Pada tulisan sebelumnya telah dipaparkan bahwa dua kali kerusakan yang dilakukan kaum Bani Israil tidak terjadi sebelum datangnya Rasulullah saw. Berdasarkan tida alasan, tidak tepat pula jika dikatakan bahwa kaum yang menghukum mereka adalah Nebukadnezar, Jalut, dan kaum kafir lainnya.
Dengan tiga alasan tersebut, maka penafsiran yang menjelaskan bahwa berita dalam ayat tentang kerusakan Bani Israel sudah terjadi sebelum turunnya ayat ini tidak tepat. Berdasarkan tiga alasan itu pula dapat disimpulkan bahwa peristiwa itu terjadi sesudah diutusnya Rasulullah saw. Sedangkan pihak yang dibangkitkan Allah Swt untuk membangkitkan mereka adalah Rasulullah dan umat beliau, umat Islam.
Pertama, dari segi waktu kejadian. Ayat ini turun di Makkah, sebelum peristiwa hijrah Nabi saw ke Madinah. Jika digunakan al-fi’l al-mudhâri’, yakni latufsidunna dan wata’lunna, maka peristiwa yang diberitakan itu terjadi sesudah ayat ini turun. Fakta sejarah menunjukkan, Bani Israel benar-benar melakukan kerusakan besar setelah hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah.
Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah, sudah ada tiga kabilah besar dari kalangan Yahudi yang tinggal di Madinah dan sekitarnya. Ketiganya adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraidhah. Sesungguhnya Bani Israil itu telah mendapat khabar mengenai akan diutusnya nabi akhir zaman. Bahkan, Nabi Isa pun sudah memberitahukan kepada mereka nama nabi yang akan diutus itu (lihat QS al-Isra’ [61]: 6). Sehingga mereka amat mengenali Rasulullah saw, bahkan seperti mengenali anak-anak mereka sendiri. Allah Swt berfirman:
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (QS al-Baqarah [2]: 146).
Meskipun demikian, itu tidak membuat mereka beriman. Mereka justru ingkar ketika Rasulullah saw diutus, dan menuduh beliau membawa sihr mubîn (sihir yang nyata) (lihat QS al-Shaff [61]: 6). Pengingkaran itu disebabkan karena mereka sakit hati ketika rasul terakhir yang diutus bukan dari kalangan mereka. Allah Swt berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran (QS al-Baqarah [2]: 109).
Rasa dengki itu melahirkan permusuhan terhadap Islam dan umatnya. Berbagai tindakan lancang dan kurang ajar mereka lakukan terhadap umat Islam. Seperti yang dilakukan Bani Qainuqa terhadap seorang Muslimah yang ke pasar mereka. Diam-diam seorang pengrajin mengikatkan ujung baju wanita itu sehingga ketika bangkit, auratnya tersingkap. Mereka pun tertawa dibuatnya. Secara spontan wanita Muslim itu berteriak. Seorang laki-laki Muslim yang berada di dekatnya melompat ke arah pengrajin itu dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi lainnya lalu mengikat laki-laki itu dan membunuhnya. Ketika Rasulullah saw mendengar berita tersebut, Rasulullah saw langsung memobolisasi kaum Muslim. Setelah mereka dikepung dalam benteng selama lima belas hari, akhirnya mereka menyerah. Keputusan akhirnya, Bani Qainuqa’ itu dipaksa angkat kaki dari Madinah.
Tak cukup di situ, Bani Israel itu bahkan menyusun berbagai skenario untuk membunuh Rasulullah saw dan menghabisi kaum Muslim. Ketika Rasulullah saw berada dalam rumah salah seorang Bani Nadhir, ada salah seorang di antara mereka yang diperintahkan untuk membunuh Rasullah saw. Caranya, dengan menjatuhkan batu penggiling dari atap rumah. Namun rencana jahat tersebut gagal karena Rasulullah saw mendapat kabar dari Malaikat Jibril. Tindakan mereka itu tentu jelas merupakan kemaksiatan besar.
Betapa tidak, orang yang hendak mereka bunuh adalah utusan Allah Swt. Sosok yang menjadi uswah hasanah bagi manusia (lihat QS al-Ahzab [33]: 21); tidak keluar dari lisannya kecuali wahyu yang diwahyukan Allah Swt kepadanya (lihat QS al-Najm [53]: 3-4); tidak melakukan perbuatan kecuali mengikuti wahyu-Nya (lihat al-An’am [6]: 50); mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya (lihat QS al-Thalaq [65]: 11); sehingga mentaati perintahnya sama halnya dengan mentaati Allah Swt (lihat QS al-Nisa’ [4]: 69). Terhadap pelaku pembunuhan para nabi, Allah Swt berfirman:
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas (QS al-Baqarah [2]: 61).
Ayat ini menunjukkan betapa besarnya dosa membunuh para nabi. Oleh karena, ketika tindakan itu mereka lakukan terhadap Rasulullah saw, berarti mereka telah melakukan kerusakan atau kemaksiatan besar. Dan sebagai hukuman atas kejahatan mereka, Allah Swt menganugerahkan kemenangan atas mereka. Setelah dikepung benteng mereka selama lima atau enam hari, mereka akhirnya menyerah dan siap hengkang dari Madinah. Rasulullah saw memberikan kesempatan kepada mereka meninggalkan Madinah dengan membawa harta yang dapat dibawa. Berkaitan dengan pengusiran Yahudi Bani Nadhir, Allah Swt berfirman:
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ (2) وَلَوْلَا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ (3)
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengadzab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat adzab neraka. (QS al-Hasyr [59]: 2-3).
Kejadian itu tidak membuat mereka jera. Para pemimpin Yahudi Bani Nadhir kemudian memprovokasi kaum Qurays dan kebilah-kabilah di sekitarnya untuk menyerang Rasulullah saw dan kaum Muslim. Mereka juga berjanji untuk membantu dan mendukun rencana tersebut. Para kabilah yang berhasil diprovokasi itu pun berhimpun menjadi satu. Pasukan yang terdiri dari berbagai kabilah (Quraisy, Kinanah, Ghathfan, dll yang disebut dengan ahzab) berjumlah amat besar, hingga mencapai sekitar sepuluh ribu pasukan. Jumlah tersebut lebih banyak daripada seluruh penduduk Madinah, termasuk anak-anak, orang tua, dan orang-orang tua.
Ketika pasukan ahzab datang hendak menyerbu Madinah, Yahudi Bani Quraidhah pun berkhianat. Mereka mengkhianati perjanjian yang telah disepakati bahwa mereka tidak menolong siapa pun yang hendak memerangi Rasulullah saw. Mereka bersekongkol dengan pasukan kaum Musyrik untuk menikam umat Islam dari belakang; menghabisi umat Islam hingga ke akar-akarnya. Tentu saja, kejahatan mereka pun bisa disebut sebagai kerusakan dan kemaksiatan besar. Dan lagi-lagi, Allah Swt memberikan pertolongan-Nya kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim. Setelah pasukan Ahzab diporakporandakan pasukan malaikat sehingga mereka pulang dengan kekalahan, kaum Yahudi Bani Quraidhah dikepung. Akhirnya mereka berhasil ditaklukkan. Mereka dijatuhi hukuman berat: laki-laki yang sudah baligh dijatuhi hukuman mati, harta bendanya disita. Peristiwa itu diabadikan dalam firman Allah Swt:
وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا (25) وَأَنْزَلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا (26) وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا (27)
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu (QS al-Ahzab [33]: 25-27).
Setelah itu, yang masih tersisa adalah Yahudi yang di Khaibar. Khaibar merupakan kandang kosnpirasi dan pengkhianatan, pangkalan militer, sumber permusuhan, dan pemicu peperangan. Di kampung itu, berhimpun kaum Yahudi yang mendorog bani Quraidhah melanggar perjanjian dan berkhianat; menjalin kontak dengan kaum munafik yang menjadi duri dalam masyarakat Islam; dan berhubungan dengan penduduk Ghathfan dan orang-orang Badui yang memusuhi Islam. Di samping itu mereka menjalin kerjasama dengan kafir Makkah untuk menyerang kaum Muslim. Namun belum sempat makar itu direalisasikan, mereka diserbu terlebih dahulu oleh tentara kaum Muslim. Beberapa benteng yang mereka gunakan sebagai pelindung pun akhirnya berhasil dijebol kaum Muslim. Mereka pun akhirnya ditaklukkan. Kekalahan Yahudi Khaibar sekaligus menjadi akhir keberadaan Bani Israel di Jazirah Arab. Sesudah itu mereka terserak-serak ke berbagai daerah dan negera.
Demikianlah, Bani Israel itu telah melakukan kerusakan dan kesombongan besar. Namun mereka akhirnya dapat dikalahkan dan diusir dari kampung halamannya oleh hamba-hamba Allah Swt: Rasulullah saw dan para sahabatnya. Kejahatan Bani Israil di masa Rasulullah saw itu bisa dimasukkan pada kerusakan pertama.
Kedua, pihak yang mengalahkan mereka. Sebagamaina telah dipaparkan, sebutan ‘ibâd[an] lanâ itu disematkan orang-orang yang menghambakan diri kepada-Nya. Selain ayat yang telah disebutkan di atas, beberapa ayat lainnya juga menyebut Rasulullah saw sebagai hamba-Nya, seperti dalam QS al-Baqarah [2]: 23. Dalam QS al-Tahrim [66]: menyebut Nuh dan Luth sebagai ‘abdinâ min ‘ibâdinâ al-shâlihîn.
Dengan demikian, setelah ayat ini diturunkan maka umat yang berhak menyandang gelar ‘ibâd[an] lanâ adalah umat Rasulullah saw. Dan sebagaimana terjadi dalam sejarah, merekalah yang terbukti diberi pertolongan Allah Swt untuk menghukum kejahatan mereka.
Penyebutan ulî ba’s[in] syadîd[in] makin mengukuhkan kesimpulan itu. Sebagaimana diterangkan al-Syaukani, kata tersebut berarti orang yang memiliki quwwah fî hurûb wa bathsy ‘inda al-liqâ’ (kekuatan dalam perang dan keras ketika bertemu). Sifat ini amat tepat jika dikaitkan dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Dalam berperang, mereka adalah pasukan yang gagah berani. Kekuatan mereka jauh melebih kaum kafir. Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (65) الْآَنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (66)
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS al-Anfal [8]: 65-66).
Ayat ini memberikan gambaran amat jelas, bahwa kekuatan kaum Muslim dua kali lipat dibanding dengan kaum kafir. Bahkan sebelumnya, kekuatan mereka dinyatakan setara dengan sepuluh orang kafir. Ini jelas menunjukkan betapa besarnya kekuatan mereka.
Hampir dalam setiap peperangan melawan kaum kafir, jumlah mereka lebih sedikit. Meskipun demikian, mereka bisa mengalahkan kaum kafir itu. Pada Perang Badar, jumlah kaum Muslim yang hanya 317 harus berhadapan dengan pasukan Qurays yang berjumlah lebih dari seribu. Bahkan pada Perang Mu’tah, pasukan kaum Muslim yang berjumlah 3.000 berhasil mengimbangi pasukan Romawi yang 200.000. Pasukan Romawi itu pun akhirnya ketakutan melanjutkan pertempuran. Sebagaimana telah dipaparkan, semua kabilah Bani Israel di Madinah dan sekitar tak ada yang mampu berhadapan dengan Rasalullah saw dan para sahabatnya.
Umat Islam di bawah pimpinan Rasulullah saw, juga berhasil mengusir seluruh kabilah Bani Israel dari kampung halaman mereka. Ungkapan fajâsû khilâla al-diyâr amat tepat untuk menggambarkan tindakan yang mereka lakukan. Sebagaimana dikatakan Abdul Halim Khawaja dalam Hatmiyatu Izâlat Dawlah Ban Isrâîl, kata fajâsû khilâla al-diyâr berarti datang dan pergi, lalu mengelilingi kampung. Mereka memeriksa, apakah masih ada orang yang tersisa; yang masih belum meninggalkan kampung mereka atau yang belum dihukum mati. Gambaran ini amat sesuai dengan tindakan para sahabat ketika memerangi kabilah-kabilah Bani Israel. Bersambung. (Rokhmat S. Labib, M.E.I. , Ketua Lajnah Tsaqafiyyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia).
Jazakallah ustadz, ditunggu kembali jilid 3-nya
saya yakin yahudi dengan israilnya pasti akan hancur, syariah dan khilafahlah yang akan menggantikannya, ini adalah janji Allah dan Rasulnya. InsyaAllah. Allahu akbar………..
keleluasaan yahudi menzalimi umat islam karena tidak adanya khalifah pelindung kaum muslim.ya Allah kami benar benar rindu Daulah Khilafah Islamiyah sehingga kehormatan kaum muslimin akan benar benar terjaga,ketentraman ada dimana mana dan yahudi akan kembali terserak serak.
Boikot produk israel: Demokrasi, sekularisme, ham, nasionalisme, kapitalisme, sosialisme…………..
y Alloh,tolonglah kami umat islam,berilah kami pemimpin/khalifah yg melindungi kami dari kekejaman bani israel,dan satukanlah umat islam dlm khilafah islamiah