HTI-Press. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kota Banjarmasin mengkritisi Rancangan Undang-Undang Pornografi yang hingga saat ini masih belum ada kejelasannya.
Melalui dialog dengan 15 orang anggota DPRD Kota Banjarmasin yang berasal dari 8 fraksi yang ada di dewan kota Banjarmasin termasuk ketua DPRD Kota Banjarmasin, Senin (13/10/08) di Ruang Rapat Gedung DPRD Kota Banjarmasin provinsi Kalimantan Selatan. Sejumlah perwakilan HTI mengemukakan saran dan pendapat terhadap RUU pornografi tersebut.
HTI merasa perlu mengkritisi terhadap adanya perubahan draft aturan UU Pornografi, salah satunya perubahan kata “anti” dan pornoaksi” yang dihilangkan dari rancangan semula yang dianggap melegalkan pornografi di Indonesia. Beberapa poin mengemuka bahwa adanya penghilangan kata “anti” mengesankan yang diinginkan RUU ini hanyalah mengatur pornografi. Bukan memberantasnya.
“Ini sama saja hanya sebagai meninflimentasi rancangan semula menjadi regulasi, artinya sama saja melegalkan pornografi di Indonesia,” kata Arfianuddin JP, pengurus DPD II HTI kota Banjarmasin.
Demikian juga paparnya, dengan batasan-batasan pornografi dan pornoaksi dalam Undang-Undang yang masih perlu disempurnakan dan tidak jelas. Dalam pengertiannya RUU pornografi itu, masih sangat sempit dan sedikit sehingga memberikan peluang lolosnya banyak materi pornografi di masyarakat.
Menurutnya, materi seksualitas dalam pengertian pornografi hanya mencakup “pertunjukan” di muka umum, namun pengertian tersebut masih sangat sempit karena hanya “pertunjukan saja”.
“Padahal akan banyak cakupan perbuatan dan tindakan pornoaksi yang semestinya dapat dijerat dari RUU ini, sempitnya cakupan ini akan berakibat banyak perbuatan pornoaksi yang lolos dari RUU ini,” tegasnya lagi.
Sehingga, paparnya lagi, sepertinya secara eksplisit yang dilarang oleh RUU inihanyalah bersifat bentuk ketelanjangan, ekploitasi seksual, persenggamaan, atau yang yang bermuatan pornografi lainnya.
Sementara untuk aksi porno lainnya seperti goyangan erotis, tarian, pakaian minim, berpelukan, antara laki-laki dan perempuan, berciuman tidak dikategorikan sebagai pornografi yang dilarang.
“Padahal perbuatan tersebut sudah termasuk melanggar kultur budaya kita yang semestinya juga harus dihargai”, tegasnya.
Menanggapi hal tersebut,berbagai tanggapan dilontarkan anggota dewan kota, baik yang menyetujui akan kritik yang disampaikan oleh Hizbut Tahrir maupun yang menolak kritikan tersebut.
Seperti anggota komisi II Muchdari yang menyetujui agar kejelasan suatu batasan RUU pornografi ini dipertegas. Namun, ketegasan itu masih perlu dipertimbangkan dengan kondisi negara Indonesia yang memiliki berbagai suku dan kepercayaan(agama).
Bahkan dalam forum tersebut, sempat terungkap bahwa ternyata pada saat RUU ini disampaikan ke seluruh anggota DPRD Kota, ternyata bagi mereka belum mengkaji lebih dalam (analisa mendalam) berkenaan dengan RUU Pornografi tersebut.
Dalam kesempatan itu disamping menyampaikan kritik, HTI juga mengharapkan adanya ketegasan sikap dari DPRD Kota Banjarmasin berkenaan dengan adanya RUU Pornografi ini, mengingat Kalimantan Selatan merupakan salah satu tempat percontohan yang ditunjuk oleh Panja RUU Pornografi disamping Provinsi Selawesi Selatan, Ternate, dan Jakarta.
Sehingga ketegasan sikap bagi aparat pemerintah daerah Kalimantan Selatan, berikut wakil rakyat di DPRD kota dan Provinsi ini untuk menolak adanya Pornografi dan Pornoaksi melalui sebuah perangkat undang Undang, akan sangat berarti (menjadi barometer ) bagi produk Undang Undang yang nantinya akan dilahirkan. Apakah telah benar-benar memenuhi aspirasi masyarakat yang mayoritas berharap agar penguasa di negeri ini benar-benar serius dalam memberantas Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia. (alkaff/hti-banjarmasin)
Foto:
setujuuuuuuuu…….
salut hti banjarmasin…..
terus berjuang demi tegaknya kebenaran
mari kita songsong bangkitnya islam
allah hu akbar !