Lembaga Pendidikan Akan Dikenai Pajak

JAKARTA, KOMPAS–Sebagai konsekuensi dari disahkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, lembaga penyelenggara pendidikan menjadi subyek pajak. Karena itu, lembaga penyelenggara pendidikan yang kelak akan berubah nama menjadi badan hukum pendidikan akan dikenai pajak.

“Saya belum cek ke Dirjen Pajak, tapi katanya bakal ada keringan pajak untuk penyelenggara pendidikan,” kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyi di hadapan pimpinan redaksi media cetak dan elektronik di Jakarta, Jumat (16/1) siang. Belum dipastikan jenis pajak yang akan dikenakan kepada badan hukum pendiidikan (BHP).

Khusus untuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang umumnya memiliki areal tanah yang luas, menurut Mendiknas, status tanahnya milik negara yang ditangani Departemen Keuangan. Pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk PTN akan ditangani khusus Departemen Keuangan.

Mendiknas mengatakan, UU BHP, yang pada 17 Desember 2008 disetujui DPR untuk disahkan oleh pemerintah, berprinsip pada pengelolaan dana secara mandiri, nirlaba, otonomi, akuntabilitas, dan transparansi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Mendiknas juga membantah jika dikatakan UU BHP identik dengan komersialisasi. “BHP berprinsip nirlaba. Jika ada sisa hasil usaha, harus ditanamkan kembali untuk penyelengaraan pendidikan, ” ujarnya.

Selain itu, lanjut Mendiknas, diberikan jaminan 20 persen kursi untuk peserta didik yang miskin secara ekonomi, tetapi berprestasi. Pemerintah dan badan hukum pendidikan pemerintah (BHPP) pun berkewajiban memenuhi 2/3 biaya operasionalnya, sedangkan 1/3 ditanggung mahasiswa. “Apa yang dimaksud biaya operasional akan dirumuskan dengan Ikatan Akuntan Indnesia,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Fasli Jalal mengatakan dalam UU BHP memang tak diatur soal lembaga pendidikan asing. Meski demikan, pemerintah menggariskan, lembaga pendidikan asing harus memenuhi tiga prinsip, yakni nirlaba, hanya mebuka bidang keahlian setara politeknik bidang elektronika dan otomotif, serta hanya boleh dibuka di lima kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Yogyakarta.

“Setelah mengetahui tiga syarat yang ditetapkan, peminat asing yang semula akan membuka pendidikan di Indonesia, mundur,” kata Fasli.

Sumber berita: Harian Kompas, Sabtu, 17 Januari 2009)

Tampak, dengan UU BHP ini, pendidikan sudah bukan lagi tanggung jawab negara, tetapi menjadi sarana berbisnis. Bahkan dikenakan pajak pula. Itulah sistem kapitalisme yang telah dipaksakan di negeri Muslim terbesar di dunia ini. Dalam pandangan Islam, negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas pendidikan gratis bagi seluruh rakyat. Untuk itu, negara tentu harus mempunyai cukup dana. Hal ini bisa diwujudkan jika kekayaan alam seperti tambang minyak, mineral, batubara, dll dikelola oleh negara secara amanah dan profesional, yang hasilnya sepenuhnya digunakan untuk memenuhi kepentingan rakyat.

Melalui UU BHP dan juga beberpa UU lainnya, semakin nyata liberalisasi di berbagai sektor kehidupan, di negeri ini termasuk pendidikan. Harus diingat, liberalisasi adalah buah dari demokrasi. Demokrasi akarnya adalah sekularisme. Inti sekularisme adalah penolakan terhadap segala bentuk campur-tangan Allah SWT dalam mengatur urusan kehidupan manusia. Wujudnya adalah penolakan terhadap penerapan syariah Islam oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Padahal Allah SWT telah berfirman:

Apakah sistem hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik sistem hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

5 comments

  1. Sungguh, negeri ini memang kapitalis.
    Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai lembaga pencetak penerus-penerus bangsa dikanai pajak juga.
    Jangan heran jika nanti akan muncul para kapitalis-kapitalis baru, karena mereka berpikir: ‘saya sewaktu sekolah, sudah biaya tinggi terkena pajak pula.’
    Berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Semua gratis.
    Masihkah berharap pada sistem kapitalis ini?
    Sudah saatnya menggantinya dengan sistem Islam.

  2. Allahu Akbar…!!!!

    akibat parsial dari kebijakan pemerintah seperti ini yng tidak pro rakyat sudah terlalu banyak,,, solusi bukan hnya dari segi parsial saja,, harus seistematis!!!

    Jika pemerintah ini tidak mampu memberikan manfaat bagi rakyatnya, lebih baik diam saja…. bukan justru seperti orang-orang bodoh yang dengan kebodohannya membuat suatu kebijakan yang mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat….

    Apakah sistem hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik sistem hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

    Sudah cukup dengn membaca ayat alquran ini sebagai petunjuk hidayah bagi pemerintah jika mereka beriman kepada Allah.. Bukan pada manusia!!! (aturan buatan otak manusia yngn serba kekurangan)
    Apakah mata mereka tidak digunakan untuk melihat?
    telinga mereka tidak digunakan untuk mendengar??
    Akal mereka tidak di gunakan unutk berfikir??

    Upaya demonstrasi bagaikan suara dari dalam goa yang tidak berarti, apakah ini yang mereka katakan demokrasi… dari rakyat untuk rakyat??

    Lalu ketika rakyat menolak? lalu itu didiamkan oleh pemerintah… bushit kalo ini dinamakan demokrasi…

    Ingat, demokrasi ada di negara polis.. pada zaman Yunai, yang mana yantg dinamakan negara waktu itu adalah sebuah kota kecil, dan yang di namakan sbgai suara rakyat itu terlihat dan nyata, karena rakyatnya sedikit!!!
    Sistem perwakilan sekarang?? siapa yang diwakilkan… Pengambilan wakil rakyat syarat dngn promosi iklan2 produk, jelas uang yang mereka cari!!!

    Mereka seperti para model yang ingin di pilih dngn kata2 manis dan seakan2 membawa suatu kebaikan… bushit itu semua…!!

    UU BHP salah satu produk mereka!!
    Lihat saja kebijakan yng mereka buat, lihat dengan mata terbuka!! Pro sama siapa, rakyatkah???

    Tidak,,,, itu semua dmi peruk-perut kenyang pemerintah sendiri dan Korporasi!!
    Semoga Alloh memperkenankan kita merasakan hidup dalam naungan Khilafah Roshidah…

  3. MUHAMMAD SHOFWAN

    Makin jelas sudah hukum toghut yang bodoh dan kafir diterapkan satu lagi dibumi Allah. Lembaga pendidikan bukan organisasi pencari laba.Mengapa harus dibebani pajak. Ini afrtinya mencehgah rakyat jadi cerdas. Karena aakibatnya adalah biaya pendidikan akan terbang ke angan angan rakyat. Apa artinya anggaran 20 % yang akan di realisasikan dalam APBN. Para pemikul amanah telah berdusta pada umat Sungguh sangat jahiliyah dari jahiliyah. Kemana itu anggota dewan yang mewakili rakyat. Makanya ganti systemnya saja . Tegakan segera khilafah. Operasikan syariah islam. Demi kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Allahu Akabr ….Allahu Akbar……. Allahu Akbar.

  4. Yusuf al-Bayaathiy

    Pendidikan semakin mahal, itulah salah satu konsekuensi dari diterapkannya sistem kapitalisme. Pendidikan dalam Islam adalah Gratis. Negara harus berupaya dengan keras agar pendidikan gratis dan berkualitas dapat terwujud, dan itu tidak dapat diterapkan tanpa adanya institusi politik yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, (QS Al Baqarah:208) yaitu Khilafah.
    Allahu Akbar!!

  5. Negara dengan sistem politik sekulerisme-kapitalisme, pajak menjadi salah satu andalan pemasukan negara. Hampir semua obyek bidang kehidupan kena pajak, tidak pandang bulu Anda kaya atau miskin! Anda beli mie instan di mall, entah pengangguran atau konglomerat, semua kena pajak. Pendidikan yang harusnya gratis, kini juga bakal kena pajak. Kepada siapa pajak pendidikan nantinya pada akhirnya dibebankan? Inikah sistem hidup zalim yang dikehendaki manusia?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*