Hizbut Tahrir Indonesia
Perhelatan pemilihan umum (Pemilu) tinggal sebentar lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan partai-partai yang akan bersaing memenangi Pemilu 2009. Ada 34 partai politik yang akan memperebutkan lebih dari 100 juta pemilih. Enam di antara partai politik yang ada adalah partai politik Islam, bila dilihat dari asas pendirian partai tersebut. Mereka adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Matahari Bangsa (PMB), dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Dua partai Islam terakhir adalah pendatang baru dalam pemilu kali ini.
Tentu tidak salah bila sebagian orang bersyukur ada pertambahan jumlah partai Islam. Pikiran positifnya, mereka akan menambah jumlah raihan suara yang berasal dari partai-partai sekuler. Harapannya akumulasi perolehan suara partai-partai Islam akan meningkat. Selain itu, munculnya partai Islam baru mampu membina masyarakat untuk melek politik Islam dan membawa semangat baru bagi kaum Muslimin untuk berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini.
Keinginan masyarakat akan hadirnya wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan aspirasi Islam sangat ditunggu-tunggu. Ini sesuai dengan tingkat kesadaran mereka terhadap Islam yang mulai bertambah. Sebuah survey menunjukkan bahwa mayoritas kaum Muslim Indonesia mendukung diterapkannya syariah untuk negara ini, walaupun ada kekhawatiran mengenai akibat penerapannya itu. Survei yang dilakukan oleh Roy Morgan Research pada awal 2008, melibatkan 8,000 responden dari seluruh negeri, menemukan bahwa 52 persen orang Indonesia mengatakan bahwa Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka. Pada survei yang lain yang diadakan oleh aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup.
Dari survei tersebut terlihat bahwa ada keinginan kuat masyarakat untuk kembali kepada syariat Islam. Mereka mulai tidak percaya dengan sistem politik dan ideologi lainnya yang tidak Islami. Motivasi kuat itu pun sebenarnya bisa diamati dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tampak lebih relijius dan semangat dalam mendalami Islam itu sendiri.
Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang harus bisa dijawab oleh partai-partai Islam. Dikatakan peluang karena partai-partai Islam tinggal merangkul dan menggandeng massa yang sebagian besar adalah massa mengambang ini. Ada kesamaan semangat dan cita-cita di antara keduanya. Partai Islam akan lebih mudah mendekati mereka ini dibandingkan dengan merebut pangsa pasar massa sekuler. Sedangkan tantangannya, partai-partai Islam memiliki wajah yang tidak jauh berbeda dengan partai-partai sekuler lainnya. Wakil-wakil rakyat di DPR pada periode ini menunjukkan perilaku yang mirip dengan wakil rakyat dari partai sekuler. Pembelaan wakil rakyat terhadap kepentingan umat Islam tidak tampak. Justru sebaliknya terbaca oleh masyarakat, partai-partai yang ada, tak terkecuali partai Islam, hanya menjadikan parlemen sebagai ajang untuk mencari penghidupan dan berebut kue kekuasaan.
Tak jarang umat Islam bingung untuk menentukan pilihannya menjelang Pemilu digelar hingga bertanya: “Harus pilih yang mana, karena semuanya sama?’’ Atau yang lebih menyedihkan lagi, munculnya pernyataan dari masyarakat, ‘’Lebih baik milih partai sekuler sekalian yang jelas rusaknya tapi membawa kebaikan.’’ Pertanyaan dan pernyataan ini tentu tidak akan terlontar jika partai-partai Islam betul-betul menjadi saluran bagi aspirasi umat Islam untuk mewujudkan keinginan mereka.
Melepas Pragmatisme
Dalam situasi politik yang didominasi oleh kepentingan sesaat seperti sekarang, bukan persoalan mudah untuk tidak tergiring dalam arus pragmatisme. Apalagi jika orang-orang yang menjadi anggota partai politik Islam tidak memiliki tameng diri yang kuat. Permasalahannya, pragmatisme seperti sudah menjadi budaya sehari-hari yang sudah kadung mendarah daging.
Namun bukan berarti itu tidak bisa dihindari oleh partai-partai Islam. Caranya, partai-partai harus kembali memahami asas perjuangannya yakni Islam dan cita-cita Islam itu sendiri yakni bagaimana harus diterapkan. Partai Islam secara lantang menolak berbagai UU yang lahir dari sekulerisme dan bertentangan dengan Islam. Begitu juga, partai Islam terus melakukan koreksi terhadap berbagai kebijaan keliru penguasa (muhasabah hukkam). Para anggota partai Islam harus ingat betul bahwa mereka berjuang untuk Islam, karenanya mereka bergabung dengan partai Islam. Jangan sampai terbalik, dengan dalih Islam, mereka berebut mencari penghidupan dengan duduk sebagai wakil rakyat setelah itu lupa akan tujuan pembentukan partai Islam itu sendiri.
Sikap pragmatis bukan menguntungkan umat Islam dan partai Islam, justru merugikan. Pragmatisme akan mendegradasi tujuan dan cita-cita perjuangan. Siapapun tak dapat menyangkal, pragmatisme berarti harus merelakan diri menyesuaikan diri dengan keadaan/fakta. Artinya, melepaskan nilai-nilai dasar perjuangan dan ideologi partai yang telah digariskan. Karakter dasar partai Islam akan luntur. Memang bisa saja berdalih, itu semua masih dalam koridor Islam, tapi dalih ini sebenarnya hanya pemanis mulut, bukan arus utama.
Karenanya, jika partai-partai Islam ingin meraih dukungan yang signifikan, tidak ada jalan lain harus mendefinisikan dirinya kembali sebagai partai Islam seperti di atas. Partai-partai Islam lama harus jantan dan berani mengoreksi diri bahwa apa yang mereka lakukan sebelumnya tidak tepat. Posisi abu-abu yang selama ini mendominasi harus segera disingkirkan. Sementara bagi partai-partai Islam baru, mereka pun harus berani mendobrak kebuntuan saluran aspirasi Islam dan umat Islam yang selama ini tertutup. Jati diri sebagai partai Islam sejati harus ditunjukkan. Jangan sekali-kali pernah meniru perilaku salah yang pernah terjadi sebelumnya.
Dalam kaitan itu, pembinaan kader-kader partai Islam tidak bisa diremehkan. Partai Islam harus melahirkan kader-kader pejuang Islam, bukan kader karbitan yang didapat di jalanan. Partai-partai Islam harus selalu mewaspadai penumpang-penumpang gelap yang berusaha mendompleng partai untuk kepentingan uang dan kepentingan pribadi. Partai Islam akan besar jika didukung oleh ideologi Islam yang kuat dan kader pejuang Islam yang mumpuni. Kini saatnya partai-partai Islam meniti jalan Islam yang sesungguhnya sesuai khittahnya sebagai partai pembawa suara Islam (shout al-Islam), bukan sekadar basa-basi. []
kita sudah mengetahui sekarang mana partai islam yg kurang memperhatikan aspirasi ummat islam.
JANGAN DIPILIH LAGI PARTAI YG TIDAK MAU MENERAPKAN SYARIAT ISLAM….
Ayo jadillah partai Islam sejati yang menjadikan penegakan syari’ah Islam sebagai agenda dan perjuangan utamanya.
Berhentilah menjadi partai Islam Banci yang menjadikan Islam sebagai alat untuk mencapai tujuan materi dan kedudukan serta kepentingan pragmatis lainnya.
Waspadalah akan sistem politik yang akan memalingkan peran dan fungsi partai Islam !
Partai Islam harus melahirkan kader-kader pejuang Islam, bukan kader karbitan yang didapat di jalanan. Partai-partai Islam harus selalu mewaspadai penumpang-penumpang gelap yang berusaha mendompleng partai untuk kepentingan uang dan kepentingan pribadi. Partai Islam akan besar jika didukung oleh ideologi Islam yang kuat dan kader pejuang Islam yang mumpuni. Kini saatnya partai-partai Islam meniti jalan Islam yang sesungguhnya sesuai khittahnya sebagai partai pembawa suara Islam (shout al-Islam), bukan sekadar basa-basi
ALLAHU AKBAR T
ERUS BERJUANG…..HINGGA JANJI ALLAH TERWUJUD..!!!
Dari survei tersebut terlihat bahwa ada keinginan kuat masyarakat untuk kembali kepada syariat Islam. Mereka mulai tidak percaya dengan sistem politik dan ideologi lainnya yang tidak Islami. Motivasi kuat itu pun sebenarnya bisa diamati dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tampak lebih relijius dan semangat dalam mendalami Islam itu sendiri.
IniKabar gembira..Khilafah makin dekatumat makin merindukan hukum yang adil yaitusyariat Islam…ALLAHU AKBAR