HTI-Press. Bentrokan terbaru antara gerilyawan Islam dan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika pecah kembali di ibukota Somalia Mogadishu, kata laporan-laporan di sini Rabu.
BBC melaporkan bahwa gerilyawan menyerang pasukan pemelihara perdamaian Uni Afrika, yang kemudian membalas dengan serangan tank dan artileri, pada Selasa malam, seperti diwartakan DPA.
Beberapa tembakan pasukan pemelihara perdamaian mendarat di perumahan-perumahan penduduk, menewaskan sedikitnya 10 warga sipil, kata para saksimata kepada BBC.
Tidak ada laporan bahwa dari pihak Uni Afrika ada yang menjadi korban.
Bentrokan sengit itu telah berlangsung sejak para gerilyawan mengebom bandara Mogadishu pada Jum`at lalu, pada saat satu pesawat Uni Afrika menantang larangan penerbangan.
Tidak ada pesawat yang mendarat di bandara itu sejak Selasa, setelah gerilyawan kelompok al-Shabaab mengatakan bahwa pihaknya akan menghancurkan pesawat apapun yang berusaha mendarat di bandara tersebut.
Bentrokan di sekitar bandara dan di pasar Bakara yang sangat padat, dipandang sebagai wilayah pertahanan gerilyawan Islam, yang sejak itu mengklaim telah menewaskan lebih dari 30 orang.
Ribuan orang dilaporkan meninggalkan Mogadishu untuk menghindari pertempuran – yang merupakan aksi kekerasan terburuk dan terjadi terus-menerus selama berbulan-bulan.
Organisasi Hak Asasi Manusia dan Perdamaian Elman yang berpusat di Mogadishu dalam pekan ini mengatakan, bahwa sejumlah 9.474 warga sipil telah tewas dalam pemberontakan sejak awal 2007.
Ratusan ribu lainnya telah melarikan diri dan tinggal di kamp-kamp buatan di luar Mogadishu atau di kompleks pengungsi Dadaab di timur tetangganya, Kenya.
Hampir tiap hari terjadi pertempuran di negara Tanduk Afrika itu sejak pasukan Ethiopia menyerang pada 2006 untuk menendang rezim Islam dan membentuk pemerintah federal transisi yang didukung banyak kekuatan.
Pemerintah dan tokoh-tokoh oposisi moderat telah menandatangani perjanjian perdamaian, dengan rincian teknik gencatan senjata yang masih diupayakan, namun al-Shabaab telah menolak kesepakatan itu.
Pasukan Ethiopia harus meninggalkan negara tersebut sebelum perdamaian bisa dirundingkan, kata al-Shabaab.
Negara Tanduk Afrika telah dilanda kekacauan dan perang sipil berdasar kekelompokan sejak diktator Mohamed Siad Barre ditumbangkan pada 1991.***