Seabad Kebangkitan, kalimat itulah yang berulangkali didengungkan akhir-akhir ini. Aneka kegiatan diselenggarakan oleh berbagai komponen anak bangsa untuk memperingati 100 tahun momentum Kebangkitan Nasional. Tak terkecuali Hizbut Tahrir Indonesia. sebagai gerakan dakwah yang sangat peduli terhadap kondisi negeri ini, telah turut andil memberikan sumbangsih pemikiran dan solusi atas permasalahan bangsa. Termasuk di dalamnya kegiatan Diskusi Publik “100 Tahun Kebangkitan Indonesia“ yang digelar oleh HTI DPD II Probolinggo pada tanggal 18 Mei 2008 di Aula Al Ikhlas Kantor DEPAG Kabupaten Probolinggo.
Diskusi yang menampilkan 3 pembicara ini dihadiri oleh ratusan peserta. Kursi yang disediakan panitia tidak mencukupi, sehingga banyak peserta yang terpaksa berdiri atau duduk lesehan di lantai beralaskan tikar. Pemateri pertama, Drs. Syahroni M.Si. (Dosen UNISMA) menyampaikan topik “Seabad Kebangkitan, Benarkah Indonesia Telah Bangkit?” mengungkap fakta setelah seabad kebangkitan ternyata kondisi Indonesia tidaklah menunjukkan kebangkitan, justru sebaliknya menuju kebangkrutan. Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah namun rakyatnya hidup miskin, sumber minyaknya 90% telah dikuasai asing, penjajahan gaya baru (neoliberalisme), dsb. Hal yang ironis dan sangat mengenaskan, di saat jutaan rakyat Indonesia hidup miskin, negara “menggaji” seorang warga AS yang menjadi CEO PT. Freeport yang menguras emas di Papua sebesar Rp 87.5 milyar perbulan!.
Pemateri kedua yang semula direncanakan H.Nurhasan,SH.M.Hum. (Ketua PD. Muhammadiyah Probolinggo) berhalangan hadir karena sakit, sehingga digantikan oleh Drs. Yusuf Effendi / Dosen STIH Lumajang. Dengan materi “Fakta Sejarah Kebangkitan Nasional” beliau menyampaikan bahwa penetapan 20 Mei sebagai tonggak Kebangkitan Nasional merupakan hal yang memalukan karena berlawanan dengan fakta sejarah.
Sementara pemateri ketiga, Ustadz Abu Imam dari HTI DPD II Probolinggo menyampaikan topik “Peran HTI untuk Kebangkitan Indonesia”. Dalam makalahnya beliau antara lain menuliskan bahwa HTI sejak lama telah memperingatkan bahaya Kapitalisme global. Jauh sebelum krisis ekonomi menimpa bangsa ini sekitar tahun 1998, HTI telah mengeluarkan buku tentang bahaya hutang luar negeri melalui lembaga internasional seperti IMF. Sebab, bagi HTI, hutang luar negeri berbasis bunga (riba), di samping haram dalam pandangan Syariah, juga merupakan alat penjajahan baru untuk mengeksploitasi negeri-negeri Muslim. HTI juga sudah lama memperingatkan Pemerintah untuk 1) tidak menjual BUMN-BUMN atas nama privatisasi; 2) tidak memperpanjang kontrak dengan PT Freeport yang telah lama menguras sumberdaya alam secara luar biasa di bumi Papua; 3) tidak menyerahkan pengelolaan kawasan kaya minyak Blok Cepu kepada ExxonMobile; 4) tidak mengesahkan sejumlah UU bernuansa liberal seperti UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal dll yang memberikan keleluasaan para kapitalis asing untuk menguras sumberdaya alam negeri ini; dll.
Kini semua peringatan tersebut terbukti menjadi kenyataan. Hutang kian menumpuk, kekayaan SDA dikuras habis, rakyat tetap miskin sementara harga kebutuhan hidup terus naik, dsb. Pengelolaan SDA yang tidak amanah dan tidak sesuai syariah telah membangkrutkan Indonesia. Karena itu, slogan Selamatkan Indonesia dengan Syariah menjadi sangat relevan dan merupakan bentuk kepedulian yang amat nyata dari HTI dan umat Islam terhadap masa depan Indonesia sebagai upaya meraih kebangkitan hakiki negeri ini agar terlepas dari segala bentuk penjajahan yang ada.
(Lajnah I’lamiyah HTI DPD II Probolinggo)