Pilkada yang saat ini marak di berbagai tempat menyimpan banyak problem. Disamping makin tajamnya konflik horisontal antar pendukung calon, juga makin rendahnya partisipasi masyarakat yang diindikasikan oleh tingginya angka golput. Sebagai contoh pada Pilkada Jawa Barat baru-baru ini. Sebagaimana yang dilaporkan oleh KPUD Jabar bahwa total pemilih berjumlah 28 juta orang. Hade memperoleh 7.3 suara (40.5%), Aman sebanyak 6.2 juta suara (34.5%), dan Da’i meraup 4.5 juta suara (25.0%). Berarti ada sekitar 10 juta orang tidak mengunakan hak pilihnya atau golput. Apabila persentase tersebut dihitung berdasarkan total pemilih (28 juta), maka golput 35.7 persen, Hade 26.0 persen, Aman 22.2 persen, dan Da’i 16.0 persen.
Tentu ada sejumlah hal yang dapat dicermati dari kondisi hasil pilkada yang demikian:
Pertama, tingginya angka golput tersebut menunjukkan bahwa masyarakat saat ini mulai apatis terhadap ‘pesta demokrasi’ untuk memilih pemimpin daerah. Faktanya, trilyunan rupiah telah dikucurkan untuk beberapa acara pilkada, namun pemimpin yang terpilih tidak mampu mewujudkan perbaikan tingkat kehidupan masyarakat. Justru yang mendapat perbaikan hanya terbatas pada pemimpin dan keluarganya serta partai-partai yang menjadi pendukungnya saat pilkada.
Kedua, fenomena golput juga dapat menjadi simbol ‘warning’ bagi setiap parpol, karena dari beberapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei nasional menunjukkan bahwa kondisi parpol saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan yang super komersial, siap direntalkan kepada siapa saja yang ingin berkuasa. Bukan rahasia umum lagi, setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan.
Maka sudah menjadi gejala umum, di suatu daerah partai A berkoalisi dengan partai B menghadapi partai C dalam upaya memenangkan calon seorang bupati, walikota, atau gubernur. Sementara pada daerah yang lain, partai A tersebut justru berkoalisi dengan partai C untuk menghadapi partai B. Realitas semacam ini hanya bisa dibaca bahwa koalisi partai dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat.
Ketiga, alasan orang untuk golput memang beragam, ada yang hanya bersifat alasan teknis, misalnya saat pencoblosan sedang pergi bekerja sehingga tidak memberikan suaranya.
Sedangkan yang punya alasan ideologis karena menganggap bahwa perubahan menuju perbaikan hanya mungkin dilakukan jika syari’at Islam dijadikan landasannya. Sehingga dianggap hanyalah harapan hampa bagi perbaikan jika yang terjadi hanya perubahan personil pemimpin tanpa disertai perubahan sistem. Sebagaimana diketahui, para pengambil kebijakan di negeri ini (eksekutif, legislatif, yudikatif, parpol) telah menjadikan politik dan ekonomi berjalan di atas rel rusak kapitalisme. Sistem ini telah menyuburkan praktek politik opportunistik yang hanya mengabdi pada kepentingan pribadi, kelompok, dan partainya.
Sementara rakyat hanya menjadi alat legalitas untuk meraih kekuasaan melalui pilkada dan pemilu. Sementara fakta buruk dalam ekonomi, sistem ini telah memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk menguasai berbagai sumber kekayaan negara. Misalnya, pemberian konsesi kepada perusahaan asing untuk mengelola tambang minyak, emas, juga pemberian ijin kepada segelintir orang dalam pengelolaan hutan, atau barang tambang lainnya. Dengan cara seperti ini, hasilnya lebih banyak dinikmati oleh segelintir pengusaha dan penguasa yang berkolusi dengan para pengusaha ketimbang yang dirasakan oleh rakyat.
Keenam, merupakan konsekuensi logis bagi umat Islam untuk bangkit guna mengakhiri kesengsaraannya dalam hegemoni sistem politik dan ekonomi kapitalisme ini. Karenanya, umat Islam memerlukan wadah gerakan perjuangan yang terbebas dari pragmatisme politik yang sedang porak-poranda seperti yang terjadi saat ini. Yakni sebuah gerakan umat yang secara konsisten berupaya mencabut sistem kapitalisme yang menjadi akar penyakit, kemudian menggantinya dengan Islam secara totalitas. Cepat atau lambat, secara pasti gerakan umat semacam ini akan sampai pada titik waktunya untuk menghadirkan kembali sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, yaitu Khilafah Islamiyah. Sistem ini akan mengelola kekayaan negeri-negeri Muslim di dunia, baik sumberdaya manusia maupun alam, secara amanah dan efisien. Hanya dengan cara inilah umat Islam akan mampu mengakhiri kesengsaraannya dalam cengkraman politik yang opportunistik dan ekonomi yang materialistik.
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ”. (QS. An-Anfal: 24)
Lajnah Siyasiyah – HTI
27 April 2008
Semoga HT strick dengan “jemput bola”-nya. Ga usah nunggu sampe golput lebih dari 50% buat ndiriin khilafah.
Sikat aja, blèh!
Takdukung 100%!
Dalam Pilkada Jabar
Kawan-kawan saya di Bandung
termasuk yang 35.7 persen itu.
……….
Golput ideologis,Insya Allah.
kalau saya ditawarkan berzina, minum bir, atau membunuh. Maka tentu saya tidak akan memilih salah satu diantara ketiganya.
Tidak memilih adalah untuk keselamatan.
Tidak memilih adalah pilihan yang tepat.
Tidak memilih adalah sebuah pilihan.
kayaknya masyarakat dah mulai jengah dengan janji para pemimpin…hanya tidak ada perubahan kesejahteraan hidup…ganti pimpinan daerah makin sengsara…. HTI mudah-mudahan menjadi partai yang sebabtiasa mencerdaskan ummat… bukan membodohi dan memanfaatkan suara ummat…….
Gubsu Dengan Legitimasi Rapuh
WASPADA Online
Oleh Choking Susilo Sakeh
Pilkada Sumut mesti berakhir, dan pemenangnya pun harus ditetapkan. Terlepas dari berbagai kekurangan dan kesalahan, KPUD telah menghasilkan Gubsu/Cagubsu priode 2008-2013, yakni Syamsul Arifin/Gatot Pujonugroho. Pasangan ini meraih suara terbanyak dari keempat kandidat lainnya: 1.396.892 suara, atau 28,31% dari 5.011.377 jumlah suara yang masuk.
Dengan jabatan dan suasana yang relatif lebih baik dibanding sebelumnya, kiranya mereka berkenan menghitung-hitung kembali perolehan suara mereka di Pilkadasu tersebut. Angka 1.396.892 yang diperoleh itu, adalah sama dengan 16,46% dari jumlah pemilih, atau bahkan hanya 11,74% dari jumlah penduduk di provinsi ini.
Itu artinya, Syamsul/Gatot memimpin Sumut dengan legitimasi yang minim dan rapuh. Jumlah pemilih Sumut yang tidak memilih mereka ternyata teramat banyak, yakni sekitar 84,54% atau sekitar 7.085.613 suara. Dari jumlah ini, 3.614.485 pemilih Sumut memilih kandidat lain, dan 3.471.128 pemilih (40,93%) memilih golput atau di-golput-kan dengan berbagai cara.
Saya tak punya data hasil Pilkada gubernur di Indonesia. Tapi, tingkat partisipasi masyarakat pada Pilkadasu ini paling kecil., atau tingkat golputnya paling tinggi dibanding Pilkada gubernur di daerah lainnya. Rasa-rasanya, Syamsul/Gatot adalah gubernur hasil Pilkada yang persentase perolehan suaranya paling kecil dibanding Pilkada gubernur lainnya.
Legitimasi yang rapuh itu pun terlihat di DPRD Sumut, sebagai lembaga mitra mereka saat memimpin Sumut. Kursi partai pengusung Syamsul/Gatot hanya sekitar 20 kursi yang berasal dari PKS (8 kursi), PPP (8), PBB (3) dan Patriot (1). Di lembaga ini, sang Gubsu baru akan berhadapan dengan 65 kursi pendukung kandidat lain yakni Golkar (19 kursi), PDIP (13), Demokrat (10), PAN (8), PDS (6), PBR (5), serta PBSD, PNBK, Pelopor dan PIB masing-masing satu kursi.
Maka, Syamsul menjadi Gubsu dengan legitimasi yang rapuh. Dengan demikian, mau tidak mau, Syamsul/Gatot harus bekerja keras merangkul sebanyak mungkin lapisan masyarakat agar kelak berkenan ikut mendukung kepemimpinannya lima tahun ke depan.
Jangan coba-coba memimpin hanya mengandalkan dukungan dari para pengusungnya semata. Saya ingin mengingatkan, kasus Kabupaten Kampar Riau dan Kabupaten Temanggung Jateng bisa saja terjadi, karena mayoritas warga didukung mayoritas DPRD, menolak kepemimpinan sang kepala daerah.
Soal rangkul-merangkul, saya haqqul yakin bahwa bang Haji adalah pakarnya dengan kualifikasi S-3.
http://www.waspada.co.id/Opini/Artikel/Gubsu-Dengan-Legitimasi-Rapuh.html
kata tokoh islam di DPR JTG, golput itu sdh biasanya, lha di Amerika sendiri pusatnya demokrasi golputnya lebih dari 50%, jadi ngak papa kalo di JABAR banyak yang golput. piye jal…..; kalo golputnya yang menang harusnya yang memimpin JABAR, SUMUT Golputlah…..; ayo siapa ketua golput……..; silahkan memimpin……
Fakta dan kondisi masyarakat telah menunjukkan Demokrasi sebagai benteng pertahanan kapitalisme telah hancur. Saatnya para pembela agama Allah bersiap untuk memimpin masyarakat menuju ridho Allah….Saatnya Khilafah Memimpin Dunia
permasalahan Golput, saya kira tidk sesederhana itu, ada yang tidk terdaftar, ada hasil pembengkakan DPT, dan tentu saja ada yang golput. Klo mau data yang valid, maka sensus penduduk harus dibenerin dulu. dengan demikian, angka golput di atas, bukan REPRESENTASI ketidakpercayaan. Di TV sdh ditayangkan mereka berdemo untuk dilibatkan dalam partisipasi, knp tidak dibahas? saya pikir terlalu mengada2 klo angka itu dijadikan komoditi politik spt ini….
saya lebih spkat jika HTI lebih berpikir kongkrit apa yang telah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan spt ini… Ditunggu kiprahnya….
Trims info nya sobat fira…
Assalamu’alikum wr. wb
Salam jihad
MERAH SAGA by SHOUTUL HAROKAH
ane hanya ingin berbagi nasyid yang indah ini dengan antum semua, semoga kita selalu dalam nangan Alloh SWT, dan meneguhkan langkah kita dalam Dakwah Nya.. amin
Saat langit berwarna merah saga
Dan kerikil perkasa berlarian
Meluncur laksana puluhan peluru
Terbang bersama teriakan takbir
Semua menjadi saksi
Atas langkah keberanianmu
Kita juga menjadi saksi
Atas keteguhanmu
Ketika yahudi-yahudi membantaimu
Merah berkesimbah ditanah airmu
Mewangi harum genangan darahmu
Membebaskan bumi jihad palestina
Perjuangan telah kau bayar
Dengan jiwa, syahid dalam cinta-NYA.
satriyoaji_bedah@yahoo.com
Nih tambah lagi datanya
Golput, Pemenang Riil Pilkada
Di Jambi misalnya peserta pilkada hanya berjumlah 66,82 persen, di Kabupaten Bengkalis Riau 81,49 persen, di Kota Depok, Jabar, 57,95 persen, kota Semarang 63,51 persen, Kabupaten Kendal 61,40 persen, Kabupaten Gunung Kidul 74,22 persen, Kabupaten Bantul 74,22 persen, Kabupaten OKU Timur 80,79 persen, Kabupaten OKU 76,12 persen, Kabupaten Ogan Ilir 70,58 persen, Kabupaten OKU Selatan 73,72 persen, Kota Denpasar 59,22 persen, Kabupaten Tabanan 90,45 persen, Kabupaten Karem Asem 76,68 persen, dan Kabupaten Badung 80,81 persen.
http://pilkada.golkar.or.id/index.php?action=view&pid=berita&idb=629
Setuju dengan umienajma, mestinya golput yang memimpin dan penyelenggara pesta demokrasi mawas diri bahwa demokrasi sudah tidak dipercaya masyarakat…. Gimana?
Menunjukkan kepercayaan rakyat melemah dan menghendaki perubahan
Alternatif satu-satunya adalah ISLAM
Revolusi Tanpa Kekerasan!
HIDUP GOLPUT!!!
alah. alah……
http://amaduq01.wordpress.com
pilkada hanya menghabiskan dana dan menimbulkan kekacauan and dijamin tidak bakalan ada perubhan yang berarti….coz sistemnya yang rusak….khilafah solusinya..
kalo golput mencapai 90%, apa khilafah otomatis tegak?…otomatis dipilih rakyat??
Golput bukan fenomena yang begitu saja hadir di Indonesia ini. Ini masalah kepercayaan dan solusi terhadap masalah yang ingin diselesaikan di negeri ini. Malah masalah tambah berat BBM Naiknya mati ampun, PLN naiknya tidak wajar, BUMN dijual terus. Mana…mana…. Janji lho, tai kencor kali…..
Tapi apa yang terjadi elit politik sibuk dengan kepentingannya masing-masing jelas tujuannya pun untuk diri sendiri atau golongan. Indikator sangat jelas setiap menjadi pejabat negara atau daerah tidak pernah tambah kurus badannya mikiran rakyat, tapi malah tambah gemuk bahkan ada yang gonta-ganti pakaian akibat kesesakan, artinya apa yang mereka pikirkan? jelas uang dan kekuasaan/tahta.
Kalau saja mereka mikiran rakyat, mestinya rumah terbuka bagi-bagi dong makanannya, malah yuang terjadi rumahnya aja kaya penjara susah amat didatangi, maunya sih silaturrahmi atau tukar pikiran malah di usir SATPAM (Polisi India,ha…ha… maksud ane PPOL PP). Alasanya tidur lah, ada tamu lah, mana buktinya mikirkan rakyat? Lho toh (pengejar tahta) kencangin terus perut dengan uang rakyat, sampai buncit kada kawa bangkit lagi…. Akibatnya banyak para pejabat negeri ini waktu Sukratul Mautnya berasal penyakit Kanker, Hati, Ginjal dll ha…ha…..
Gimana lho mau kenyang lagi dengan uang rakyat, kena getah lho nantinya. Bisa nggak lho ngambil pelajaran, dasar sudah di sitratkan lho….
Syariah terapkan….. Khilafah tegakkan…..
Hukum Jahiliyah hancurkan….
Allhu akbar…..
“Binasanya suatu bangsa adalah manakala bangsa itu tidak lagi punya harapan untuk bangkit, dan hilangnya harapan untuk bangkit itu karena hancurnya moral dan akhlaq bangsa”
Alloh SWT telah memperlihatkan tanda2 Kemenangan, melalui kemenangan2 pembuka di JABAR dan SUMUT sebelum kemenangan pada 2009 nanti Insya ALLOH..
Semoga kemenangan ini memberikan secercah harapan akan perubahan yang lebih baik…kemenangan ini adalah amanah dari ALLOH,dan semoga Ust.Ahmad Heryawan dan Ust. Gatot dapat memperlihatkan keindahan Islam sebagai solusi atas semua permasalahan di Indonesia pd khususnya dan Dunia pada umumnya…Amien Allohumma AMien
ALLOHU AKBAR…ALLOHU AKBAR…ALLOHU AKBAR…
Saya fikir alangkah lebih baik kalau qta segera turun ke lapangan membantu ummat, yg sangat membutuhkan bantuan seraya qta menyiapkan kepemimpinan yang baik.
Silahkan saja menganalisis, asalkan bukan tertanam niat untk mencela, mencakar, apalagi mengejek. Qta tumbuhkan udaya ukhuwah, budaya persatuan, kita tata lisan dan perbuatan, dan kita saling bertenggang rasa dalam perbedaan ijtihadiah.
Wallahu’alambishawab
Golput memang tidak seluruhnya karena prinsip (ideologis), tapi bisa juga karena persoalan teknis: tidak dapat kartu suara, acuh terhadap peristiwa politik, sibuk, tidak ada waktu, dll.
Namun yang memilih juga tidak seluruhnya sadar akan konsekuensi pilihannya. Masyarakat memilih lebih banyak karena kepopuleran calon, gambarnya mudah dikenali karena terpampang di jalan-jalam, koran, TV dll. Ini semua masih menjadi realitas pemilih.
Untuk pilkada jabar, meski sebenarnya golput paling besar, namun menangnya pasangan hade menunjukkan fenomena masyarakat jabar yang menginginkan adanya perubahan. Untuk pasangan aman & dai keduanya termasuk pemain lama, sehingga kemungkinan akan adanya perubahan di jabar lebih kecil. Adapun pasangan hade, keduanya merupakan pemain baru (dalam birokrasi jabar) sehingga peluang akan adanya perubahan mungkin lebih besar. Hanya persoalannya ini bicara “peluang” bahwa dengan terpilihnya mereka mungkin akan ada perubahan, tetapi perubahan =seperti apa dan bagaimana mereka bisa melakukan perubahan= masyarakat sama sekali belum tergambar.
Dalam komitmen moral hade: anggaran 200 milyar pertahun untuk 1 juta lapangan kerja, 200 milyar pertahun untuk pendidikan gratis, 200 milyar pertahun untuk kesejahteraan petani, 200 milyar untuk sarana jalan dan irigasi, 50 milyar pertahun untuk operasi kenaikan harga di pasar. 50 milyar pertahun untuk kesehatan ibu & anak, dan janji siap mundur jika dalam waktu 3 tahun tidak berhasil menyediakan anggaran sebesar tersebut. Hanya inilah yang banyak disosialisasikan ke masyarakat melalui partai pengusunya : PKS & PAN. Optimisme yang ada dalam komitmen ini bisa menjadi harapan rakyat jabar tapi sekaligus busa menjadi jurang, kenapa, karena kekuasaan dalam sistem pemerintahan demokrasi adalah “trias politika” (eksekutif, legislatif, yudikatif). Untuk membuat legislatif (DPRD) setuju saja berat karena sejak terpilihya hade, koalisi partai-partai pengusung AMAN menyatakan sikap oposisi. Dan biasanya untuk melancarkan kebijakan pemprov yang pembahasannya “alot” di DPRD maka akan ditempuh cara “money politic”.
Sementara kesadaran politik Islam sama sekali tidak pernah diberikan ke masyarakat. Masyarakat yang telah memiliki kesadaran politik Islam maka mereka punya sikap “Hanya mau urusan mereka diatur dengan aturan (syariat) Islam bukan yang lain”. Dari ketiga pasangan calon seluruhnya tidak ada yang memiliki komitmen ke arah itu, bahkan istilah perda syariat sekalipun semuanya hanya menjawab “substansinya saja cukup, tidak usah diformalisasikan”. Padahal ketika seseorang menerima sebuah kekuasaan maka konsekuensi dari Islam atas kekuasaan yang dimilikinya adalah WAJIB menerapkan hukum Islam. Kalau tidak maka dia telah berdosa. Kekuasaan adalah sarana untuk menerapkan hukum bukan sarana dakwah. Sehingga mengapa Rasulullah menolak tawaran kekuasaan pembesar quraisy di Makkah, tetapi menerima kekuasaan dari bani aus dan khazraj di yatsrib. Yang membedakan adalah bahwa tawaran kekuasaan di makkah adalah tidak untuk menerapkan Islam, sementara di yatsrib adalah kekuasaan itu diberikan ke Rasul untuk diterapkan Islam atas negeri yatsrib. Mengapa kedua kabilah tadi memberikan kekuasaan kepada Rasul untuk menerapkan Islam? karena mereka sebelumnya telah diberikan kesadaran politik Islam oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Kesadaran inilah yang harusnya terus menerus diberikan kepada masyarakat, hingga terbangun opini umum di masyarakat bahwa hanya dengan syariat Islam sajalah kita akan bisa hidup lebih baik. Dan masyarakat akan rela memberikan kekuasaan kepada pihak/kelompok dakwah untuk menerapkan syariat Islam.
Berjuanglah kalian kader dakwah!
golput dan ga golput punya konsekuensi masing2. kita harus sadar dan siap dengan konsekuensi yang akan kita hadapi di dunia dan diakhirat. yang berbahaya kita memilih tanpa pemikiran dan kesadaran yang benar dimana kita adalah seorang muslim yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatan yang kita lakukan didunia. dan dimana setiap perbuatan kita harus terikat dengan ketetapan Allah yakni halal haram, wajib sunnah makruh ato mubah…
semua pasti tahu kalo kita melakukan perbuatan sesuai dengan ketetapan Alloh pasti kita akan bahagia didunia dan akhirat. dan kalo kita berbuat seenak wudele dewe. sesungguhnya siksaan Alloh sangat pedih..
sesungguhnya kewajiban manusia didunia baik yang golput maupun yang tidak selama dia muslim adalah utk beribadah kepada-Nya dengan mentaati segala ketetapannya agar kita senantiasa dekat dengan Nya….dan kita wajib berjuang untuk menegakkan institusi yang akan menjalankan syariahnya dan menyebarkan syariahnya dengan dakwah dan jihad. sebagaimana dulu Rasullullah dan para shahabat.TIDAKKAH KITA INGIN SEPERTI MEREKA.
Bukan hanya sekedar golput ato tidak golput yang penting teggakkan syariah dan khilafah. ingat musuh kita adalah orang kafir yang mengemban kapitalisme, liberalisme, demokrasi, emansipasi, feminisme, HAM, sinkritisme. yang telah memecahbelah kita yang telah membunuhi saudara2 kita di palestina, afganistan, iraq, kashmir. yang telah membuat kita jadi miskin terbelakang dan bodoh sehingga mudah diadudomba seperti ini. saatnya kita bangkit tegakkan khilafah dan syariah. ALLAHU AKBAR!!!
bah… baru tau aku, eppe’tip juga ruang commEnt ini!!!
memang gak salah kau jenius hti sampek buat ginian jadi semarak pulak.
Bertambahnya ilmu keislaman seseorang,akan semakin mendekatkan dia pada RobbNya dan akan semakin dewasa dalam menyikapi dan mengambil hukum dari fakta yang terjadi. Fakta bukan hukum tetapi sesuatu yang harus diubah agar sesuai dengan hukum islam( masyarakat islami
Ditengah kecamuk kesulitan ekonomi yang kian hari kian kolaps, kian mencekik leher masyarakat, kenaikan minyak dunia yang mengakibatkan defisit APBN, Apakah pantas jika Pemerintah mengadakan pesta untuk demokrasi yang dari dulu sudah terbukti tidak dapat memberikan hasil yang nyata untuk mensejahterakan rakyat?
Pantaskah kita berpesta disaat keadaan kita sedang sulit?
Pantaskah kita berpesta sementara tetangga kita kelaparan?Pantas saja jika masyarakat lebih memilih golput, karena masyarakat saat ini tidak menginginkan pesta, masyarakat menginginkan kesejahteraan, masyarakat tidak mau berjudi atau menggantungkan nasibnya pada seseorang calon pemimpin yang memberikan janji-janji yang sulit untuk ditepati bahkan selalu diingkari.
Lebih baik kita memilih untuk sesuatu yang pasti, yaitu seorang pemimpin yang akan menerapkan Syariah Islam dalam setiap aspek kehidupan karena hanya pemimpin seperti itu yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat melalui penerapan Syariah secara kaffah.
Marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan demi tegaknya Syariah Islam.
Allahu Akbar…
Untuk teman2 yang masih percaya dengan demokrasi.
Demokrasi = suara rakyat banyak = suara tuhan, jika rakyat lebih banyak yang golput seharusnya pemerintahan jatuh, tapi fakta tidak, karena dengan alasan demokrasi pula( walaupun suara rakyat yang memilih sedikit) mereka melegalkan pemerintahannya.
Bagi pecinta demokrasi, dimana yang kurang tepat atau salah, sistem demokrasinya atau orang yang mengikutinya atau keduanya?
Kl teman2 bingung menjawabnya, maka tinggalkan sistem demokrasi krn sistem demokrasi tidak mampu untuk ‘demokrasi dalam sistemnya sendiri’
Sistem Islam satu2nya yang tepat untuk di ikuti dan terapkan dalam kehidupan ini.
semoga ada manfaatnya.
Bicara golput banyak sekali faktor penyebabnya. sodaraku diatas banyak menyebutkan dari yang tidak tahu sampe yang ideologis.tapi alangkah baiknya kita pikir ulang apakah jika kita ikut andil dalam pemilihan masalah masalah yang ada bisa berkurang,sedang sistem yang dipakai selama ini tak menyelesaikan masalah masalah yang ada.apakah hak hak umat terpenuhi,bagaimana dengan janji janji yang tak dapat dipenuhi oleh yang dipilih,apakah kita tidak ikut menikmati hisabnya?masalah kemiskinan tidak semudah yang diharapkan jika sistem negara ini masih menganut ideologi KAPITALISME,karena merobah keadaan sekarang ini harus FUNDAMENTAL.Akhlaq bagi muslim adalah bagian dari syariat jadi sudah konskuensi muslim untuk beraklaq sesuai islam,tapi itu bukan sebagai cara utk membangkitkan umat dari keterpurukan semua bidang.jadi prioritas utama adalah berjuang bagaimana syariat islam tegak diatas sistem islam.
fenomena golput atau tidak memilih?
golput bagi saya lebih identik dengan orang yang tidak memiliki pendirian, artinya bisa saja orang yang memilih itu dalam kondisi golput (kebingungan..!), karena ada amplop, takut dicemooh, atau sekedar asal coblos dan hasilnya suaranya absah, dsb.
sementara orang yang tidak memilih karena tidak ada aspirasinya yang sejalan dengan idealismenya, maka saya tidak setuju dengan istilah GOLPUT, sebab dia punya prinsip. seperti orang sosialis yang tidak mau memilih karena berbeda dengan pahamnya, atau umat islam yang berpandangan selama dalam upaya mempertahankan ideologi kufur, maka dia tidak akan memilih, dst.
jadi GOLPUT bukan hanya cap yang melekatpada orang yang tidak memilih saja, orang yang memilih pun dia bisa GOLPUT !!!
tueng tueng …bersama HTI kita kan maju bersama sama ,dalam menegak kan sistem syariah islamiyah..ya allloh huuakkbbaarr….jihad fi sabilillah
golput berakar dari kekecewaan publik terhadap demokrasi. wajar demokrasi selalu mengakibatkan kekecewaaan. kalau tidak percaya cobalah pertahankan, OK!
Khilafah pasti tegak dan demokrasi !@#$%^&*()