Sumsel Diminta Tetap Larang Ahmadiyah

Mendagri menilai langkah Gubernur sesuai SKB tiga menteri

HTI-Press. Langkah Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) menerbitkan surat keputusan (SK) yang melarang aliran sesat jemaat Ahmadiyah di wilayahnya kini menimbulkan polemik di Jakarta. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) meminta Gubernur Sumsel tegar terhadap tekanan dan jangan mundur dari keputusan tersebut, bahkan patut ditiru gubernur lain.

”Langkah yang diambil Gubernur Sumsel sudah sangat tepat. Justru akan mengundang permasalahan jika memang benar pemerintah pusat berencana akan membatalkan atau menganulir SK Gubernur tersebut,” kata Ismail Yusanto, juru bicara HTI, di Jakarta, Rabu (3/9).Ia menilai, SK Gubernur Sumsel semata-mata mengakomodasi aspirasi masyarakatnya dan mendasarkan pada diktum bahwa keberadaan Ahmadiyah telah mengganggu ketertiban umum. ”Jadi, beliau bukan pada persoalan agamanya,” papar Yusanto.

HTI berharap pemerintah pusat tidak berupaya membatalkan atau menghalangi-halangi langkah tersebut. ”Justru seharusnya pemerintah pusat memberikan dukungan penuh,” tegas Yusanto.Republika edisi 2 September lalu memberitakan, Pemerintah Provinsi Sumsel akhirnya bersikap tegas terhadap Ahmadiyah. Gubernur Sumsel, Mahyuddin NS, menerbitkan SK No 563/KPTS/Ban.Kebangpol & Linmas/2008 yang melarang aktivitas jemaat Ahmadiyah di daerahnya.

Butir pertama SK tersebut menyatakan, Pemprov Sumsel melarang aliran Ahmadiyah serta aktivitas penganut dan pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam wilayah Sumsel yang mengatakan Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam. SK ini dibacakan di hadapan Kapolda Sumsel, Irjen Ito Sumardi; Kepala Kejaksaan Tinggi, Armansyah; Pangdam II Sriwijaya, Mayjen TNI Moch Sochib; Kepala Kantor Wilayah Depag, Mal’an Abdullah; dan Wakil Ketua DPRD Sumsel, Ellianudin HB.

Menurut Gubernur, pembuatan SK berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri No 3/2008 serta Surat Edaran Bersama Sekjen Depag, Jaksa Agung Muda Intelijen, serta Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri Nomor SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008 dan Nomor SE/119/921.D.III/2008.Surat-surat yang menjadi rujukan SK Gubernur Sumsel tersebut memberikan kewenangan kepada gubernur untuk melakukan pengamanan dalam pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaan dan pengawasan terhadap jemaat Ahmadiyah di daerah. SK juga terbit atas desakan masyarakat Islam Sumsel yang resah oleh aktivitas sesat Ahmadiyah.

Sikap Mendagri

Mendagri Mardiyanto menegaskan, substansi SK Gubernur Sumsel benar. Namun, implementasi SKB di tingkat daerah memerlukan kejelian agar tak terjadi kekeliruan.”Jadi, pemahamannya, substansinya benar. Tapi, kalaupun ada, mungkin ada satu intepretasi yang keliru,” kata Mendagri ketika diminta tanggapan oleh wartawan usai menghadap Presiden, kemarin.Mendagri akan meminta laporan resmi soal duduk persoalannya SK Gubernur Sumsel yang dikatakan sebagai suatu implementasi SKB di tingkat daerah. ”Tim (dari Depdagri) juga nanti akan mengawasi pelaksanaannya. Tapi, kalau saya baca secara utuh dari keputusan itu, sebetulnya menjabarkan SKB itu,” katanya.

Dalam SKB, sambung Mendagri, terdapat perincian soal larangan menjalankan ibadah atas nama Islam, namun tidak sesuai dengan ajaran Islam. ”Nah, istilah ‘tidak sesuai’ itu kan harus dikomunikasikan. Gubernur melakukan suatu tindakan memerintahkan kepada Susbangpol untuk turut mendata. Kalau masih bisa dibina, dibina. Ini kan langkah yang baik,” tandasnya. ()

Republika

Leafleat terkait:

One comment

  1. ternyata.. benar!!! bahwa mereka kaum kafir … saling tolong menolong dalam memusuhi Allah SWT.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*