Ismail Yusanto : Dominasi Pers Barat Harus Dihentikan

Media massa Barat telah menjadi alat mengokohkan kepentingan kapitalisme global, karena itu dominasi pers Barat harus dihentikan. Hal ini disampaikan Muhammad Ismail Yusanto dalam diskusi interaktif yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (senin, 28 Juli 2008) . Acara yang digelar dalam rangka relauncing website Hizbut Tahrir ini jugar menghadirkan pembicara Arman Nasution (mantan wartawan Tempo), Mahladi (pimred situs website Hidayatullah) dan Edi Utama (Staff Ahli Kantor Berita Antara).

Menurut Jubir HTI ini, pers Barat telah menjadi mesin politik untuk menyuarakan kepentingan Barat dengan membangun opini positif tentang kapitalisme sebaliknya membuat citra negatif terhadap mereka yang dianggap merupakan potensi ancaman bagi Barat.

Ismail Yusanto mencontohkan bagaimana media massa Barat pada umumnya selalu menggambarkan secara positif berita tentang Israel. Tindakan Israel membombardirkan rumah-rumah rakyat Palestina dengan bom-bom dahsyat dalam jumlah massif disebut preemptive strike (tindakan sebelum diserang) disebut punishment strike (tindakan hukuman bagi yang bersalah). Semantara kalau pejuang Palestina yang tidak setuju terhadap penjajahan Israel membunuh beberapa orang tentara Israel disebut tindakan terorisme.

Hal senada disampaikan pembicara lain Amran Nasution (wartawan senior). Dia mencontohkan pers AS telah menjadi alat legalisasi terhadap serangan AS di Irak. Saat itu pers memberitakan tanpa sikap kritis presentasi Colin Powel di PBB. Saat itu Powel dengan bantuan photo satelit dengan percaya diri menunjukkan gambar-gambar yang dia sebuat sebagai tempat senjata pemusnah masal Irak. Pers AS pun mengutip Powel tanpa mengecek kebenaran informasi itu. Pers berhasil membangun opini seakan-akan Irak memang sah untuk diserangkan . Namun bagaimana realitanya ? Hingga kini AS tidak pernah menemukan senjata pemusnah massal di Irak.

Hal yang sama dilakukan media massa nasional. Dalam insiden Monas menurut Amran, tampak sekali Koran Tempo bias . Bahkan hal yang paling minimal seperti cover both side tidak dilakukan. Saat itu Koran Tempo menampilkan photo Munarman sedang mencekik apa yang disebut Tempo sebagai anggota AKK-BB. Koran Tempo tidak melakukan cek ulang terhadap Munarman. Belakangan ternyata Munarman justru mencegah anggotanya sendiri agar tidak berbuat anarki.

Sementara Mahladi dari situs Hidayatullah dot com, dengan tegas mengatakan tidak ada media massa yang benar-benar objektif. Semua media massa pastilah memiliki pradigma tersendiri dalam pemberitaannya. Bedanya , Hidayatullah dengan tegas mengatakan pers yang membela Islam. Sementara yang lain, memposisikan seakan-akan sebagai media massa non partisan, tapi kenyataannya memihak pada kepentingan tertentu. Untuk itu Mahladi mengusulkan umat Islam bisa membangun media Islam yang kuat dengan keperpihakan kepada Islam yang jelas. Menurutnya penting ada jaringan insan pers muslim yang terus menerus melakukan komunikasi untuk kepentingan Islam.

Ismail Yusanto menambahkan disamping level personal insan jurnalistik, perlu juga secara struktur membangun jaringan media massa global. Mengingat dominasi pers Barat tidak bisa dilepaskan dari dominasi politik dan ekonomi Barat, umat Islam juga harus memiliki kekuatan politik dan ekonomi global. ” Dalam konteks itulah seruan Khilafah Islam yang akan menyatukan umat Islam seluruh dunia, menjadi sangat penting dalam hal. Tanpa ada kebijakan politik yang memutuskan dominasi Barat, pers Barat akan terus menerus menyerang Islam tanpa ada kekuatan yang seimbang,” tegasnya. (FW/LI)

7 comments

  1. siip….jaya media islam, hancuran kapitalisme. saatnya penulis-penulis muslim menggunakan pena-pena mereka untuk membela Islam dan kaum muslimin.
    Talak tiga kapitalisme

  2. hegemoni Barat di bidang media..selain membutuhkan penulis muslim yang baik juga membutuhkan kekuatan politik.

  3. hanif al-islam

    Moga2 media Islam semakin gencar untuk melakukan transfer pemikiran dan ide islam. Selamat berjuang dengan goresan tinta

  4. Media Online

    RAND Corporation: AS Harus Hentikan “Perang Melawan Terorisme”

    RAND Corporation, salah satu lembaga think-tank AS yang memberikan jasa informasi pada Pentagon dalam hasil studinya menyimpulkan bahwa AS harus menghentikan”perang melawan teror” nya dan mengubah strateginya dalam melawan terorisme, dari strategi yang mengandalkan kekuatan militer menjadi strategi yang lebih mengandalkan kebijakan dan kerja-kerja intelejen.

    “AS sudah seharusnya tidak lagi menggunakan frasa ‘perang melawan terorisme’. Para pelaku terorisme harus dilihat dan disebut sebagai pelaku tindak kriminal, dan bukan disebut sebagai pasukan perang suci. Persoalan ini bukan sekedar masalah bahasa. Istilah yang kita gunakan untuk menjelaskan strategi kita dalam melawan terorisme sangatlah penting, karena hal ini akan mempengaruhi kekuatan apa yang akan digunakan, ” papar RAND Corporation dalam hasil studinya yang dirilis Selasa kemarin.

    Hasil Studi yang bertajuk “How Terrorist Groups End: Lessons for Countering al-Qaidah” menyarankan agar AS mengubah istilah “War onTeror” yang selama ini mereka gunakan dengan istilah “Counter-Terrorism.” Seruan ini juga untuk negara-negara sekutu AS dalam perang melawan terorisme, antara lain Inggris dan Australia.

    Presiden AS George W. Bush adalah orang memelopori apa yang disebutnya sebagai “perang global melawan terorisme” pasca insiden serangan 11 September 2001. Pemerintah AS bahkan sampai membuat situs khusus “Perang Melawan Teror. Perang ini dijadikan alasan Bush untuk melakukan invasi ke Afghanistan dan Irak. Faktanya, yang menjadi target perang melawan terorisme yang dikampanyekan AS adalah negara-negara Muslim dan warga Muslim.

    Tak heran jika bagi umat Islam, kampanye perang melawan teror yang dilakukan AS dianggap sebagai perang melawan agama Islam dan bukan perang untuk melawan sekelompok umat Islam yang menganut ideologi yang radikal.

    RAND dalam kesimpulannya juga mengatakan bahwa AS sudah gagal dalam menerapkan strategi melawan terorisme dengan mengandalkan kekuatan militer. “AS tidak mampu secara efektif melakukan kampanye melawan terorisme dalam jangka panjang, terutama terhadap kelompok al-Qaidah dan kelompok-kelompok yang oleh AS dianggap kelompok terorisme tanpa memahami bagaimana kelompok terorisme itu akan berakhir, ” kata Seth Jones, penulis dari hasil studi yang juga pakar politik.

    “Dari sejumlah fakta, kekuatan militer terbukti terlampau tumpul jika digunakan sebagai instrumen untuk melawan kelompok-kelompok terorisme. Kekuatan militer efektif hanya tujuh persen dari kasus-kasus yang diteliti, ” sambung Jones.

    Para peneliti di RAND meneliti sekitar 648 kelompok yang dianggap sebagai kelompok teroris yang ada dalam kurun waktu antara tahun 1968 dan tahun 2006. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang bisa dibasmi dengan menggunakan kekuatan militer. Sebagian kelompok-kelompok teroris mengakhiri kegiatannya dengan ikut serta dalam proses politik atau para anggotanya ditangkap atau dibunuh oleh pihak kepolisian dan lewat operasi-operasi intelejen.

    Survey yang sebelumnya dilakukan oleh US Foreign Policy Magazine menunjukkan bahwa mayoritas para pakar AS dan mantan pejabat AS meyakini bahwa AS sudah kalah dalam perang melawan terorisme. (eramuslim)

  5. Media Online

    Parlemen Iran Nyatakan Militer AS dan CIA Sebagai Organisasi Teroris.
    ============================================================
    Parlemen Iran menyetujui resolusi yang menyatakan bahwa CIA dan militer adalah “organisasi teroris” dan mereka mengecam tindakan terorisme yang dilakukan CIA serta pasukan militer AS di berbagai belahan dunia. Resolusi itu ditandatangani 215 anggota parlemen dalam pembukaan masa sidang parlemen Iran dan disiarkan secara langsung oleh televisi Iran hari Sabtu (29/9)

    Parlemen Iran mengeluarkan pernyataan itu, setelah Senat AS lewat voting mendesak agar departemen luar negeri AS memasukkan pasukan elit Iran, Pasukan Garda Revolusi Islam Iran ke dalam daftar “organisasi teroris. ” Dalam resolusinya, parlemen Iran menyatakan, “Sang agresor, pasukan militer AS dan CIA adalah para teroris dan mereka adalah para pelaku teror. ”

    Menurut Parlemen Iran, penetapan kedua lembaga pemerintah AS sebagai teroris berdasarkan berbagai alasan. Antara lain, kedua lembaga itu terlibat dalam peristiwa dijatuhkannya bom nuklir ke Hiroshima dan Nagasaki pada masa Perang Dunia II dan telah menggunakan amunisi-amunisi yang mengandung uranium dalam perang di Balkan, Afghanistan dan Irak. AS juga mendukung pembunuhan rakyat Palestina yang dilakukan Israel, membom dan membunuh warga sipil di Irak serta menyiksa para tersangka pelaku terorisme yang berada di penjara.

    Dengan adanya resolusi itu, Parlemen Iran mendesak Presiden Mahmud Ahmadinejad untuk memperlakukan CIA dan militer AS sebagaimana sebuah organisasi teroris. Parlemen juga membuka jalan agar resolusi dijadikan undang-undang apabila diratifikasi oleh lembaga konstitusi negara itu.

    Sejauh ini pemerintah Iran belum menyatakan sikapnya atas resolusi parlemen Iran dan masih menunggu reaksi AS sebelum mengambil keputusan. (eramuslim)

  6. romadhon cah jenogoro

    Semakin lama ummat akan semakin cerdas memilih
    dan memilah.
    Mana media yang mencerdaskan dan mana …
    media sampah.
    Semoga dengan berbagai halangan(yang ada) media Islam
    akan eksis dan dominan… Allahuakbar.

  7. TERUS BERJNUANG
    TAMPA LELAH
    ALLAH……………..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*