HTI-Press. Selasa, 9 September. Bill Kristol, seorang komentator dari Fox TV dan tokoh neokonservatif Amerika baru-baru ini mengungkapkan apa yang telah lama dicurigai banyak orang mengenai pemikiran AS atas situasi internasional saat ini.
Kristol menceritakan adanya suatu pertemuan off-the-record yang berlangsung selama 90 menit dengan sekelompok kecil wartawan pada awal bulan Juli, Presiden Bush “memberikan kesan bahwa tantangan terbesar bagi presiden berikutnya bukanlah Irak, yang dia perkirakan akan dia tinggalkan dalam keadaan yang baik, dan bukan juga Afghanistan, yang mampu mengatur dirinya sendiri … tapi tantangan itu adalah Pakistan.” Kami telah punya “pemerintahan yang bersahabat yang kadang bisa bekerja sama kadang juga tidak. Hal ini adalah situasi yang rumit dan sulit.” Seperti telah mengetahui hal ini, calon presiden Barack Obama mengambil tongkat estafet dari Bush ketika dia berujar dalam pidatonya pada tanggal 15 Juli, bahwa diperlukan perhatian dan sumber daya baik pada Afghanistan maupun Pakistan.
Ungkapan Kristol cukup menyulitkan namun tidak mengejutkan bagi mereka yang telah lama mencurigai kehadiran AS di Afghanistan. Itu seperti kuda Trojan bagi rencana AS yang lebih jahat atas Pakistan. Cukup mengejutkan bagi sebagian orang bahwa Pakistan saat ini menjadi lebih menantang dibandingkan Irak dimana AS memiliki 150,000 tentaranya, mengeluarkan hampir satu triliun dolar dan telah memakan korban lebih dari 4,000 orang tentaranya. Visi Kaum Neocon adalah bahwa dengan menguasai Irak, sebuah negara yang terletak di jantung Timur Tengah, akan memberinya kesempatan untuk tidak hanya menguasai sumber alam wilayah itu tapi yang lebih penting lagi adalah menguasai geopolitik wilayah itu. Tentu saja, tantangan paska invasi sangat dianggap remeh dan walaupun kekerasan telah sangat berkurang (walaupun dinilai dari standar yang tinggi), Irak masih tetap sebuah wilayah yang sulit. Amerika ingin Irak menjadi ‘stabil’ tapi tidak terlalu stabil, ‘merdeka’ tapi tidak terlalu merdeka, memiliki militer yang ‘efektif’ tapi tidak terlalu efektif. John McCain membandingkan peran AS di Irak dengan perannya di Korea dan Jerman dan percaya bahwa AS bisa berada di sana selama seratus tahun. Untuk tetap melanjutkan kehadirannya, AS perlu menjadikan Irak tetap lemah dan terpecah. Tidak ada seorangpun yang dapat membantah munculnya sekterianisme yang terlihat sejak pendudukan AS. Dengan pemerintah Kurdi yang otonom di bagian Utara, sebuah pemerintahan pusat yang didominasi oleh Shiah dan sekarang dukungan AS bagi suku-suku Sunni, Jendral Petraeus telah menguasai negara yang terpecah itu secara de facto.
Jadi, dengan Irak yang lebih dekat pada pemecahan de facto, pada saat ini Amerika dapat mengalihkan perhatiannya pada Pakistan. Perubahan fokus perhatian ini telah terlihat selama lebih kurang dua belas bulan. Pada bulan Juni 2007 Amerika menerbitkan Estimasi Intelejen Nasional (National Intelligence Estimate -NIE) dengan beberapa hal yang baru yang mengejutkan. Walaupun mengutip beberapa sukses dalam memukul Al-Qa’ida sejak September 2001 termasuk pernyataan-pernyataan yang dimasukkan dalam daftar rahasia yang berjudul “Trend dalam Terrorisme Global: Implikasinya bagi Amerika Serikat” tertanggal April 2006, dinyatakan bahwa “Amerika Serikat – yang memimpin usaha-usaha counterterrorisme telah mampu membuat kerusakan serius pada kepemimpinan Al-Qa’ida dan mengacaukan operasi-operasinya … Kami menilai bahwa gerakan jihad global menjadi ter-desentralisasi, tidak memiliki strategi global, dan menjadi lebih tersebar.”
Namun komunitas intelejen kolektif AS membuat perubahan kebijakan empat belas bulan kemudian ketika mereka mengatakan hal berikut: “Kami menilai bahwa kelompok (Al-Qa’ida) telah melindungi dan meregenerasi elemen-elemen kunci dari kemampuannya untuk menyerang dari dalam negeri, termasuk: tempat perlindungan yang aman di Area Pemerintahan Federal Wilayah Persukuan di Pakistan (FATA), para panglima operasionalnya, dan pemimpin tertingginya.”
Jadi, kenyataanya apa yang dikatakan oleh komunitas intelejen AS adalah perang enam tahun yang dilakukannya dengan Al-Qa’ida merupakan kegagalan dan bahwa untuk memenangkan perang secara efektif diperlukan suatu tindakan dari dalam negeri Pakistan. Karena itulah maka dibuat-buat alasan untuk melakukan perang di dalam negeri Pakistan; serangan pada target AS manapun sejak sekarang yang dilacak berasal dari FATA akan memberikan AS tindakan awal untuk melakukan serangan balasan berskala besar di dalam negeri Pakistan. Memang Penasehat Keamanan Dalam Negeri Presiden Bush, Frances Townsend, mengatakan setelah diterbitkannya NIE bahwa Amerika akan bersedia mengirimkan tentaranya ke dalam wilayah Pakistan untuk mengalahkan Al-Qa’ida ke akar-akarnya, dengan memberikan catatan bahwa “tidak ada pilihan yang tidak mungkin jika hal itu memang diperlukan”
Amerika telah lama gatal untuk masuk ke dalam Pakistan, pertama dengan menggunakan pesawat Predator yang digerakkan dengan remote control untuk menyerang target-target di dalam Pakistan yang dilakukan hampir setiap hari. Kedua, AS telah mengeluarkan $10 juta dolar untuk membangun militer Pakistan sejak tahun 2001 dan khususnya dalam membuat Korp Perbatasan Pakistan menjadi unit tempur bagi militer AS. Untuk memastikan bahwa Washington mengeluarkan uang yang lebih bernilai, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri, Senator Joe Biden berusaha untuk meloloskan perundang-undangan di Kongress untuk mengkaitkan bantuan keamanan di masa depan dengan prestasi yang dibuat. Ketiga, dengan mempromosikan Jendral Petraeus dari seorang yang memimpin serangan atas Irak menjadi seorang pemimpin Komando Pusat (Centcom) yang baru, yang jelas menunjukkan bahwa Irak telah tunduk di bawah Pakistan dalam pandangan Washington. Keempat, dengan melanjutkan kritik yang bertubi-tubi di dalam Capitol Hill, oleh para pejabat Afghan dan para pemikir Barat atas kegagalan untuk memberantas para pemberontak pelintas batas yang mempersiapkan serangan di Pakistan. Memang menghilangkan markas-markas perlindungan adalah satu dari beberapa rekomendasi RAND Corporation dalam sebuah laporan yang berjudul “Counterinsurgency in Afghanistan” (yang didanai oleh Departemen Pertahanan AS). Laporan itu tidak terbatas pada kritik atas FATA melainkan negara-negara dimana para pemberontak juga mencari perlindungan di Propinsi Perbatasan Barat Daya (NWFP) maupun propinsi Baluchistan, jadi memperluas wilayah pembalasan di masa datang. Akhirnya, menurut laporan New York Times di bulan Juni, para pejabat tinggi di pemerintahan Bush membuat draft rencana rahasia tahun 2007 yang akan memudahkan Pasukan Khusus Amerika untuk beroperasi dari dalam wilayah Pakistan, tapi wilayah pertempuran dan sumber daya yang dibutuhkan untuk Irak menunda usaha itu. Namun pada saat ini, sejak tentara dikurangi dari Irak, tampaknya peningkatan program-program semacam itu menjadi tidak terhindarkan.
Amerika telah gatal untuk melakukan tindakan di Pakistan.
Jadi, mengapa Pakistan begitu penting?
Wakil Asisten Kepala Sekretaris Menteri Pertahanan untuk Keamanan Asia Pasifik memberikan alasan-alasan berikut dalam kesaksiannya pada Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS tanggal 25 Juni 2008:
Pertama, Pakistan adalah negara dengan penduduk muslim terbesar kedua, negara keenam terpadat di dunia, dan terletak pada perlintasan geopolitik Asia Selatan dan Asia Tengah.
Keua, Pakistan memiliki senjata-senjata nuklir dan telah berperang tiga kali dengan menggunakan senjata konvensional dengan negara tetangganya yang juga memiliki senjata nuklir, India.
Ketiga, Pakistan memiliki kelompok menengah yang besar dan tumbuh, yang berjuang untuk demokrasi.
Keempat, elemen-elemen ekstrimisme dan terrorisme masih terdapat di dalam negeri Pakistan.
Kelima, bantuan sepenuh hati dari masyarakat Pakistan dan pemerintahnya akan membantu Amerika Serikat untuk dapat mencapai tujuan-tujuan keamanannya di Afghanistan.
Keenam, dan yang paling penting, kaum militan dan teroris di dalam wilayah perbatasan Pakistan merupakan suatu ancaman langsung bagi keamanan dalam negeri Amerika Serikat.
Mantan Menlu AS Henry Kissinger dalam sebuah artikel yang diterbitkan Washington Post pada bulan Maret mendefinisikan tujuan-tujuan Amerika di Pakistan sebagai “melakukan kontrol atas senjata-senjata nuklir, kerjasama pemberantasan terorisme dan perlawanan terhadap Islam radikal” dan meyakini Pakistan dapat berubah menjadi “faktor yang tidak bisa diprediksi dari diplomasi internasional.” Hal ini disuarakan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Turki Jendral Yaşar Büyükanıt yang berbicara pada bulan Maret pada sebuah konperendi internasional di Ankara dengan memperingatkan bahwa kesulitan-kesulitan politik yang dihadapi Pakistan akan memberi jalan bagi Taliban untuk mengambil kekuasaan atas negeri itu beserta senjata nuklirnya.
Amerika mengkhawatirkan Pakistan, karena negara itu mengandung berbagai elemen kunci Islam, senjata nuklir dan masyarakat yang tidak sabar akan perubahan dan yang tidak mempercayai Amerika. Survey yang konsisten menunjukkan bahwa tingkat persetujuan terhadap kehadiran Amerika adalah kurang dari 20% di Pakistan dan bahwa masyarakat Pakistan yang menginginkan hukum Islam tidaklah seimbang dengan keinginan atas ekstremisme yang penuh kekerasan. Keinginan bagi pemerintahan Islam yang bersekutu dengan unsur-unsur di atas dengan jelas menggambarkan kenapa Pakistan telah menjadi sasaran utama dari layar radar Washington dan kenapa Ketua Staff Gabungan Admiral Mike Mullen hingga saat ini melakukan empat kali kunjungan ke Pakistan sejak Februari.
Bagaimana dengan perang di Afghanistan, bagaimana hal ini bisa dengan pas dengan rencana bagi Pakistan?
Tentu saja, Afghanistan memiliki beberapa nilai bagi AS tapi kampanye seperti yang diakui oleh Kristol akan terus dilakukan dengan mengurangi prioritas. Tujuan AS di Afghanistan tidak pernah untuk mengalahkan Taliban atau memperluas kekuasaanya ke seluruh negara. Memang, jika ini merupakan tujuan, AS seharusnya telah mengirimkan lebih banyak tentara lagi. Sebagai perbandiingan, Uni Sovyet memiliki tentara sebanyak 300,000 orang pada tahun 1980an dan saat menduduki kota-kota, mereka tidak pernah menaklukkan wilayah pinggiran. Kehadiran AS dan NATO pada angka sekitar 65,000 orang adalah hal yang cukup menggelikan ketika harus menghadapi penduduk yang berjumlah 31 juta jiwa. Serangan AS di Afghanistan adalah lebih pada serangan berbasis darat yang dikombinasikan dengan Pasukan Khusus dan operasi intelejen CIA yang didukung oleh serangan udara dan sejumlah kekuatan darat. Misi yang dilakukan pada tahun 2001 adalah untuk mengkoordinasikan pertempuran bersama pasukan sekutu di dalam Aliansi Utara dan diantara kaum minoritas lain dan diantara elemen-elemen anti-Taliban yang tidak puas. Secara geo-strategis, Afghanistan memiliki keterbatasan nilai bagi AS, selain untuk memastikan bahwa tidak ada pihak lain yang akan mengkontrolnya. Hal ini bisa menjelaskan mengapa prioritas yang diberikan pada Afghanistan akan selalu kurang jika dibandingkan dengan prioritas pada Irak dan tentu saja lebih rendah dari Pakistan. Hal ini juga menjelaskan kenapa Afghanistan selalu berada dalam keadaan yang berantakan.
Menurut Afghanistan Human Development Report 2007, Afghanistan masih jauh tertinggal dibelakang negara-negara tetangganya yakni pada ranking ke 174 dari 178 negara pada HDI global (sebuah indikator komposit yang mengukur tingkat pendidikan, panjangnya usia, dan prestasi ekonomi). 6.6 juta penduduk Afghan tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan minimum. Pada tahun 2006 kita menyaksikan meningkatnya serangan secara signifikan dan meningkatnya panen di wilayah yang ditanami opium sebanyak 59%, hingga membuat negara itu sebagai negara dengan produksi opium illegal terbesar di dunia (90% dari produksi global). Rendahnya tingkat melek huruf dan kurangnya akses untuk air minum yang bersih, makanan, dan sanitasi turut memberikan kontribusi bagi masih relatif tingginya tingkat kematian anak. Dengan rasio tingkat kematian kaum ibu yang diperkirakan sebesar 1600 kematian per 100,000 bayi yang hidup, Afghanistan masih merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian kaum ibu yang tertinggi di dunia.
Bagaimana seharusnya respon kaum Muslim di wilayah itu? Mereka paling sedikit harus melakukan tiga hal:
A. Pakistan harus menyadari apa yang sedang dilakukan oleh Amerika. Tidak perlu kepintaran akan hubungan internasional untuk bisa menyimpulkan bahwa Amerika sedang melakukan hal seperti yang sudah dilakukannya di Irak, yakni mengurangi kemampuan militernya dan memecah belah negara itu dalam entitas yang terpisah. Angkatan bersenjata yang secara efektif mengkontrol Pakistan bukanlah bodoh; mereka memahami dinamika politik yang sedang berlangsung. Jendral Bintang Empat Tariq Majeed, Ketua Komite Staf Gabungan mengatakan pada konperensi internasional baru-baru ini di Singapura bahwa serangan rudal yang melintasi perbatasan yang mengenai wilayah Pakistan yang dikuasai suku-suku, telah menewaskan penduduk sipil dan memberikan persepsi umum bahwa operasi-operasi militer AS di wilayah itu adalah “anti-Islam.” Mereka memahami bahwa ketika AS berbicara mengenai reformasi Korps Perbatasan (Frontier Corps), ini adalah untuk memastikan bahwa mereka berperang lebih efektif bagi AS, bukan bagi Pakistan. Mereka juga memahami bahwa sementara AS punya hubungan taktis dengan Pakistan, negara itu juga membina hubungan strategis dengan India bahkan sampai pada tingkat menawarkan bantuan nuklir yang baru bagi keperluan sipil. Bantuan sebesar $10 juta yang telah diberikan AS pada Pakistan sejak tahun 2001 tidak ada artinya, jika Pakistan pada akhirnya terpecah belah menjadi banyak pecahan-pecahan kecil. Dengan Propinsi Perbatasan Barat Daya (NWFP), Balouhistan dan Karachi berjalan tertatih-tatih, sementara AS punya kesempatan satu generasi untuk menjadikan dan mem-balkanisasi Pakistan menjadi wilayah neraka.
B. Jalur suplai ke Afghanistan bagi AS adalah bisa melalui wilayah pegunungan Asia Tengah atau melalui pelabuhan di Karachi. Tanpa Pakistan, logistik, aliran suplai, bahan bakar dan segala perangkat keras militer lainnya akan segera menghentikan serangan ke Afghanistan. Tidak ada kepentingan strategis bagi Pakistan untuk melanjutkan dukungan bagi Perang yang dilakukan Amerika di Afghanistan.
Pertama, Amerika akan membiarkan 65,000 tentara NATO dan AS untuk secara permanen menduduki sebuah negara Muslim sehingga menciptakan pemerintah anti Pakistani di Kabul.
Kedua, alih-alih memperoleh perbatasan barat yang aman, Pakistan harus punya 100,000 pasukan permanen untuk mendukung usaha Amerika sambil mengambil sumber daya alam yang bernilai di perbatasan bagian barat yang lebih rentan serangan karena berbatasan dengan India.
Ketiga, Pakistan harus menghadapi misinformasi, untuk memerangi tidak hanya penduduk sipil di NWFP dan FATA, tapi juga memerangi kaum muslim di seberang perbatasan.
Terakhir, masyarakat Pakistan dan Afghanistan harus menyadari bahwa bukan kediktatoran brutal maupun demokrasi sekuler yang bisa bertahan di Dunia Islam. Seperti yang telah disaksikan sejak Februari, kelas politik di Pakistan tidak punya solusi yang berkaitan dengan harga bahan bakar yang tinggi, harga makanan yang tinggi dan buruknya kondisi ekonomi. Presiden Afghan juga telah mengepalai sebuah negara dimana setelah hampir 7 tahun, kelaparan, korupsi, kekurangan listrik dan pembunuhan penduduk sipil adalah seperti semboyan bagi Afghanistan masa kini.
Hanya sistim Khilafah yang telah teruji dan dipercayalah yang dapat berlangsung di Dunia Islam. Usaha-usaha yang sama untuk menegakkan kembali Khilafah pada saat ini menjadi sebuah tuntutan yang mendesak dan sedang mendapatkan momentumnya. Menurut sebuah polling opini yang dilakukan oleh University of Maryland, 74% orang Pakistan mendukung didirikannya sebuah Khilafah Islam yang satu bagi Dunia Islam, dimana pendirian entitas seperti itu bukanlah sebuah pertanyaan lagi, melainkan adalah kapan.
Memang problem-problem utama di Afghanistan dan Pakistan bukanlah sumber-sumber ekonomi melainkan pada kemauan politik. Afghanistan dan Pakistan bukanlah ‘negara-negara yang gagal.’ Sayangnya, bagi masyarakat Afghanistan telah menjadi sasaran serangan oleh kekuatan-kekuatan asing selama 25 tahun terakhir dan ini masih menjadi masalah mereka. Bagi rakyat Pakistan, mereka telah menyaksikan selama lebih dari 60 tahun-tahun kegagalan politik dengan apa yang dinamakan sebagai “kemerdekaan” hanyalah sebuah permainan kata.
Namun dunia sedang memasuki paradigma yang baru dalam hubungan internasional. The Fed di Washington tidak akan disebut lagi pemecah masalah. Dollar tidak lagi merajalela. Militer Amerika bukan lagi yang tidak terkalahkan. Apa yang dianggap sebagai kebenaran yang terbukti dengan sendirinya di Philadelphia pada lebih dua abad yang lalu sekarang telah meruntuhkan Wall Street dan gelombang tsunami ekonomi terjadi di seluruh dunia.
Banyak yang menyebut Khilafah sebagai suatu mimpi yang utopis, namun sekarang mereka yang berkata demikian menjadi ragu-ragu. Sebuah laporan intelejen Pemerintah AS oleh Dewan Intelejen Nasional (National Intelligence Council) pada tahun 2004 menyebut dalam “Mapping the Global Future” bahwa salah satu skenario masa depan adalah munculnya Khilafah sebagai kekuatan lintas negara yang baru. Thomas Ricks seorang koresponden senior pada the Washington Post di Pentagon pada bukunya yang berjudul “Fiasco” mengatakan bahwa ada contoh bagi timbulnya suatu negara yang menyatukan Dunia Islam di zaman modern, yakni seseorang Saladin yang dapat menyatukan wilayah muslim dengan mengkombinasikannya dengan dukungan cadangan minyak bumi yang besar. Sebuah ‘Skenario Mimpi Buruk” yang nyata bagi dunia barat sebagaimana yang pernah digambarkan oleh Richard Nixon pada bukunya tahun 1999.
Jadi, kaum Muslim menghadapi pilihan strategis antara mendukung koalisi pimpinan Amerika atau secara politik bersatu di bawah bendera Islam. Sementara yang pertama memastikan adanya pengabaian nasional dan berlanjutnya balkanisasi, yang kedua dapat memastikan tumbuh suburnya Kaum Muslim dan mampu menghadapi tantangan-tantangan abad ke 21. (www.hizb.org.uk)
Subhanallah..Subhanallah..Allah Akbar..Allah Akbar..Dengan izin Allah akan kita tegakkan Daulah Khilafah Rosyidah dinegeri ini saudara setelah Pemilu 2009!!! Tapi sebelumnya negeri ini akan menjadi ladang jihad dulu karena kita didatangi negara2 kafir bumi.Subhanallah dengan pertolongan Allah kitalah pihak yang menang,setelah itu dengan izin Allah kita tegakkan Khilafah dan ganti kita yang memerangi mereka.Siapkan diri kita!!!Karena kitalah manusia2 pilihan Tuhan diakhir zaman ini yang telah dijanjikan kedatangannya dengan membawa bendera Nabi orang Arab,yach Bendera Hitam dari arah timur sini;untuk memuliakan agama ini,membebaskan umat ini dan memusnahkan musuh2 kita.By ARI AL MAHDI/SATRIA PININGIT
masa
depan
benar2
di
tangan
umat
Islam///
Amerika Biadab…………..!