HALQAH Islam & Peradaban HTI Banjar Bahas Halal Haram Golput

HTI-Press. Sebagai bagian dari program pembinaan ummat dan untuk membangun kesadaran berpolitik dalam pandangan islam terutama pada masalah yang sekarang ini sedang hangat-hangatnya yaitu pro-kontra Fatwa MUI tentang haramnya tidak memilih atau istilah lainnya adalah Fatwa Haramnya Golput, HTI Banjar mengadakan diskusi publik yang dikemas dalam bentuk Halqoh Islam dan Peradaban (HIP) dengan mengambil tema “Halal dan Haram Golput, Sebuah permasalahan Dilematis…! pada hari Ahad, 1 Maret 2009 di Gedung Dakwah Kota Banjar.

Halqoh yang dipandu oleh ustad Asep Sudrajat, S.Sos dimulai dari jam 09.00 WIB menghadirkan pembicara diantaranya KH. M. Natsir Ghazaly dari kalangan ulama dan tokoh masyarakt, Ir. Asep Purwanto, MM dari kalangan Akademisi dan Pengamat Politik, Dr. H. Fahmy Lukman, M.Hum dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, dan KH Umung Anwar Sanusi, Lc yang pada kesempatan itu tidak bisa hadir karena berhalangan.

Acara tersebut dihadiri lebih dari 200 peserta tamu undangan dari berbagai kalangan masyarakat, ormas, tokoh masyarakat, partai politik, ulama, santri, akademisi, pelajar, ibu rumah tangga, pengusaha dan lain-lain.

Dalam sambutan ketua panitia Ustad Rio Setiono, SH mengatakan acara ini bertujuan untuk mendapatkan ridlo alloh SWT dalam menumbuhkan kesadaran berpolitik kepada masyarakat dengan memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang memilih pemimpin atau wakilnya dalam pandangan islam yang sebenarnya. Rio juga menyayangkan ketidak hadiran salah satu pembicara padahal dari kalangan merekalah wacana golput di gulirkan.

Menurut pembicara perttama Nastsir menjelakan tentang pendefinisian golput juga penyebab banyaknya masyarakat yang sekarang golput atau didak memilih dalam pilkada. Natsir juga menyebutkan kasus-kasus yang terjadi pada para caleg di media massa cetak maupun elektronik sebelum pemilu sekarang ini, natsir juga menjelaskan masih ada masyarakat yang tidak memilih karena keagamaan yaitu dalam memandang demokrasi dan pemilu dalam sudut pandang islam, yaitu ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan abahkan ada yang mengkafirkan kalau ikut terlibat dalam masalah politik bahkan memilihnya.

Sedangkan pembicara kedua Ir. Asep Purwanto, MM lebih cenderung menanggapi fatwa haramnya golput bertolak belakang dengan kontitusi dan agama. Menurut asep memilih itu dalam kontitusi adalah hak, bukan kewajiban sedangkan dalam agama memilih wakil rakyat itu adalah mubah dengan akad wakalah atau mewakilkan juga mengangkat imam/khilafah harus dalam pelaksanaan hukum islam.
Asep juga menegaskan fatwa MUI haramnya golput menjadi kontra produktif dan tidak tepat sasaran sebab pemahaman Demokrasi dari sudut pandang Islam jauh berbeda dengan pemahaman sekoler, dalam islam tidak dikenal adanya demokrasi karena kedaulatan hanya kepunyaan Alloh yang dipresentasikan dalam kedaulatan syariat yaitu kitabulloh dan as sunnah.

Pembicara terakhir Dr. Fahmy Lukman, M.Hum, lebih mengkritisi kontek fatwa tersebut yang semestinya MUI tidak mengharamkan golput tapi mengharamkan memilih dalam kontek demokrasi sekuler. Fahmi juga menjelaskan bahwa memilih pemimpin adalah fardu kifayah dan mestinya fatwa ini di jalankan dalam konteks sistem islam, sehingga fatwa ini tidak tepat apabila diterapkan. Fahmi juga mengilustrasikan fenomena golput dalam pilkada yang menjadi pemenang seperti jawa barat, jawa tengah, jawa timur dan lain-lain sehingga kalau fatwa ini berlaku maka jutaan orang menjadi berdosa karena tidak memilih dalam pilkada.

Dalam hal lain Fahmi juga menjelaskan penyebab golput mulai dari masalah administrasi yang tidak terdaftar, psikologos, politis, ekonomis juga idiologis. Dalam pemaparan penyebab idiologis Fahmi mengakatan bahwa landasan kesaran idiologislah yang mestinya dimiliki oleh umat islam sehingga kesadaran dalam melakukan setiap perbuatan selalu didasari oleh standar hukum syara’ termasuk memilih atau tidak memilih. (Infokom HTI Banjar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*