Mengenalkan Allah dan Rasul pada Anak
Oleh: Dedeh Wahidah Achmad (Ibu dan Pengatur Rumah Tangga, Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia)
HTI-Press. Anak adalah aset terbesar bagi orangtua, bahkan umatnya. Bagi orangtua, anak-anak adalah buah hati di dunia, bahkan di akhirat. Karenanya, setiap orangtua senantiasa berupaya dan memanjatkan doa ke hadirat Allah Yang Mahasayang agar anak-anak mereka menjadi shalih/shalihah. Adapun bagi umat, anak-anak adalah penerus generasi untuk menerapkan, membela, dan memperjuangkan Islam.
Tulisan ini memaparkan teknis praktis bagaimana agar anak sejak usia dini mengenal Allah dan Rasul-Nya.
Apa yang Dikenalkan?
Persoalan utama yang harus dicamkan adalah anak harus mengenal Allah Swt. dan Rasulullah sebagai apa? Pertanyaan ini penting dijawab agar upaya pengenalan anak kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi fokus.
Tentu, secara syar‘i anak harus mengenal: (1) Allah Swt. sebagai Penciptanya; (2) Allah sebagai Tempat kembalinya; (3) Allah sebagai Zat Yang akan menghisabnya; (4) Sifat-sifat Allah Swt.
Adapun berkaitan dengan Rasulullah saw., anak harus mengenal: (1) Rasulullah saw. sebagai manusia pilihan; (2) Rasulullah saw. sebagai manusia yang membawa wahyu-Nya; (3) Sifat-sifat dan perikehidupan Rasulullah saw.; (4) Perjuangan dan pengorbanan Rasulullah saw. untuk Islam dan umatnya; (5) Rasulullah saw. sebagai suri teladan bagi manusia.
Pertanyaan yang penting diajukan adalah: selama ini anak-anak kita lebih mengenal siapa? Apakah mereka telah mengenal Allah, Rasul, dan al-Quran? Ataukah mereka lebih mengenal Dora the Explorer, Sponge Bob, artis cilik, sinetron Bajaj Bajuri, Mr. Bean? Alangkah rugi orangtua yang tidak berupaya untuk mengenalkan mereka kepada Allah, Zat Yang Mahaperkasa dan Rasulullah sebagai manusia utama.
Landasan
Pengenalan anak-anak kepada Allah dan Rasulullah ditujukan untuk menghunjamkan rasa cinta mereka kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Tidak cukup jika mereka sekadar mengenal nama atau cerita semata. Menanamkan cinta hanya bisa dilakukan dengan cinta pula. Karena itu, landasan pertama adalah cinta kepada anak. Ketika orangtua hendak mendarahdagingkan kecintaan kepada Allah dan Rasul dalam setiap aliran darah anak-anaknya, maka ia harus terlebih dulu menanamkan rasa cinta dalam jiwanya kepada anak-anak mereka. Cermin dari kecintaan ini adalah: (1) Tertanam dalam jiwa bahwa anak-anak itu adalah buah hatinya; (2) Setiap berbicara dengan anak, tataplah matanya dengan cinta, dan bicaralah dengan penuh rasa cinta; (3) Niatkan bahwa apa yang disampaikan kepada anaknya adalah sebagai hadiah baik sekaligus tanda kasih sayangnya kepada mereka. Gagal memiliki kecintaan dalam mengenalkan anak kepada Allah Swt. dan Rasulullah merupakan tanda utama kegagalannya.
Pada sisi lain, setiap ucapan atau perilaku yang ditujukan untuk mengenalkan anak kepada al-Khaliq dan Rasulullah haruslah mengandung ’ruh’. Artinya, ucapan dan perilaku kita sebagai orangtua pun harus lahir dari rasa cinta kita kepada Allah Swt. Mungkinkah seseorang yang tidak mengenal Allah dan Rasul dapat mengenalkan anak-anaknya kepada Zat Yang Mahaperkasa dan Rasul pilihan tersebut? Mungkinkah orang yang hampa dari kecintaan kepada keduanya dapat menghunjamkan kecintaan kepada anak-anaknya? Mungkinkah orang yang mengenal Allah dan Rasul secara biasa-biasa saja dapat melahirkan generasi yang kecintaan kepada keduanya luar biasa? Ammar bin Yasir sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya karena ayah-ibunya, Yasir dan Sumayyah, adalah para pecinta Allah dan Rasul. Begitu juga, Abdullah bin Zubair; ia dibina oleh orangtuanya Asma binti Abu Bakar dan Zubair al-Awwam.
Landasan kedua adalah didik anak dengan cinta.
Ketiga, mendidik anak harus secara sengaja dan terprogram. Mendidik anak dengan seadanya apalagi asal jalan merupakan bentuk ketidaksungguhan. Nabi saw. pernah mengibaratkan bahwa mendidik anak di waktu kecil laksana mengukir di atas batu. Artinya, cukup sulit, perlu energi besar, dan kesabaran. Namun, jika berhasil, buahnya tak akan pernah hilang.
Langkah Praktis
Anak-anak memiliki dunianya sendiri. Karenanya, perlu banyak contoh nyata yang langsung dialaminya dalam mengenalkan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Di antara langkah praktis yang dapat ditempuh antara lain:
1. Formal.
Pendidikan anak secara formal berarti pendidikan di ruang kelas. Ruang kelas dimaksud bukan hanya sekadar di sekolah, melainkan juga bisa masjid atau bahkan rumah. Bisa bersama-sama dengan orang lain atau khusus anak-anak kita sendiri. Misalnya, anak disekolahkan di sekolah yang pendidikan agamanya bagus, atau disuruh mengaji di masjid. Pada sisi lain, di rumah sejatinya dilakukan pendidikan rutin untuk anak-anak. Katakan saja, dibuat agenda kuliah subuh. Ketika ayah ada di rumah maka yang memberi kuliah subuh kepada anak-anak adalah ayahnya. Namun, ketika sang ayah keluar kota, maka ibulah yang menjadi ustadzahnya. Tidak perlu lama, 10–15 menit cukup. Saat azan subuh berkumandang, bangunkan anak-anak. Kalaupun mereka sulit bangun, munculkan kesabaran, bangunkan dengan penuh cinta. Setelah mereka shalat, kumpulkanlah semua anak-anak. Mungkin mereka sambil tiduran, tidak apa-apa. Jika di rumah ada komputer atau laptop, itu akan sangat membantu. Buat kebiasaan, saat membangunkan anak telah dimainkan musik instrumentalia yang lembut mengalun. Secara psikologis, anak akan merasa segar, pikiran jernih, biasanya mereka segera bangun. Materinya, dibuat variasi sesuai dengan tema mengenalkan anak kepada Allah dan Rasul di atas. Sampaikan satu ayat atau hadis yang berkaitan. Jelaskan contoh-contoh makna yang mereka alami di rumah, jalan, sekolah, dll. Perlu juga, sekali-kali kuliah subuh berupa nyanyi bersama. Ayah dan ibu mengarang lagu sederhana sesuai tema. Anak-anak disuruh berdiri dan diajari bernyanyi. Bisa juga mereka diajak menonton film perjuangan Rasul (Ar-Risâlah) secara berseri untuk beberapa hari. Ayah/ibu menjelaskan siapa Rasul dan perjuangannya.
2. Non-formal.
Secara non-formal, belikan anak-anak buku bertemakan Allah dan Rasulullah. Biarkan mereka terbiasa membaca buku-buku tersebut. Untuk lebih menanamkan ’ruh’ cinta mereka, ayah atau ibunya yang menceritakan atau membacakan isi buku tersebut pada saat santai. Bisa juga mengoleksi CD berisi doa atau cerita anak Islam, perjuangan Nabi, keindahan alam, dll.
Jika tidak ada sarana elektronik, ganti dengan bercerita tentang semua itu. Hal ini dapat dilakukan menjelang tidur. Seorang ayah atau ibu penting menjadi seorang pendongeng/pencerita hebat bagi anak-anaknya.
Jangan lupa, menanamkan anak mengenal Allah dan Rasul dapat dilakukan dengan mengajak mereka ke forum pengajian. Ajak sesekali mereka pada acara pengajian ayah atau ibunya. Meskipun mungkin mereka tidak mengerti, tanpa kita sadari mereka akan mendarahdagingkan sikap dan perjuangan ayah/ibunya untuk mencintai Allah Swt. dan Rasulullah saw.
3. Internalisasi.
Internalisasi yang dimaksud di sini adalah mengenalkan anak kepada Allah dan Rasulullah melalui sikap dalam kehidupan keseharian. Hampir semua kejadian dapat digunakan untuk mengenalkan tautan jiwa kita itu kepada Allah Swt. dan Rasulullah. Sebagai contoh, saat Isya pulang dari masjid terlihat ada bulan, kita bisa bertanya kepada mereka, siapa pencipta bulan? Lalu sambil berjalan kita menjelaskan kekuasaan Allah terkait dengan langit, bulan, dan bintang. Hal yang sama dapat dilakukan untuk pohon, bunga, pasir, laut, dll. Mungkin anak kita suka main boneka. Kita tanya, bagus bonekanya? Dia akan bilang, bagus. Setelah itu, jelaskan kehebatan Allah Swt. yang menciptakan adik bayi, bisa bergerak sendiri, kedap-kedip, nangis, dll. Karenanya, katakan kepadanya bahwa manusia harus tunduk kepada Zat Yang Mahahebat, yaitu Allah Swt. Barangkali kita sering kelihatan capai oleh anak-anak, salah satunya karena dakwah. Ketika itu datang berarti kesempatan untuk menjelaskan bahwa dakwah yang dilakukan ayah/ibu belum seberapa. Rasulullah saw. berjuang dengan harta, pikiran, tenaga, bahkan mengorbankan nyawa.
4. Doakan dengan cinta dan airmata.
Anak-anak kita memang lahir melalui kita, tetapi bukan milik kita. Sering orangtua menghendaki anaknya begini atau begitu, tetapi dirasa sulit mencapainya. Tidak perlu mengalah apalagi menyerah. Berusaha terus. Jangan lupa, ada senjata orangtua yang sangat utama: doa! Setiap kali usai shalat, doakanlah anak-anak kita agar mengenal dan mencintai Allah dan Rasul-Nya. Bayangkan wajah mereka satu persatu mulai dari yang terbesar. Doakan satu persatu sambil menyebut namanya. Mintalah kepada-Nya dengan penuh kesungguhan dan tetes airmata kecintaan. Akan bagus jika itu dilakukan juga di tengah malam saat para malaikat turun ke langit dunia, setelah shalat malam. Ya, Allah, jadikanlah anak-anak kami mengenal serta mencintai-Mu dan Rasul-Mu! []
Terimakasih untuk postingnya ini. Kalau memungkinkan tolong sering di update rubrik muslimah ini. Menampilkan artikel2 rubrik nisa’ al waie yg sudah pernah diterbitkan juga nggak apa-apa.
Tunjukkan bahwa Islam tidak hanya berbicara soal sektor domestik dapur-sumur-kasur tapi juga politik dan ekonomi.
Tapi sesekali syabab Hizbut Tahrir perlu juga menunjukkan bahwa HT tak hanya piawai berkonsep soal politik, ekonomi, pendidikan, pertahanan keamanan, kemasyarakatan, tetapi juga mampu menyelesaikan problem di tingkat keluarga.
Salam,
~fira, UK