Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجًا وَأَنْتُمْ شُهَدَاءُ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (99) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (100)
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan? ” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (TQS Ali Imron [3]: 99-100).
Pemeluk Yahudi dan Nasrani, oleh kaum Liberal seringkali digambarkan berwajah ramah. Alasannya, sebagai sesama pemeluk agama Ibrahim –Abrahamic faiths, begitu mereka sering menyebutnya–, Ahli Kitab itu dikesankan sebagai sahabat, bahkan saudara bagi kaum Muslim. Konsekuensinya, segala syak wasangka dan kecurigaan terhadap mereka pun harus dienyahkan. Aspek-aspek perbedaan antara Islam dengan kedua agama itu, menurut mereka tak perlu ditonjolkan atau dipersolakan. Masing-masing pihak juga dihimbau agar tidak merasa diri paling benar sembari menuding lainnya sesat. Sikap menganggap diri paling benar dan saling menyesatkan itu dianggap sebagai bahaya laten yang sewaktu-waktu dapat meletuskan konflik antara umat beragama.
Agar tercipta hubungan yang lebih harmonis dengan Ahli Kitab, mereka berusaha meniadakan berbagai aturan yang dianggap menjadi sekat penghalang. Perkawinan beda agama yang jelas diharamkan, mereka halalkan. Larangan kehadiran seorang Muslim dalam perayaan natal mereka tentang. Bahkan katagorisasi Mukmin dan kafir mereka anggap tidak relevan lagi. Tak kalah menyakitkan, yang sering mereka tuduh sebagai biang penyebab konflik dan merebaknya terorisme adalah kaum Muslim yang berpegang teguh dengan aqidahnya.
Tuduhan kaum Liberal itu jelas salah alamat. Persepsi mereka tentang Ahli Kitab juga kontradiski dengan realita sebenarnya. Ahli Kitab yang mereka gambarkan berwajah ramah itulah justru yang memendam dendam kesumat terhadap Islam dan umatnya. Mereka tidak merasa senang jika umat Islam masih tetap konsisten dengan agamanya. Jiwa mereka tidak akan puas sebelum umat Islam mengikuti agama mereka (lihat QS al-Baqarah [2]: 120). Untuk itu, mereka menempuh berbagai cara untuk menghalangi manusia agar tidak memeluk Islam. Mereka juga menyusun aneka strategi untuk memurtadkan umat Islam. Sikap permusuhan mereka itu diberitakan dalam beberapa ayat. Di antaranya adalah QS Ali Imron [3]: 99-100.
Menghalangi Manusia kepada Islam
Dalam ayat itu Allah Swt berfirman: Qul yâ Ahl al-Kitâb lima tashuddûna ’an sabîliLlâh man âmana (katakanlah: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman). Sebenarnya seruan ayat ini ditujukan kepada Ahli Kitab, yakni kaum Yahudi dan Nasrani. Namun yang diperintahkan untuk menyampaikan seruan itu adalah Rasulullah saw. Seruan itu berisi peringatan keras dan celaan terhadap Ahli Kitab atas perilaku mereka. Hal ini dapat dipahami dari bentuk îstifhâm (kalimat tanya) dalam ayat ini. Sebagaiman dituturkan al-Syaukani dalam Fath al-Qadîr, kalimat tanya tersebut mengandung makna li al-inkâr wa al-tawbîkh (pengingkaran dan celaan).
Mereka diperingatkan dan dicela karena telah melakukan tindakan yang amat jahat dan busuk. Dalam merespon Islam, mereka menolak untuk mengimani dan memeluknya. Padahal, Islam adalah terakhir yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, termasuk bagi mereka (lihat QS Saba’ [34]: 28; al-A’raf [7]: 158). Penolakan mereka itu diberitakan dalam ayat sebelumnya:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا تَعْمَلُونَ
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha menyaksikan apa yang kamu kerjakan? (TQS Ali Imron [3]: 98).
Tidak sekadar menolak beriman, mereka juga menghalangi orang lain untuk memeluk Islam. Dengan segenap usaha mereka berusaha memalingkan manusia dari Islam. Dalam ayat ini, mereka disebutkan melakukkan tashuddûna ’an sabîliLlâh. Al-Baghawi dan al-Jazairi memaknai tashuddûna dengan tusharifûna (memalingkan). Sedangkan makna sabîliLlâh dalam ayat ini adalah dîn yang diridhai-Nya, yakni Islam. Demikian penjelasan al-Zamakhsyari, al-Alusi, al-Syaukani, al-Jazairi, dan al-Samarqandi dalam kitab tafsir mereka.
Tindakan jahat itu sengaja mereka lakukan agar orang-orang yang telah memilih agama benar berbelok arah, sehingga turut terjerumus dalam kesesatan. Niatan jahat mereka itu digambarkan dengan firman-Nya: tabghûnahâ ’iwaj[an] (kamu menghendakinya menjadi bengkok). Kata ‘iwaj[an] bermakna zaygh[an] wa mayl[an] (bengkong dan miring). Dalam konteks ayat ini, kata tersebut mencakup semua agama, ajaran, atau ideologi yang menyimpang dari Islam. Semua agama, ajaran, atau ideologi itu layak disebut sebagai ‘iwaj[an] (bengkok) karena faktanya memang tidak lurus alias bengkok atau sesat.
Celaan terhadap mereka itu menjadi kian berat manakala sesungguhnya mereka mengetahui kebenaran Islam. Allah Swt berfirman: wa antum syuhadâ’a (padahal kamu menyaksikan?”). Menurut al-Baghawi, mereka telah mengetahui dalam kitab Taurat mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad saw; dan bahwa agama Allah yang diterima hanyalah Islam. Berkenaan dengan perkara ini Allah Swt berfirman:
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 146).
Ayat tersebut menggambarkan pengetahuan mereka terhadap Rasulullah saw. Mereka tahu benar bahwa beliau adalah utusan Allah Swt; al-Quran yang beliau bahwa adalah wahyu dari-Nya; dan risalah yang beliau bawa adalah haq. Kendati demikian, mereka tetap bersikukuh untuk tidak beriman. Sebaliknya, mereka justru menjadi orang yang ingkar dan memusuhi Islam beserta umatnya.
Sikap itu muncul lantaran kedengkian mereka terhadap kaum Muslim. Realitas ini diberitakan Allah Swt dalam firman-Nya:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran (TQS al-Baqarah [2]: 109).
Dengan demikian, mereka telah melakukan kejahatan dan kedurhakaan yang amat besar. Terhadap kejahatan dan kedurhakaan itu, mereka diingatkan Allah Swt: WamâLlâh bighâfil ’ammâ ta’malûna (Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan). Peringatan ini seharusnya menyadarkan mereka. Jika kini mereka seolah bisa leluasa menghalangi manusia dari jalan Islam, maka hal itu tidak akan dibiarkan. Semua kejahatan mereka diketahui dan dicatat-Nya. Tak ada yang terlewatkan. Dan di akhirat kelak, mereka harus mempertanggungjawabkannya. Berikutnya, mereka pun tidak bisa mengelak dari azab-Nya yang maha dahsyat. Dalam ayat lainnya Allah Swt berfirman:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan (QS al-Nahl [16]: 88).
Mereka juga dinyatakan dalam kesesatan yang jauh. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلَالًا بَعِيدً
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (QS al-Nisa’ [4]: 167).
Allah Swt juga berfirman:
الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
(Yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh (QS Ibrahim [14]: 3).
Semua amal mereka akan dihapuskan. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَشَاقُّوا الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَسَيُحْبِطُ أَعْمَالَهُمْ
Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta memusuhi rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudarat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka (QS Muhammad [47]: 32).
Dan apabila mereka mati dan tidak bertaubat, maka mereka tidak akan mendapatkan ampunan-Nya. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka. (QS Muhammad [47]: 34).
Ikuti Mereka: Kufur
Setelah menyeru Ahli Kitab, Allah Swt kemudian menyeru kaum Mukmin. Allah Swt berfirman: Yâ ayyuhâ al-ladzîna âmanû in tuthî’û farîq[an] min al-ladzîna ûtû al-Kitâb (hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-Kitab). Kata tuthî’û berasa dari kata al-thâ’ah yang berarti al-inqiyâd (tunduk dan patuh).
Dalam ayat ini, kaum Mukmin diingatkan. Apabila mereka bersedia tunduk terhadap perintah Ahli Kitab, patuh terhadap kemauan mereka, membebek langkah mereka, dan menuruti arahan mereka, maka akan mengeluarkan kaum Mukmin dari agama mereka. Allah Swt berfirman: yaruddûkum ba’da îmânakum kâfirîn (niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman).
Zaid bin Aslam meriwayatkan bahwa Syasy bin Qays –gembong kafir Yahudi yang amat benci dan dengki terhadap kaum Muslim– melewati sekelompok orang dari Aus dan Khajraj yang sedang berbincang-bincang dalam suatu majelis. Dia merasa marah melihat persatuan dan kebaikan mereka setelah masuk Islam. Padahal di masa Jahiliyiyyah, kedua kabilah itu terlibat permusuhan. Kemudian dia menyuruh seorang pemuda Yahudi untuk ikut dalam majelis itu dan mengungkit-ungkit peristiwa Perang Buats dan mendendangkan syair-syair yang dibaca pada saat itu.
Akibat provokasi Yahudi, kedua kelompok itu pun teringat kembali dengan kejadian dan permusuhan mereka di masa Jahiliyyah. Bentrokan di antara mereka hampir saja terjadi. Untunglah peristiwa itu segera terdengar Rasulullah saw. Beliau pun datang kepada mereka dan bersabda, “Wahai kaum muslim, apakah seruan-seruan jahiliyyah [muncul lagi], sedangkan aku masih berada di tengah-tengah kalian? Setelah Allah menunjukkan kalian kepada Islam, memulayakan kalian dengannya, memutuskan kalian dari perkara jahiliyyah dengannya, menyelamatkan kalian dari kekufuran dengannya, dan menyatukan kalian dengannya, kemudian kalian justru kembali semula menjadi kafir?” Setelah itu kemudian turun beberapa ayat. Dua ayat sebelumnya (ayat 98-99) ditujukan kepada Ahli Kitab. Sementara ayat ini dan ayat berikutnya turun kepada kaum Muslim.
Dengan melihat sabab nuzul ayat ini, tampak jelas kebencian Ahli Kitab terhadap Islam dan umatnya. Mereka tidak menyukai jika umat Islam kukuh berpegang kepada agamanya. Mereka juga tidak senang melihat umat Islam bersatu. Hati mereka terbakar tatkala menyaksikan umat Islam tampak kuat. Berbagai strategi mereka susun untuk memporakporandakan barisan umat Islam, mengadu domba umat Islam, dan melepaskan umat Islam dari agamanya. Jika umat islam tidak waspada; terjebak dan mengikuti skenario jahat mereka, sudah pasti umat Islam akan terjerumus dalam kekufuran. Kita berlindung kepada Allah atas hal itu. WaLlâh a’lam bi al-shawâb.