[Edisi 414]. Begitu memilukan melihat realitas kondisi masyarakat Indonesia kini. Beban hidup terasa semakin berat bagi kebanyakan rakyat. Kebijakan demi kebijakan yang dilakukan penguasa menjadikan rakyat semakin melarat. Rakyat seolah tidak boleh istirahat sebentar saja untuk tidak dihimpit berbagai beban kehidupan tersebut.
Belum selesai dari hantaman badai kenaikan harga BBM, Pemerintah kemudian menaikkan harga bahan bakar lain seperti gas. Pemerintah sebelumnya berjanji tidak akan menaikkan harga gas. Namun, kini gas dengan volume 12 kg dicabut subsidinya oleh Pemerintah. Walhasil, harganya pun melambung tinggi. Kenaikan harga yang ada hanya meliputi kenaikan ongkos distribusi dan kelengkapannya, belum termasuk komponen harga gas sendiri yang sudah naik di tingkat internasional. Oleh karena itu, bisa jadi kenaikan harga gas jilid kedua tidak akan lama lagi.
Belum reda masalah BBM dan gas, kini berbagai wilayah di Indonesia kembali mengalami pemadaman listrik secara bergilir. Efek buruknya semakin serius. Di Jawa Tengah, jika kondisi demikian berkepanjangan, pemadaman listrik yang tidak terjadwal itu bisa membuat banyak pengusaha gulung tikar. Bagi industri tekstil, pemadaman listrik bergilir yang tidak terjadwal sangat merugikan. Dalam sehari, mereka bisa kehilangan puluhan hingga ratusan juta rupiah karena proses produksi terhenti tiba-tiba. (Kompas, 6/7/2008).
Ratusan buruh tekstil menyerbu kantor PLN Kota Pekalongan, Kamis pagi (3/7), lantaran terancam PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh perusahaan, menyusul seringnya dilakukan pemadaman listrik oleh PLN di wilayah Kabupaten/Kota Pekalongan (www.wawasandigital.com). Para pengusaha Jepang–yang telah menanamkan investasinya lebih dari 40 miliar dolar AS di Indonesia–bahkan akan mengancam hengkang dari Indonesia jika permasalahan listrik ini tak kunjung usai. (”Kabar Petang”, TVOne, 7/7/08).
Kebijakan yang Salah
Membumbungnya harga BBM dan gas di Indonesia, jika ditelusuri lebih dalam, adalah akibat amburadulnya kebijakan energi primer (BBM dan Gas) dan sekunder (PLN) di Indonesia.
Problem kelangkaan BBM, menurut Bapak Sodik (SP Pertamina), diakibatkan oleh rusaknya sistem yang digunakan Pemerintah. Ujungnya adalah diterapkannya UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sangat liberal. Pemerintah, melalui UU ini, lepas tanggung jawab dalam pengelolaan Migas. Dalam UU ini: (1) Pemerintah membuka peluang pengelolaan Migas karena BUMN Migas Nasional diprivatisasi; (2) Pemerintah memberikan kewenangan kepada perusahaan asing maupun domestik untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak; (3) Perusahaan asing dan domestik dibiarkan menetapkan harga sendiri. Sungguh aneh!
Di Indonesia ada 60 kontraktor Migas yang terkategori ke dalam 3 kelompok: (1) Super Major: terdiri dari ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70% dan gas 80% Indonesia; (2) Major; terdiri dari Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%; (3) Perusahaan independen; menguasai cadangan minyak 12% dan gas 5%.
Walhasil, kita bisa melihat bahwa minyak dan gas bumi kita hampir 90% telah dikuasai oleh asing. Mereka semua adalah perusahaan multinasional asing dan berwatak kapitalis tulen. Wajar jika negeri yang berlimpah-ruah dengan minyak dan gas ini ’meradang’ tatkala harga minyak mentah dan gas dunia naik. Semuanya dijual keluar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut.
Padahal dalam jantung Bumi Pertiwi Indonesia terdapat sekitar 60 cekungan minyak dan gas bumi (basin); baru 38 di antaranya yang telah dieksplorasi. Dalam cekungan tersebut terdapat sumberdaya (resources) sebanyak 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas; potensi cadangannya sebanyak 9,67 miliar barel minyak dan 156,92 TCF gas. Semua itu baru dieksplorasi hingga tahun 2000 sebesar 0,46 miliar barel minyak dan 2,6 triliun TCF gas. Karena itu, jika menilik angka volume dan kapasitas BBM, tegas Bapak Sodik (SP Pertamina), sebenarnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri.
Namun, permasalahannya adalah liberalisasi sektor Migas yang membebaskan sebebas-bebasnya asing mengeruk kekayaan minyak dan gas Indonesia, yakni melalui UU 22/2001 tentang Migas. UU ini justru memberikan hak/kewenangan kepada perusahaan swasta nasional maupun swasta asing yang notabene bukan untuk kepentingan rakyat.
Dalam pengelolaan energi sekunder (PLN), byar-pet-nya PLN juga diakibatkan oleh salah urus Pemerintah. Menurut Ir. Daryoko (Ketua SP PLN), byar-pet-nya PLN salah satu penyebabnya adalah adanya inefisiensi ‘sistemik’. Hal ini disebabkan oleh kelangkaan pasokan energi primer (batubara dan gas) di pembangkit-pembangkit yang ada. Sebab, tatkala berbicara tentang inefisensi, menurut Ir. Daryoko, sebenarnya tahun 80-an PLN sudah menyiapkan beberapa pembangkit yang bisa dioperasikan dengan bahan bakar gas dan minyak (dual firing). Pembangkit ini mampu menghasilkan daya sebanyak 37% dari total daya yang dihasilkan seluruh pembangkit PLN.
Untuk Jawa-Bali saja, masih menurut Ir. Daryoko, yang memiliki 90% dari total kapasitas terpasang PLTU/PLTGU PLN, semuanya telah dibuat dengan sistem dual firing. Pembangkit ini seharusnya dioperasikan pakai gas, karena biayanya lebih murah. Jika dioperasikan dengan gas maka hanya membutuhkan biaya Rp 7 triliun/tahun. Namun, kronisnya, pasokan gas saat ini tidak ada, karena ada regulasi minyak dan gas yang ‘njomplang’; sebagian besar justru diekspor ke luar negeri, bukan untuk pasokan kebutuhan dalam negeri. Jika pembangkit memakai minyak maka biayanya sebesar Rp 33 triliun/tahun. Jadi, gara-gara tidak ada gas maka terjadi inefisiensi sistemik sebesar Rp 26 triliun/tahun.
Walhasil, semakin melambungnya harga BBM dan gas berakibat pada kelangkaan pasokan bahan bakar ke PLN. Akibatnya, terjadilah pemadaman bergilir disebabkan oleh salah urus dalam energi primernya.
Asing Diuntungkan
Siapa yang diuntungkan di atas penderitaan rakyat ini? Jawabannya adalah asing dan para anteknya! Asinglah yang secara real telah memiliki berbagai energi primer negara ini. Pemaksaan sistem ekonomi kapitalis, yang menyebabkan berbagai liberalisasi di sektor energi, adalah jalan asing untuk menguasai eneri primer kita.
Liberalisasi berbagai sektor strategis di negeri ini sangat sistematis dan rapi. Bahkan langkah demi langkah dilakukan dengan cermat. Ketika masyarakat negeri ini euporia dengan reformasi, berbagai UU energi primer telah diubah oleh asing. UU No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi, pembuatannya dibiayai oleh USAID dan World Bank sebesar 40 juta dolar AS. UU No. 20/2002 tentang kelistrikan dibiayai oleh Bank Dunia dan ADB sebesar 450 juta dolar AS. UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air pembuatannya dibiayai oleh Bank Dunia sebesar 350 juta dolar AS. (Abdullah Sodik, SP Pertamina, “Pengelolaan Migas Amburadul?” Jakarta, 12 Juni 2008).
Demikian halnya dengan listrik. Krisis listrik dengan segala macam pencitraan negatif tentang PLN merupakan paket liberalisasi energi ini. PLN terus dicitrakan negatif dan tidak efesien. Dengan kondisi PLN demikian, menurut UU Kelistrikan No. 20/2002, maka arahnya PLN ini akan diswastakan. Perlu diketahui, bahwa harga minimal sebuah pembangkit listrik adalah Rp 5.5 triliun. Dengan harga sebesar itu, dipastikan yang akan membeli pembangkit tersebut adalah swasta asing.
Pengelolaan Energi Menurut Syariah
Dalam pandangan Islam, semua sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia–baik primer seperti batu bara, minyak bumi, gas, energi matahari beserta turunannya (energi air, angin, gelombang laut), pasang surut dan panas bumi serta nuklir; maupun sekunder seperti listrik–adalah hak milik umum (milkiyah ‘ammah). Pengelola hak milik umum adalah negara, melalui perusahaan milik negara (BUMN). Individu/swasta dilarang memiliki energi tersebut untuk dikomersilkan. Karena itu, liberalisasi yang berujung pada privatisasi sektor-sektor tersebut diharamkan. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Ibn Abbas:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإَِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ
Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) atas tiga hal: air, padang dan api. Harganya pun haram. (HR Ibn Majah).
Air, api dan padang adalah tiga perkara yang dibutuhkan oleh semua orang demi kelangsungan hidupnya. Karena itu, Nabi saw. menyebut bahwa kaum Muslim (bahkan seluruh manusia) sama-sama membutuhkannya. Ketiganya disebut sebagai perkara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena itu, Islam menetapkan perkara seperti ini sebagai hak milik umum.
Semua sarana dan prasarana, termasuk infrastruktur yang berkaitan dan digunakan untuk kebutuhan tersebut, juga dinyatakan sebagai hak milik umum; seperti pompa air untuk menyedot mataair, sumur bor, sungai, selat, serta salurat air yang dialirkan ke rumah-rumah; begitu juga alat pembangkit listrik seperti PLTU, PLTA, dan sebagainya, termasuk jaringan, kawat dan gardunya. Yang juga termasuk milik umum adalah tambang gas, minyak, batubara, emas dan sebagainya.
Perusahaan yang bergerak dan mengelola hak milik umum adalah perusahaan umum, yang tidak boleh diprivatisasi, apalagi dijual kepada pihak asing.
Wahai Kaum Muslim:
Janganlah kita mau terus dibodohi dengan berbagai opini menyesatkan seputar kenaikan BBM, penghematan listrik dan konversi penggunaan minyak tanah ke gas. Sebab, akar masalahnya adalah kekayaan energi kita telah dikuasai asing dengan diterapkannya ekonomi kapitalis di negeri ini.
Allah Swt. telah memberikan anugerah kekayaan energi yang berlimpah kepada kita. Allah pun telah memberikan jalan untuk mengembalikan hak kita tersebut, yakni dengan memberlakukan sistem pengaturan energi primer berdasarkan syariah Islam. BBM, gas, batu bara, listrik dan berbagai bentuk energi lainnya harus diatur dengan mekanisme syariah dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Bukankah telah tiba saatnya untuk mengatur Indonesia dengan syariah agar menjadi lebih baik? []
KOMENTAR:
RI Dukung Palestina Merdeka (Kompas, 15/7/2008)
Ingat! Palestina Merdeka hanya mungkin dengan cara mengusir penjajah Israel
Hanya ada dua pilihan bagi Indonesia Masa Depan: jadi negara bagian AS ke-52, atau jadi kekhilafahan.
.
…perlu dibuka polling?….
Indonesia bisa bangkit kalau punta “Energi”. tetapi kalau Energi itu dikuasai asing ya tidak akan bisa bangkit. Indonesia akan “byar pet-byar pet” terus..
Kebangkitan hakiki kalau kita mampu menggali Energi dari sumber yang Sejati dan tidak dikuasai oleh hawa nafsu manusia..kita butuh “energi Ideologis” yaitu Islam..Energi Islam ini memiliki kekuatan yang sudah terbukti selama 13 abad , mampu membangkitkan umat islam dengan negera khilafah islamiyah. Inilah energi yang diwariskan Rasulullah SAW kepada umat islam. dengan energi islam ini umat islam akan bangkit dan memipmpin dunia..SELAMAT TINGGAL BYAR PET-BYAR PET…
Iya..benar sekali bahwa energi Indonesia dikuasai oleh asing (90%). Namun, yang sangat disayangkan bahwa pihak asing berkuasa yaitu atas ijin pemerintah Indonesia.
Kita semua tahu di tahun 2007 saja ‘keuntungan’ perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia (ExxonMobile) yakni sebesar US$ 40.6 milyar (sekitar Rp 373 trilyun) dari ‘pendapatan’ yang sekitar US$ 114.9 milyar.
Selain itu, krisis energi yang dialami oleh Indonesia bukan dikarenakan karena kekurangan energi itu sendiri tetapi karena pengelolaan yang ‘tidak bener’, jadi bohong kalau misalkan kriris itu karena sumber energi yang ada di Indonesia sudah terlampau menipis. Buktinya, Indonesia pengekspor 70% babtubara ke luar negeri, pengekspor LNG terbesar di dunia, juga pengekspor 500 ribu bph minyak. Lalu yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengimpor minyak.
Jika kita lihat, tingkat konsumtif Indonesia atas BBM itu berada di urutan 116 dunia, dibandingkan dengan Malaysia saja sangat jauh yaitu urutan 47 dunia.Ini sebuah keironisan ketika ada rakyat antri gas, bbm (udah mahal langka pula…aneh..), pemadaman listrik bergilir.
Andai saja energi yang telah diproduksi oleh Indonesia dikelola dengan baik dan benar serta diprioritaskan untuk kepentingan dalam negeri khususnya rakyat juga PLN segera memanfaatkan dengan optimal pembangkit listrik PLTA, PLTG atau batu bara sehingga penggunaan BBM untuk listrik bisa diminimalisir, maka Indonesia tak perlu buang-buang minyak buat asing terlebih lagi mengimpor…dari segi ini saja sudah dapat dipastikan bahwa pemimpin bangsa ini ‘tidak cerdas’.
==========================================
INDONESIA GOES KHILAFAH
selama hukum ALLAH tidak ditegakkan tinggu kehancurannya, itu sudah jelas.
Mari kita gelorakan agar kekhilafahan cepat terwujud.
Bravo HTI
astagfirullah….memang mereka lebih pintar dan licik dari kita, buktinya, mereka kuasai asset vital kita, bayangkan jika kita kurang makan, kurang terang, kurang mobile pasti kita terpuruk…sampai kapan kita seperti ini..? sampai mati..?berfikirlah cemerlang (mustanir) dan kembalilah kepada “user guide” kita…tegakkan syrariah dengan khilafah..ALLAHUAKBAR…ALLAHUAKBAR..ALLAHUAKBAR..CAYOO BERJUANG..KEEP ISTIQOMAH…!!!!!!!!!!!!!!!!!
Dalam cekungan tersebut terdapat sumberdaya (resources) sebanyak 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas; potensi cadangannya sebanyak 9,67 miliar barel minyak dan 156,92 TCF gas. Semua itu baru dieksplorasi hingga tahun 2000 sebesar 0,46 miliar barel minyak dan 2,6 triliun TCF gas.
assalamu’alaikum
menanggapi data di atas, bisa minta referensinya?
soalnya hitung2an kasar saya misal dalam satu tahun mulai tahun 1980 indonesia memproduksi miyak lebih dari satu juta barel perhari, jika diambil nilai minimal misal 1juta perhari, maka dalam setahun produksinya mencapai 365 juta barel, jadi dalam 20 tahun terkumpul 7300 juta barel minyak alias 7,3 milyar barel. selisihnya lumayan jauh,..bisa dikonfirmasi?
wassalamu’alaikum