Syariah dan Khilafah Islam-lah Solusi Pamungkas Masalah Perempuan dan Anak
(Laporan dari Seminar Perempuan dan Anak di Kota Malang)
HTI-Press. Apakah memang betul, ketika perempuan menjadi anggota dewan, menjadi pengambil keputusan, atau menduduki pucuk kepimpinanan, dan sebagainya terbukti dapat menyelesaikan masalah yang menimpa perempuan dan anak? Demikian pertanyaan pembuka Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Hj. Nida Sa’adah, SE. dalam Seminar Perempuan dan Anak ”Menimbang Kuota Perempuan Sebagai Solusi Masalah Perempuan dan Anak” yang digelar Dewan Piminan Daerah (DPD) II Malang Raya Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ahad (18/1) di Aula Perpustakaan Kota Malang.
Hadir pula sebagai pembicara kedua Ketua Aisyiah Kabupaten Malang Ibu Dra. Hj. Wajdiyah, sekaligus Bidang Pemberdayaan Perempuan MUI Kabupaten Malang.
Tema yang diangkat MHTI memang terbilang agak kontroversial. Di tengah merebaknya harapan untuk memperbaiki nasib perempuan dengan penetapan kuota, MHTI justru mengajak para perempuan untuk menimbang kembali. Benarkah kuota dapat menjadi solusi bagi masalah perempuan, atau justru malah sebaliknya?
Sebagai pemateri pertama, Ibu Nida menyampaikan tiga poin penting. Pertama, mengenai argumen kemustahilan kuota 30 persen dapat menyelesaikan permasalahan perempuan. Kedua, mencari akar masalah dari berbagai persoalan yang menimpa masyarakat terutama perempuan dan anak. Ketiga, mengubah sistem politik yang pro rakyat.
“Tidak pernah ada sebuah fakta yang menunjukkan berbagai persoalan perempuan dapat terselesaikan dengan duduknya perempuan di jajaran kekuasaan.” Justru di Finlandia dan Swedia, kuota perempuannya mendekati 50 persen, tapi ternyata kondisi masyarakat tidak membaik. ”Para perempuan masih tetap mengalami berbagai persoalan, perempuan masih tetap mengalami pelecehan, bahkan angkanya semakin meningkat,” ungkap Bu Nida.
Persoalan perempuan seperti pelayanan kesehatan yang buruk dan mahal, pendidikan mahal dan tak terjangkau, pelecehan dan kekerasan disebabkan bukan karena jumlah perempuan yang duduk di jajaran legislatif sedikit.
“Jika persoalannya bukan disebabkan tidak adanya perempuan di kekuasaan. Lalu apa sebenarnya akar masalahnya?” pancing Bu Nida.
Dalam kesempatan ini Nida mengajak para audiens untuk mencari akar masalah dari berbagai persoalan yang menimpa masyarakat terutama perempuan dan anak.
“Coba kita perhatikan kenapa perempuan saat ini mengalami banyak masalah. Karena sistem politik yang ada merupakan sistem yang pro kepada pemilik modal. Coba kita perhatikan bagaimana proses penyusunan UU di negeri ini. Apakah Ibu-Ibu tahu kalau pada tahun 2001 telah disahkan UU Migas?,” kata Bu Nida. Sekitar 300-an peserta dari caleg, ormas, orpol, penggerak PKK dan masyarakat umum kompak menjawab, ”Tidak!”
UU Migas memperbolehkan asing mengambil minyak dan menjual di Indonesia dengan harga internasional. Harga minyak menjadi mahal. ”Rakyat mana yang mau minyak yang merupakan kebutuhan pokoknya menjadi mahal,” tegas Bu Nida.
Mereka memiliki dana untuk mengegolkan UU sesuai keinginannya. Asian Foundation mengucurkan dana Rp 6 milyar untuk meloloskan UU PKDRT. Bu Nida menyampaikan Jawa Timur paling bagus sosialisasinya, tapi ironisnya, angka perceraian di Jawa Timur justru tertinggi di Indonesia. UU Kespro yang memperbolehkan seorang ibu membunuh bayinya ternyata didukung dana dari Ford Fondation (otomotif).
Bu Nida mengutip ucapan Menteri Kesehatan hendak meminta dana pada Menteri Keuangan yang seorang perempuan untuk biaya pelayanan kesehatan bagi perempuan. Bu Menteri Keuangan malah mengatakan, ”Ga ada uang Bu, anggarannya habis untuk bayar hutang para pengusaha.” Ini menunjukkan perempuan yang memimpin belum tentu lebih peduli dengan perempuan. Semua itu tergantung dari balas budi.
Menghantar ke poin penting ketiga Bu Nida memancing audiens dengan sebuah pertanyaan, ”Lalu jika sistem politiknya yang keliru, lantas apa ada sistem politik yang kebijakannya pro perempuan, yang pro rakyat? Yang kebijakannya ga bikin susah?”
Bu Nida menjelaskan adanya sebuah sistem politik yang selama 1300 tahun membuat rakyat sejahtera. Pada sistem politik itu tidak ditemukan demonstrasi mengkritik kebijakan pemerintah terkait mahalnya biaya pendidikan, BBM, kebutuhan pokok dan sebagainya. Bahkan, khalifah malah bingung mencari orang yang bisa menerima zakat. Karena semua rakyatnya sejahtera. Sistem politik tersebut sistem politik Khilafah Islamiyah. Sistem kepemimpinan tunggal yang menyatukan seluruh Islam di seluruh dunia.Tanpa teknologi canggih, hanya memakai batu saja pun, umat Islam dapat mengalahkan Israel. Asal semua umat Islam bersatu. Bu Nida juga menjelaskan bagaimana Khilafah bisa mensejahterakan masyarakat.
Dalam demokrasi, pemimpin seringkali disetir pemilik modal. Ini terlihat waktu kampanye. Pemilik modal menjadi sponsor dana kampanye pemilihan pemimpin dengan meneken kontrak dengan calon pemimpin. Dalam sistem Khilafah, pemimpin yang dipilih harus memenuhi kriteria dalam Islam yakni: laki-laki, muslim, baligh, berakal, mampu dan yang paling penting, bertaqwa. Maka tidak ada hubungannya dengan kepentingan para pemilik modal.
Misalnya, Khalifah Sultan Hamid II. Saat diminta orang Yahudi untuk memberikan tanah Palestina. Beliau menjawab dengan tegas, bahwa tanah Palestina merupakan tanah milik rakyat dan kholifah tidak berhak menjualnya. Dalam sistem khilafah juga tidak ada periode kepempimpinan. Tidak ada batas waktu tertentu bagi khalifah untuk menduduki jabatannya. Kalau dalam sistem demokrasi, ada periode 4 tahun atau 5 tahun. Disitulah justru peluang pemilik modal bermain. Maka dalam sistem kekhilafahan, selama khalifah tidak melanggar hukum Islam, maka ia tidak akan diturunkan. Tapi sekali melanggar hukum Islam, hari itu dilantik, hari itu dapat langsung diturunkan.
Bagaimana dengan kekuasaan legislatifnya? Dalam sistem demokrasi, pemilik modal juga mengintervensi pembuat hukum. Sedangkan, dalam sistem khilafah, Innal hukmu innaLillah (sesungguhnya pembuat hukum hanyalah Allah). Meskipun ada yang mau membayar untuk membuat hukum, maka tidak akan bisa. Sebab, sebuah hukum yang bertentangan dengan hukum Islam tidak akan disahkan. Khalifah tidak akan mengesahkannya. Misalnya, masalah minyak. Islam memandang minyak adalah milik umat. Jika yang diterapkan hukum dalam sistem khilafah, maka harga minyak bisa Rp 500 per liter. Islam memandang minyak sebagai barang yang dibutuhkan umat. Negara berkewajiban menyediakan minyak dengan mudah dan murah kepada masyarakat. Tapi dalam sistem demokrasi, menggunakan UU Migas, harga minyak bisa Rp 6000 per liter. Dalam khilafah, tidak ada satu UU yang akan menimbulkan kesengsaraan, menzalimi manusia. Itu karena UU diambil dari aturan Allah. Bukankah Allah tidak pernah menzolimi manusia?
Bagaimana dengan jaminan penegakan dan kepastian hukum? Pengadilan dalam khilafah terbukti bisa membuat sejahtera. Hal seperti ini tidak akan ditemui di sistem lain. Yaitu adanya sistem qadhi mazalim yaitu peradilan tertinggi yang bisa memecat khalifah, bila kebijakannya menzalimi rakyat. Ini hanya ada di dalam sistem khilafah. Sedangkan dalam sistem demokrasi, presiden bisa menganulir keputusan hakim, jika keputusan hakim bertentangan dengan kepentingannya. Banyak bukti mengenai ini.
Pada kesempatan terakhir, Bu Nida menyampaikan mengenai apa yang harus dilakukan, para perempuan, bila dengan kuota terbukti tidak menyelesaikan persoalan. Ada dua hal yang bisa kita lakukan sebagai perempuan.
Pertama, perempuan harus memahami sistem politik pemerintahan seperti apa yang bisa mensejahterakan perempuan dan terlibat mensosialisakan, agar semua perempuan tercerahkan. Yaitu sistem politik pemerintahan syariat dan khilafah Islam. Kedua, perempuan harus mengetahui realitas kriteria sosok pemimpin seperti apa yang bisa mensejahterakan perempuan. ”Kita harus turut mensosialisasikan kriteria ini kepada perempuan yang lain. Inilah politik praktis perempuan.”
Pembicara kedua, Ibu Hj. Wajdiyah menyampaikan mengenai berbagai masalah yang menimpa perempuan. ”Masalah yang dihadapi perempuan saat ini diantaranya buruknya layanan kesehatan perempuan dan anak, perdagangan perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan anak.”
Beliau juga mengajak para audiens untuk mencari penyebab persoalan tersebut, ”Kenapa masalah itu bisa terjadi? Ini semua karena sistem kapitalisme. Dalam demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Kenyataannya yang bermain adalah pemilik modal. Misalnya, dalam kampanye sering terjadi money politik. Kebijakan pemerintah juga dipengaruhi pemilik modal, disetir oleh pemilik modal.”
Pada akhir paparannya beliau menyampaikan, kuota perempuan tidak bisa menghantarkan pada kesejahteraan dan menyelesaikan masalah perempuan. Karena masalah utamanya bukan banyak sedikitnya perempuan. Tapi bagaimana sudut pandang terhadap masalah perempuan. Berapa pun kuota perempuan, selama yang berkuasa masih uang, kapital, sponsor, maka tidak akan terwujud kesejahteraan perempuan. Atau menghilangkan masalah perempuan. Tapi ada satu hal prinsip yang bisa menghilangkan masalah perempuan. Yaitu menerapkan sudut pandang yang hakiki yaitu sistem syariat Islam. Semua yang ada dipemerintahan harus menerapkan sistem syariat ini.”Paparan pemateri yang menggelitik pemikiran dan menggugah perasaan membuat suasana seminar menghangat.
Pada sesi tanya jawab, banyak sekali pertanyaan maupun tanggapan yang muncul dari peserta. ”Bagaimana mungkin menerapkan sistem Islam, sedangkan masyarakat kita plural?”, tanya Titik Sulistyowati dari UMM.
Pertanyaan ini langsung dijawab Ibu Nida. ”Indonesia adalah negara yang tidak diatur dengan syariat Islam, ternyata penduduknya bukan hanya orang non Islam. Dimana-mana, masyarakat itu selalu plural atau beraneka ragam. Yang jadi pokok permasalahan adalah sistem apa yang terbaik bagi masyarakat. Dan Islam sudah terbukti sebagai sistem terbaik. Spanyol saat diterapkan Islam dikenal sebagai The Three Religion. Yang sejahtera bukan hanya yang Islam saja, tapi semua. AlQuds, pada waktu ditaklukan oleh Salahuddin AlAyyubi, orang non muslim berfikir mereka akan dibantai, tetapi kenyataannya mereka malah dilindungi. Jangan khawatir dengan Indonesia. Kita hanya meneruskan kembali oleh apa yang sudah dilakukan Sultan-sultan kerajaan Islam pada masa lalu, yang dihapus penjajah Belanda, Inggril, Portugis dkk.
Sedangkan Muawanah yang merupakan perwakilan UM bertanya, ”Dalam waktu dekat kita akan menghadapi pesta demokrasi pemilu 2009. Sedangkan kita punya cita-cita mewujudkan Khilafah. Kita harus melalui masa transisi. Saat ini tidak ada calon yang memperjuangkan khilafah. Apa yang harus kita lakukan di masa transisi ini? Apa kita harus golput, meskipun dengan pilihan ini, tidak berarti kita tidak berkontribusi untuk perubahan, mana yang lebih baik?”
Pertanyaan yang ditujukan kepada Bu Nida ini langsung dijawab. ”Jika kita dihadapkan pada pilihan yang paling jelek. Maka pilihlah yang baik, bukan yang paling baik diantara yang jelek. Tapi pilihlah yang baik. Apa itu? Gaung khilafah sudah bergaung dari Spanyol sampai Indonesia. Laporan NIC Khilafah akan berdiri tahun 2020. Meski kita lebih percaya janji Allah dalam Qur’an An-Nur : 55 dan hadist riwayat Ahmad tentang datangnya Khilafah kedua. NIC telah menulis laporan itu bukan karena percaya, tapi itu berdasarkan analisis politis para ahli di sana mengenai gelombang besar datangnya Khilafah Islamiyah. Laporan itu ditulis untuk menggagalkan gelombang Khilafah, makanya dalam laporan itu disertai rekomendasi bagaimana cara mengagalkannya.”
Hammas menang pemilu lebih 80% lebih, tapi karena ingin menegakkan syariat Islam, Hammas berusaha dijatuhkan. Demokrasi memang akan memberikan kesempatan anda untuk memilih secara langsung, tapi tidak akan memberi Anda kesempatan untuk mengganti sistem atau memilih sistem yang diinginkan pemenang. Kasus RUU APP menjadi UU Pornografi adalah bukti. Sistem demokrasi tidak akan memberi kesempatan anda untuk mengganti supremasi hukum yang ada. Tidak ada format untuk itu. Sedangkan ada arus lain yang lebih besar yaitu khilafah. Maka, pilihlah yang baik untuk negara anda. Apalagi ini ada yang lebih baik”.
Happi, perwakilan HMI UMM menanyakan konsep syariah khilafah memaksimalkan peran politik perempuan dalam kehidupan politik dan bagaimana jika sistem pemerintahan telah diperbaiki, tapi keadaannya kok tetap-tetap saja. Ia juga bertanya mengenai bagaimana jika tanpa kekuasaan, maka perempuan tidak bisa maksimal untuk merubah nasib perempuan.
Bu Nida langsung menjawab pertanyaan ini dengan mantap. ”Kalau kita mau merubah sistem politik, maka bukan dengan mengotak-atik jumlah orangnya, tapi bagaimana merubah sistem format pemerintahan yang menaungi kekuasaan. Yaitu melalui perubahan sistem dengan revolusi yang tidak berdarah-darah. Rasulullah mencontohkan momen hijrah. Hijrah ini tidak hanya pindahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Tapi di sana terjadi perubahan sistem pemerintahan kafir Quraisy menjadi sistem pemerintahan Islam. Supremasi hukum diubah dengan aturan Alloh.
Mengenai peran politik perempuan beliau menjawab, ”Peran politik perempuan tidak hanya dengan berkoar-koar menuntut perempuan lebih banyak di kekuasaan. Selama supremasi hukum tidak berubah, maka mau kuota 100%, keadaan akan tetap. Sebab, ini bukan akar masalahnya. Bagaimana peran kita? Perempuan hendaknya ikut menyosialisasikan dua agenda besar tadi, yaitu Syariah dan Khilafah. Jika tidak ada, siapapun yang anda pilih, jangan kira tidak akan ditanya Alloh. Kita membuka wacana, mencari dan menyerukan pada orang-orang bertaqwa”.
Tiga kesimpulan penting dari seminar MHTI ini ialah kuota perempuan tidak bisa menyelesaikan masalah permepuan dan anak. Kedua, hanya khilafah yang mampu mensejahterakan perempuan. Ketiga, sebagai perempuan hendaknya berperan optimal sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta di masyarakat.
Mendekati Pemilu 2009, MHTI Malang Raya terus melakukan pendidikan politik Islam kepada masyarakat, khususnya di daerah Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Harapannya dapat memberikan wacana kepada masyarakat se-Malang Raya mengenai prinsip-prinsip perjuangan politik perempuan. (mhti-malang raya)
subhanallah memang hanya dengan syariah dan khilafahlah seluruh umat akan sejahtera dan sekarang udah sangatlah nampak bahwa sistem kapitalisme segera hancur dan KHILAFAH di depan mata.oleh karena itu marilah kita memperjuangkan syari’at Allah. Allahu Akbar