Pengertian Pornografi dalam RUU Masih Belum Konkrit

HTI-Press. Mengacu pada draft UU Pornografi yang akan disahkan pekan depan, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar kesusilaan masyarakat.

Yang termasuk dalam cakupan pornografi menurut RUU ini adalah materi seksualitas yang mengandung unsur: (1) yang dapat membangkitkan hasrat seksual, dan/atau (2) melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam mayarakat.

Menurut Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir Indonesia pengertian ini masih belum konkrit sehingga bisa menimbulkan multiinterpretasi masing-masing orang. Misalnya pada unsur pertama, apa batasannya membangkitkan hasrat seksual itu? Siapa yang berhak menentukan bahwa suatu materi seksual itu dinilai telah membangkitkan hasrat seksual?

Demikian juga dengan unsur kedua, apa yang dijadikan sebagai standar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat? Masyarakat yang mana? Bukankah di Indonesia terdapat banyak suku dan budaya yang memiliki standar nilai kesusilaan yang berbeda-beda?

Dalam pasal-pasal berikutnya memang dijelaskan beberapa jenis materi pornografi yang dilarang. Namun sayangnya, materi pornografi yang dilarang itu sangat sempit dan sedikit sehingga memberikan peluang lolosnya banyak materi pornografi di masyarakat.

Di samping mencakup materi seksualitas yang dibuat manusia, pengertian pornografi dalam RUU ini juga mencakup ’pertunjukan di muka umum’. Tampaknya, pengertian tersebut berusaha mencakup wilayah ’pornoaksi’. Akan tetapi jangkauannya amat sempit. Karena yan disebutkan hanya ’pertunjukan’ saja. Berbagai tindakan yang termasuk dalam ’pornoaksi’, tidak bisa dijerat dalam RUU ini. Sempitnya cakupan pornoaksi ini tentu akan berakibat banyak perbuatan yang sebenarnya termasuk dalam pornoaksi lolos dari larangan undang-undang ini.

Demikianlah ketika standar UU yang sudah lama umat menghendaki adanya UU yang tegas terhadap pornografi dan pornoaksi diserahkan kepada standar manusia yang bersifat lemah dan terbatas. Padahal Allah Swt., Pencipta manusia Yang Mahatahu, telah menggariskan peraturan yang jelas terkait masalah ini.

Seperti yang disampaikan Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir Indonesia yang menegaskan bahwa Islam memiliki konsep yang jelas untuk mengubur maraknya pornografi dan pornoaksi tersebut.

Islam memang tidak secara jelas memberikan pengertian tentang pornografi. Namun, Islam memiliki konsep tentang aurat yang jelas dan baku. Aurat laki-laki, baik terhadap sesama laki-laki maupun terhadap wanita adalah antara pusar dan lutut. Sementara aurat wanita terhadap laki-laki asing (bukan suami dan mahramnya) adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Di samping itu, pakaian yang dikenakannya sudah ditentukan yakni: jilbab dan kerudung—adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Aurat tersebut wajib ditutup dan tidak boleh dilihat kecuali orang yang berhak, terlepas terlihatnya aurat itu dapat membangkitkan birahi atau tidak. Konsep ini jauh bermartabat daripada konsep mengenai pornografi.

Islam juga melarang beberapa tindak yang berkaitan dengan tata pergaulan pria dan wanita. Di antaranya Islam melarang tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), berciuman, berpelukan, bercampur-baur antara pria-wanita, berkhalwat dengan wanita bukan mahram, dan segala perbuatan yang dapat mengantarkan perzinaan. Konsep ini jauh bermartabat daripada konsep mengenai pornoaksi. (nl/tsa)

Berita terkait:

One comment

  1. pornoaksi dan pornografi memang perlu di hancurkan dari akar-akarnya, mulai dari system yang memunculkan ide ini sampai konstitusi yang melegalkan konsep.ketika konsep ini ditimbang dan didefinisikan oleh akal manusia akan mengalami ketimpangan, kerancuan dan tidak jelas. saatnya menimbang masalah dengan konsep syari’ah, karena dengan konsep syariahlah akan menghasilkan definisi yang jelas dan memuaskan akal (sesuai dengan naluri manusia)”buang pornografi dan pornoaksi ke bak sampah, sudah primitif kampungan lagi”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*