Posisi Kabupaten Banyumas di Jawa Tengah sebagai daerah transit, wisata, serta pusat bisnis dan jasa menjadikan daerah ini tinggi kerentanannya menyebarkan virus HIV, penyebab AIDS. Dari data 253 kasus HIV di wilayah itu, sebagian besar terjadi di enam kecamatan yang merupakan kawasan perlintasan, wisata, dan pusat jasa.
Enam kecamatan itu adalah Kecamatan Baturraden, empat kecamatan di Purwokerto, dan Wangon. Dari tahun ke tahun, jumlah kasus HIV/AIDS di kawasan tersebut meningkat.
Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Banyumas Kristin Lestari, kemarin, mengungkapkan, Banyumas adalah daerah perlintasan utama di Jateng bagian barat. Banyak kendaraan angkutan lewat dan transit di tempat itu.
Wangon, misalnya, menjadi persimpangan masyarakat menuju ke Bandung, Cilacap, dan Yogyakarta. Daerah ini selalu menjadi persinggahan sementara para sopir angkutan barang ataupun manusia.
”Persinggahan menjadi rentan karena kemudian ada interaksi, khususnya dengan sopir truk. Penularan bisa melalui hubungan seks. Selain itu, tempat persinggahan juga menimbulkan terjadinya pergaulan dan pengaruh budaya luar. Ini terbukti banyak kasus HIV/AIDS di Wangon karena melalui jarum suntik narkoba,” tutur Kristin.
Di Baturraden banyak terjadi penularan karena di wilayah itu menjadi pusat prostitusi di Banyumas. Penularan menjadi semakin cepat dengan kurangnya kesadaran penggunaan kondom oleh tamu saat kencan dengan pekerja seks komersial di kawasan ini.
Persentase hubungan heteroseksual sebagai penyebab penularan HIV/AIDS mencapai 56 persen, faktor penggunaan jarum suntik 30 persen, hubungan homoseksual 8 persen, dan transfusi darah 3 persen.
Kota Purwokerto, ibu kota Kabupaten Banyumas, beberapa tahun terakhir berkembang pesat. Kota ini menjadi pusat jasa dan pendidikan. Banyak pendatang hadir di kota ini. Budaya luar, seperti penggunaan narkoba, pun merebak di antaranya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Sekitar 12 persen dari 253 kasus terjadi di kalangan pelajar/mahasiswa.
Diperkirakan, angka 253 kasus HIV di Banyumas merupakan fenomena gunung es. Menurut Kepala Markas PMI Banyumas Sutoro, awal Januari lalu PMI Banyumas menemukan 72 kantong darah terinfeksi HIV. Darah tersebut berasal dari donor. Sayangnya, tak semua donor dapat diidentifikasi.
”PMI saat ini kekurangan anggaran untuk mengadakan pengolahan darah. Seandainya tes darah dapat dioptimalkan, maka lebih banyak kasus bisa ditemukan,” ujarnya. (Kompas, 04/02/09)
Komentar:
Lagi, kerusakkan sosial akibat penerapan kapitalisme yang tegak di atas landasan sekularisme telah menjadikan sebagian masyarakat bebas untuk bertingkah tanpa mengikuti panduan dari Yang Mahakuasa. Akibatnya, kerusakkan terus terjadi di mana-mana.
Sistem kapitalisme sekular tak pernah mampu memberikan solusi atas kerusakkan kehidupan sosial yang terjadi saat ini. Terkait meningkatnya penderita HIV/AIDS ini, para kapitalis sekular malah memberikan solusi palsu, seperti kesadaran penggunaan kondom yang tiada lain upaya pelegalan berzina. Sementara perzinahan sebagai akar dari kerusakkan tersebut, dibiarkan. Padahal perzinahan ini sesuatu yang dimurkai Allah Swt.
Bukankah Rasulullah Saw. pun telah mengingatkan,
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri”. (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Sudah sepatutnya, masyarakat dan pihak terkait kembali kepada sistem yang berasal dari Dia Sang Pencipta Yang Mahatahu, yakni sistem Islam. Sebuah sistem yang akan memberikan ketenangan dan kedamaian untuk semua, berbeda dengan sistem kapitalisme sekular yang hanya melahirkan kerusakkan.
ZINA ? NA’UUDZUBILLAAHI MIN DZAALIK…
NIKAH SAJA… IBADAH !