Pakar politik UGM, Prof.Dr.Ichlasul Amal, mengatakan, banyaknya partai politik (parpol) peserta Pemilu 2009 dan calon anggota legislatif (caleg) yang mereka usung telah membingungkan masyarakat dalam menentukan pilihannya namun kebingungan para pemilih tersebut justru diinginkan parpol-parpol.
“Banyak mahasiswa di Yogyakarta yang bingung (menentukan pilihannya-red.) karena begitu banyaknya parpol peserta Pemilu 2009. Kalau pada Pemilu 2004 jumlah parpol hanya 24, kini jumlahnya menjadi 38 parpol (di tingkat nasional-red.). Saya juga bingung,” katanya di depan seratusan orang warga Indonesia di Brisbane, Minggu.
Jumlah caleg yang bersaing untuk memperebutkan 560 kursi di DPR-RI pada Pemilu legislatif 9 April mencapai 11.255 orang dengan 38 parpol peserta pemilu di tingkat nasional.
Akibatnya, persaingan ketat untuk mendulang suara rakyat sebanyak mungkin tidak hanya terjadi antarparpol tetapi juga antarcaleg dari parpol yang sama karena peluang menang caleg tidak lagi ditentukan oleh nomor urut tetapi banyaknya suara yang mereka dapat, katanya.
Dalam pemaparannya di depan warga Indonesia yang menghadiri acara “Dialog Politik Menyambut Pemilu 2009” di kampus Universitas Queensland (UQ) itu, Ichlasul Amal mengatakan, banyaknya jumlah caleg yang diusung setiap parpol adalah strategi parpol bersangkutan untuk mendulang sebanyak mungkin suara pemilih.
Sebagai contoh, para caleg dari daerah pemilihan Provinsi DI Yogyakarta yang bertarung untuk mengisi enam kursi DPR-RI saat ini berjumlah sekitar 50 orang. Kondisi ini menimbulkan kebingungan banyak orang Yogyakarta dalam menentukan pilihan, katanya.
Bagi parpol-parpol kecil, penjaringan caleg bukan hal mudah sehingga ada tukang bengkel dan pengamen yang menjadi caleg karena mereka berpotensi menjaring suara pemilih, katanya.
Namun tidak sedikit pula parpol-parpol peserta pemilu yang tidak punya dana yang memadai bergantung pada para calegnya untuk membiayai kampanye, kata pakar politik yang juga mantan rektor UGM ini.
Hanya saja, para caleg pilihan rakyat sekalipun yang nantinya duduk di DPR-RI tetap tidak bisa terbebas dari ancaman “recall” (diganti antarwaktu) oleh parpol yang mereka wakili karena hak “recall” masih ada, katanya. (mediaumat.com)
Bukan hanya bingung karena banyaknya parpol, tapi menurut saya adalah pemborosan uang negara yang mestinya dapat dihindari. Dalam suatu negara jumlah parpol yang efektif menurut saya adalah 3 atau paling banyak 5 parpol. Selain rakyat tidak dipusingkan oleh banyak parpol, juga kontrol dan pengawasannya lebih mudah, biaya dapat dihemat dan memberikan wadah politik yang bagus buat kader2 nya. Sekarang dengan jumlah parpol lebih dari jumlah provinsi di indonesia akan sangat memboroskan uang negara untuk biaya pemilu, sebagai contoh yang mestinya dengan 3 atau 5 parpol kertas suara yang dipakai bisa ukuran A4 sekarang ini ukuran kertasnya mungkin XL, kemudian dana untuk kampanye tentunya sangat beda jauh biaya untuk 5 parpol dengan puluhan parpol.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah mutu dari para kadernya, bukan berarti dengan banyaknya parpol kader2nya akan menjadi politikus yang berkualitas, tetapi sebaliknya ini memberikan peluang bagi para konglemerat untuk menjadi politikus instan untuk meraup keuntungan bagi dirinya sendiri, sehingga nantinya sistem pemerintahan di indonesia tidak bisa berjalan dengan baik.
biarpun banyak pilihan,asal semuanya menawarkan sistem dari LANGIT ( SYARIAH ISLAM ) dan TEGAKNYA KHILAFAH.Yg penting semuanya mengikuti thariqoh RASULULLAH SAW.
kumaha arek bisa nyontreng mikat ribet
loba teuing