Parpol Pragmatis dan Oportunis

Hegemoni dalam Jabatan Publik Pengaruhi Kemunculan yang Baru

Jakarta, Kompas – Ideologi dan cita-cita yang semestinya diusung partai politik kian luntur. Sebagai gantinya, parpol justru sangat pragmatis dan oportunis. Akibatnya, yang muncul saat ini adalah petualang, yang menjadikan partai sebagai kendaraan dan dagangan.

Demikian kritik pengamat politik, J Kristiadi, menanggapi buruknya fakta yang ditemui dalam proses verifikasi faktual parpol di daerah. ”Parpol yang ikut pemilu, kan, untung-untungan saja. Kalau lolos syukur, enggak lolos, ya sudah,” katanya, Minggu (29/6).

Sesuai jadwal, verifikasi faktual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berakhir Minggu. Namun, anggota KPU Jawa Timur, Didik Prasetyono, misalnya, Minggu, mengatakan, verifikasi parpol tidak bisa memenuhi jadwal yang ditentukan sebab KPU terlambat mengirim berkas.

Sebanyak 16 parpol yang memperoleh kursi di DPR langsung bisa mengikuti pemilu, sedangkan 35 parpol yang dinyatakan lolos tahap verifikasi administrasi saat ini sedang diverifikasi faktual. Di beberapa daerah, sejumlah parpol dinyatakan tidak lolos verifikasi faktual. Penyebabnya beragam, antara lain tidak memiliki pengurus dan tidak memiliki kantor di daerah tersebut.

Tanggung jawab parpol

Parpol, kata Kristiadi, semestinya memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan politik kepada warga negara. Parpol idealnya sebagai lembaga untuk mewujudkan keyakinan anggotanya. Dengan demikian, ideologi partai akan terus diusung untuk diwujudkan. Kadernya juga kian matang sehingga kualitas parpol akan terus meningkat.

Kenyataannya, menjelang Pemilu 2009, hal itu tidak terjadi. Dalam pemilihan kepala daerah, parpol menjadi barang dagangan supaya dijadikan kendaraan oleh pasangan calon.

Pengajar Ilmu Politik dari Universitas Airlangga, Haryadi, berpendapat, sejumlah parpol menunjukkan kesan tak serius. ”Partai kalah dalam pemilu, tetapi bisa punya arti dalam pilkada dengan menjual dukungannya untuk calon,” katanya.

Menurut Haryadi, persyaratan dalam pemilu di Indonesia terlalu mudah. Sejumlah negara menerapkan aturan adanya semacam uang jaminan bagi parpol peserta pemilu. Jika itu tidak lolos, uang jaminan itu hilang. Sebaliknya, apabila parpol itu lolos ambang batas, uang dikembalikan.

”Syarat yang berat membuat parpol serius. Syarat semacam ini akan membatasi secara struktural,” kata Haryadi lagi.

Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin menambahkan, hegemoni parpol dalam jabatan publik berkorelasi dengan kemunculan parpol baru. Banyak orang ingin masuk ke kekuasaan melalui parpol. Akibatnya, 10 tahun reformasi, partai menjadi tunggangan untuk mencapai kekuasaan. (IDR/VIN/SEM/WIE/INA)

Sumber : http://cetak.kompas.com

One comment

  1. assalamu alaikum WR WB…..
    salam pemberontakan nurani!!!
    memang saat ini sudah banyak PARPOL yang hanya gunakan rakyat sbg alat tuk capai kekuasaan nafsu ambisinya (jabatan Kekayaan & ketenaran)serta tidak lagi sebagai wakil dari suara2 kebenaran/keadilan yg selama ini ditindas oleh rezim RI ini, sebab, kehancurannya tidak dilihat dari aspek fundamentalnya melainkan hanya pada sisi praktek dan kepentingan belaka (individu/golongan/parpol/sekte/dll….)

    saatnya harus kembali pada hukum-Nya.
    sebab hukum selainnya sangat rentan dgn celah2 kerusakannya…
    ALLAHU AKBAR,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*