HTI-Press. Terjadinya kematian dan keracunan massal akibat minuman keras mengindikasikan gagalnya pelaksanaan Perda No. 15 Tahun 2006 tentang Pelarangan Minuman Keras Beralkohol di Kabupaten Indramayu. Terkait hal itu, DPRD setempat menyikapi secara serius tragedi “miras maut” tersebut.
Ketua Komisi A DPRD Indramayu H. Syarif Kaslam kepada wartawan, Senin (6/10), menyebutkan untuk pelaksanaan Perda Miras, telah dialokasikan anggaran mencapai Rp 400 juta per tahun. Dana sebanyak itu digunakan untuk mendukung pembiayaan kegiatan razia terhadap para pedagang miras. Namun, kenyataannya miras masih ada yang menjajakan hingga pelaksanaan perda dinilai gagal.
Kegagalan Perda Miras tersebut, masih menurut Syarif, salah satunya adanya persekongkolan antara pedagang dengan produsen atau distributor miras.
“Sudah menjadi rahasia umum, pedagang yang mirasnya dirazia dan dimusnahkan selalu memperoleh gantinya dari pihak pabrik maupun distributor. Akibatnya penyitaan dan pemusnahan miras tidak memberi efek jera,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Indramayu, Drs. H. Tugyono menyayangkan tragedi “miras maut” yang terjadi berulang, setelah insiden yang terjadi pada bulan Ramadan dan kembali terulang pada saat Hari Raya Idul Fitri, dengan jumlah korban jauh lebih banyak. Ia menyatakan, bukan hanya malu, tetapi harusnya soal peredaran miras di Indramayu saat ini ditetapkan sebagai situasi emergency yang mengharuskan adanya tindakan cepat.
“Sebab, bila tidak ada langkah-langkah cepat bukan tidak mungkin kasusnya kembali terulang dan kembali jatuh banyak korban jiwa,” ujarnya.
Tugyono, yang juga dan terlibat dalam pembahasan Perda Pelarangan Minuman Beralkohol, mengakui bahwa gagasan Bupati Indramayu H. Irianto M.S. Syafiuddin untuk membebaskan wilayahnya dari peredaran miras sangat brilian.
Oleh karena itu, kata dia, di tingkat pembahasan hingga ditetapkannya sebagai perda mendapatkan dukungan dari legislatif. “Bahkan, bisa dikatakan bahwa Indramayu merupakan pionir dalam hal penerbitan Perda Minuman Beralkohol,” kata Tugyono.
Akan tetapi, kebanggaan itu luluh lantak ketika mendapati kenyataan bahwa Indramayu bukannya benar-benar telah terbebas dari peredaran miras seiring penerbitan perda, melainkan banyak yang mati sia-sia akibat miras beralkohol.
Anggota Komisi A DPRD Indramayu itu secara tegas mengatakan, sehubungan tragedi “miras maut” yang terjadi berturut-turut, harus diakui soal adanya mekanisme yang tidak jalan dalam mengawal dan usaha penegakan perda.***