Utang Luar Negeri Bertambah Rp21,9 Triliun

HTI-Press. JAKARTA–MI: Ketatnya likuiditas global menyebabkan pemerintah menurunkan target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) netto pada 2009 sebesar Rp48,8 triliun atau hampir separuh dari target kesepakatan Panitia Anggaran sebesar Rp103,5 triliun.

Penerbitan SBN pada 2009 turun drastis menjadi Rp54,7 triliun. Pemangkasan dilakukan karena ketersediaan dana di pasar sangat terbatas yang telah menyebabkan imbal hasil yang lebih tinggi bagi penerbitan SBN.

“Dengan krisis global yang terjadi saat ini, permintaan terhadap SBN 2009 akan lebih rendah Rp48,8 triliun dari target semula akibat penurunan minat investor,” kata Menteri Keuangan atau Menko Perekonomian Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Panitia Anggaran DPR RI, di Jakarta, Senin (13/10).

Menkeu menjelaskan, penurunan minat investor terutama karena turunnya minat investor dari AS dan Eropa yang selama ini menjadi pembeli terbesar global bond Indonesia, yakni sebesar 65%. Investor asing yang membeli SUN rupiah akan mengurangi pembeliannya. Selain itu, perbankan nasional akan membutuhkan likuiditas untuk memberikan kredit.

Karena itu, jika pemerintah tetap memaksakan penerbitan SBN pada 2009, hal itu sudah barang tentu akan menyebabkan beban biaya utang yang lebih tinggi dan akan menyebabkan ruang fiskal pemerintah semakin terbatas, terutama dalam hal pendanaan proyek-proyek pembangunan. Semakin mahal dan semakin sulitnya pembiayaan SBN adalah dengan menurunkan defisit anggaran 2009 dari 1,7% (Rp91,8 triliun)menjadi 1,3% (Rp71,3 triliun).

Untuk menambal defisit, pemerintah akan menambah pembiayaan utang luar negeri netto dari lembaga multilateral dan bilateral yang bertambah Rp19,6 triliun.

Penarikan pinjaman luar negeri bruto naik dari Rp49,5 triliun menjadi Rp71,4 triliun. Sedangkan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri naik dari Rp60 triliun menjadi Rp62,3 triliun.

Penarikan pinjaman luar negeri bruto terdiri dari pinjaman program yang naik dari Rp23,8 triliun menjadi Rp45,7 triliun. Utang luar negeri bruto naik sebesar Rp21,9 triliun pada 2009. Sementara pinjaman proyek tetap sebesar Rp25,7 triliun sesuai dengan kesepakatan Panitia Anggaran.

Kepala�Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu menyatakan, pinjaman program yang naik menjadi Rp45,7 triliun berasal dari Bank Dunia, ADB dan JBIC. Pinjaman program yang bertambah Rp21,9 triliun terdiri dari dua komponennya. Pertama, pinjaman program reguler berupa Infrastructure Development Policy Loan (IDPL), Development Policy Loan (DPL) dan climate change sekitar Rp2 triliun. Kedua, pinjaman dari konsorsium berupa credit line yang jumlahnya sekitar US$5-6 miliar untuk dua tahun. ”Tapi itu untuk keadaan tertentu saja. Kita masukkan kalau keadaan siaga,” jelas Anggito.

Pasalnya, menambah pinjaman luar negeri saat ini sangat beresiko. Karena adanya resiko valuta asing mengingat saat ini nilai tukar Rupiah terus melemah mendekati Rp10 ribu. Resiko lain adalah risiko policy matrix yang mengharuskan berbagai persyaratan sebelum menarik utang.

Kendati demikian, menurut Anggito, pemerintah lebih memilih utang luar negeri dibandingkan dengan penerbitan SUN karena biaya penarikan utang luar negeri lebih murah daripada pembiayaan SBN/pasar.

”Kalau pembiayaan dari market memang tidak ada risiko itu, tapi kan risikonya imbal hasil yang tinggi. Sekarang SUN bertenor 10 tahun, suku bunga utangnya sudah 15,4%. Jangan lupa, pasar sekarang bukan hanya mahal, tapi tidak ada uangnya. Kita melakukan road show, orang tidak mau karena likuiditas tidak ada, mereka enggak punya duit. Duitnya buat nombokin kerugian subprime di AS,” katanya.

Selain dari utang, defisit juga ditutupi dari Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) 2008 sebesar Rp3,2 triliun. Kemudian dari Rekening Dana Investasi Rp3 triliun yang tidak jadi ditarik tahun ini dan akan digunakan tahun depan karena pressure pembiayaan yang besar. ”Penerbitan sukuk kepada investor institusi dan multilateral juga kita lakukan karena peminat dari penerbitan sukuk masih cukup besar,” tambah Menkeu. (Ray/OL-03)

Media Indonesia, 13/10/08

Artikel terkait:

2 comments

  1. selain masyarakatnya banyak pecandu narkoba, negeri ini dan pemerintahannya ternyata juga pecandu utang ya… tugas kite-kite nih sebagai khairu ummah untuk menyelamatkan manusia dari segala intervensi dan ketergantungan terhadap asing…

  2. akan terus bertambah kalo sistem kapitalis yang dipakai dan orang-orang tdk punya perasaan dan pikiran yang masih mengatur negeri ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*