disisi lain sebenarnya banyak ragam pendapat mengenai sebab-sebab kemiskinan. Namun secara garis besar dapat dikatakan ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiyah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM, akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menjadi fenomena di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Bahkan problem ekonomi sesungguhnya memang bukan kelangkaan (scarcity) melainkan buruknya distribusi. Fakta menunjukkan, kemiskinan terjadi bukan karena tidak ada uang tapi karena uang yang ada tidak sampai kepada orang-orang miskin. Juga bukan karena kelangkaan Sumber Daya Alam (SDA), tapi disebabkan oleh distribusi SDA yang tidak merata. Sistem ekonomi kapitalis telah membuat 80 % kekayaan alam, misalnya, dikuasai oleh 20 % orang, sedangkan 20% sisanya harus diperebutkan oleh 80 % rakyat.
Solusi Praktis
Berbagai problem kemiskinan yang terus mendera bangsa ini merupakan ujian sekaligus pelajaran berharga untuk disikapi dengan bijak. Berdasarkan fitrah manusia selayaknya menjadi kewajiban seorang ayah menghidupi nafkah keluarganya, apabila ada sebuah keluarga dirundung kemiskinan maka yang paling utama memberikan respon adalah kerabat atau tetangganya, jika tidak mampu maka tanggung jawab beralih kepada masyarakat atau warga sekitar yang mampu secara ekonomi. Dan apabila juga tidak sanggup maka semuanya diserahkan lepada pemerintah yang tentu mempunyai kapasitas dan tanggung jawab lebih dibanding yang lainnya. Dalam istilah Islam, maka dana bisa diambil dari baitul mal atau kas negara yang memang telah dipersiapkan untuk hal-hal darurat. Sayang dan anehnya institusi atau departemen yang mengurusi bidang-bidang ini ternyata kurang terlihat atau bahkan tidak bergerak cepat ditengah masyarakat yang memang sangat membutuhkan.
Berkaca dalam lintasan sejarah peradaban Islam telah memberikan pelajaran bagaimana yang ditunjukkan dalam jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini kepada semua warga negara tanpa melihat agamanya; tercatat dalam piagam kesepakatan pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Dan untuk selajutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi tanggungan Baitul Mal kaum Muslim.”
Sebagai penutup, adanya kesenjangan kaya miskin di era saat ini adalah buah dari diterapkannya sistem Kapitalisme yang sangat individualis berdampak tererosinya rasa kepedulian dan tolong-menolong. Dalam pandangan kapitalis penanggulangan kemiskinan merupakan tanggungjawab si miskin itu sendiri, kemiskinan bukan merupakan beban bagi masyarakat/ umat, negara atau kaum hartawan. Inilah pandangan yang harus dihilangkan dan dijauhi masyarakat. Sudah saatnya kita mencari dan menerapkan sistem alternatif yang shahih selain Kapitalisme, tanpa perlu ada tawar menawar lagi, jika benar-benar berkomitmen untuk mengakhiri episode kemiskinan ini. Wallahua’lam.
(Pengamat Masalah Agama & Kemasyarakatan, Humas HTI Kota Cilegon, dimuat Radar Banten;
sebenarnya mau gak sih pemerintah, rakyat dan Penguasa mengakhiri kemiskinan??Klo memang mau hanya satu jalan dan memang hanya satu pilihan yaitu……………
DAULAH KHILAFAH ISLAMIYAH
Kalau mau keluar dari kemiskinan, kita tidak punya pilihan kecuali menerapkan semua syariat yang telah ditetapkan Sang Pencipta Allah swt, dan ini telah terbukti dalam peradaban Islam.So..apalagi???? Gak usah capek-capek cari metode-metode lain, tapi bersegeralah ntuk tegakkan DAULAH KHILAFAH ‘ALA MIN HAJINNUBUWWAH…
ALLOHU AKBAR …
Kemiskinan hanya bisa diakhiri dengan berdirinya sebuah Khilfah….!!!Percayalah………sampai kapan kemiskinan berakhir kalo tidak ada seorang Khalifah yang memimpin negara Khilafah. Ayolah wahai saudaraku…segera kita bahu-membahu untuk mendirikannya. Kita sudah merindukkanya.
Salut kepada pak iman yang selalu rajin nulis
moga ditiru ama syabab yang lain
Secara individual, setiap muslim harus giat bekerja, kian aktif mencari peluang untuk bekerja. Tidak ada alasan seperti kerjaan banyak yang gaji siapa, misalnya. Secara jama’ah, maka setiap muslim harus menguatkan barisan, tidak boleh melihat sesamanya sampai ada yang kelaparan. Secara terstruktur/sistem, maka harus mengganti sistem yang ada saat ini yakni Kapitalisme-yang membuat jurang pemisah si miskin dan si kaya semakin lebar-dengan menegakkan Sistem Islam/Khilafah Islamiyyah. Dengan Sistem Islam ini maka kebutuhan pokok manusia terjamin, kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rasa aman dll dapat terpenuhi. Subhanallah.
Inilah bukti nyata yang terjadi disekitar kita, Kalau dahulu pada saat Umar ibn khathab di baiat menjadi amirul mu`minin… dia menangis dan tidak terlihat raut wajah yang gembira… sambil berkata : ” Seandainya ada seekor lembu yang terjerembab masuk jurang maka aku akan dimintai pertanggung jawabannya nanti”. Berbeda dengan yang terjadi sekarang, untuk sebuah jabatan mereka saling sikut kanan – sikut kiri… tidak perduli orang lain kelaparan. Wahai pemimpin negeri ini takutlah engkau dengan azab Tuhan-MU… Atas kelalaian yang telah engkau lakukan. Dan ingatlah perkataan Umar Ibn Khathab…
ya…ngak enak jd orang miskin, sulit makan, sulit tidur, sulit berobat, susah sekolah, Pemerintah(penguasa/pejaba) enak, mobil mewah, ruangan ber-AC, uang banyak, gaji gede, ndak merasakan macet, perut gendut, deposito menumpuk,wajarlah kebijakannya tdk berpihak pd orang miskin. Wahai….penguasa, apa kalian tdk takut neraka????? kalian enak2kan, ssi miskin menahan lapar lalau mati. hoi..penguasa belajarlah sama HT ngurus si miskin. Ayo…HT ajari penguasa cara ngurus orang miskin.
Mengesalkan…
Setuju dengan Kang Muji,,,
Mari kita bersama-sama berjuang menegakan Syariah & Khilafah.
Kemiskinan-kemiskinan,kapan kau akan berganti wujud?
Perjuangan ini harus selalu diteruskan sampai titik darah penghabisan.
Ya Allah,,,
Aku rindu Syariah Mu,,,
KAPITALISME MASIH MENJADI PAKAIAN SEHARI-HARI BANGSA INI. WAJAR JIKA KEMISKINAN MENJADI AGENDA HARIAN KITA.
to: Gian
Muji bukanlah seorang pria melainkan seorang wanita,
terima kasih atas dukungannya dan moga2 kita tetep Istiqomah memperjuangkan Khilafah,amin