Jakarta, Kompas – Obyek sasaran korupsi dalam tiga dekade terakhir ini bergeser dari hasil sumber daya alam dan pajak pada periode 1970-1980 bergerak ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD pada tahun 1990-an hingga dewasa ini.
Koordinator Indonesia Corruption Watch Teten Masduki mengungkapkan hal itu dalam Lokakarya APBD, Pelayanan Umum, dan Akses Informasi, yang diadakan Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS), Jumat (27/6) di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Teten, indikasi pergeseran obyek korupsi itu terlihat dari pos anggaran dalam APBD yang bukan untuk mendorong perekonomian rakyat dan umum, melainkan hingga 80 persen bagi kepentingan umum pemerintah, seperti belanja pegawai. Malah, ada pula kekeliruan berpikir elite birokrasi dan anggota legislatif, seperti membuat peraturan daerah untuk menaikkan pendapatan dari lembaga pelayanan umum yang disubsidi pemerintah, seperti rumah sakit.
Selain itu, di beberapa daerah, kata Teten, dalam APBD tercatat anggaran untuk organisasi kemasyarakatan sebesar 14 persen. Ini lebih tinggi daripada untuk pos pembangunan tempat pendidikan yang hanya 4 persen. Bisa diduga, organisasi kemasyarakatan itu dipimpin elite.
Selain Teten, lokakarya itu menampilkan pula Asisten I Tata Praja Kabupaten Jembrana, Bali, Agung Putra Yasa dan Atmakusumah Astraatmadja dari LPDS sebagai pembicara.
Kelanjutan pembangunan
Di Jakarta, Wakil Presiden M Jusuf Kalla, Jumat, menyatakan, tantangan bagi penegak hukum sekarang ini adalah menyejajarkan antara pemberantasan korupsi dan upaya kelanjutan pembangunan, yang bertujuan akhir menyejahterakan rakyat.
Boleh saja penegak hukum melakukan pemberantasan korupsi yang membuat pejabat takut berbuat korupsi. Namun, hal itu tak boleh menyebabkan pejabat takut dan akhirnya tak berbuat apa- apa, bekerja melaksanakan tugas melanjutkan pembangunan.
Menurut Kalla, saat memberikan pengarahan seusai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Istana Wapres, Jumat, jika tidak terjadi kesejajaran, yang terjadi adalah pemberantasan korupsi yang akan mengorbankan pembangunan.
”Sebaliknya, jika semua (dana) pembangunan dikorupsi, tak ada yang bisa dihasilkan untuk rakyat. Sebab itu, korupsi harus diberantas. Itulah dua hal yang akan dilakukan pemerintah, yaitu melakukan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga mengurangi korupsi. Bagaimana menyejajarkannya, itu tantangannya,” ujar Wapres.
Kalla menambahkan, Indonesia adalah negara hukum. Artinya, Indonesia bukan negara kepolisian, bukan negara kejaksaan, bukan negara hakim, dan bukan negara BPKP. Karena itu, aparat penegak hukum, seperti Polri dan jaksa, harus bekerja sama. ”Jangan berjalan sendiri-sendiri,” papar Wapres lagi. (rul/har)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/28/00243475/apbd.kini.jadi.obyek.korupsi