Pemilu tidak menjamin masa depan umat akan lebih baik. Itulah kesimpulan yang disampaikan oleh Ust. Abu Hanifah dalam acara diskusi publik yang bertema “Pemilu dan Masadepan Umat”. Acara ini berlangsung di PonPes Miftahul Huda Kampung Raden Kec. Jati Sampurna Bekasi. ”Meski demikian pemilu kali ini sudah jelas membutuhkan biaya yang sangat mahal, melahirkan penguasa korup, melanggengkan penerapkan sistem sekular dan melanggengkan penjajahan yang pada akhirnya akan tetap menyengsarakan Rakyat”, tambah beliau.
Dalam paparannya, Abu Hanifah menghitung perkiraan biaya Pemilu Nasional menghabiskan anggaran 22 trilyun, Pil-Gub didanai 16.5 trilyun ditambah Pil-Bup12 trilyun. Jadi, untuk memilih wakil rakyat, negara membiayai +/- Rp. 50.5 trilyun. Sungguh dana yang apabila diberikan kepada rakyat miskin sudah puluhan ribu yang bisa dientaskan dari kemiskinan. Biaya ini belum termasuk biaya yang dikeluarkan pribadi calon wakil rakyat, calon presiden dan tim sukses serta simpatisannya.
Sedangkan pada faktanya, pemilu kali ini adalah untuk memilih wakil rakyat dan dewan perwakilan daerah serta pemilihan presiden langsung tentunya tidak akan pernah merubah sistem sekuler yang telah berjalan hingga detik ini. “Bagaimana mungkin pemilu yang melanggengkan sistem sekular akan melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang memiliki sifat sebagaimana sifat-sifat Nabi SAW yakni Sidik, Fatonah, Tabliq dan Amanah?, ” lanjut beliau.
Biaya pencalonan dan kampanye para calon wakil rakyat, kepala daerah dan calon presiden untuk menebar janji-janji dan merayu rakyat tidaklah sedikit. Bisa jadi apabila mereka bukan orang kaya tentu membutuhkan sponsor para pemodal kapitalis. Dan tentunya para pemodal kapitalis baik yang dari dalam negeri maupun asing tidak memberikan dananya cuma-cuma dan akan ditagih kelak ketika mereka berkuasa dengan memberi mereka proyek, kemudahan-kemudahan bisnis bahkan membuatkan aturan-aturan undang-undang yang menjamin mereka untuk terus mengeruk kekayaan negeri ini dengan legal. Hal ini bisa dilihat dari hasil undang-undang seperti UU Migas, UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal dan UU BHP serta lainnya yang syarat dengan kapitalisasi. ”Bukankah ini namanya melanggengkan penjajahan?” tanyanya.
Begitu pula janji-janji yang mereka tebar sangat membius, akan menggratiskan sekolah, memberikan pekerjaan, bahan pokok murah, menggratiskan pengobatan dll. Dan yang menjadi pertanyaan dari mana nantinya penguasa-penguasa itu akan membiayainya? Pastinya, biaya itu dipungut dengan ”suka paksa” dengan menjual aset-aset BUMN dan juga menarik pajak. Pada akhirnya rakyat juga yang akan menanggungnya. Para penguasa menikmati gaji dan fasilitas yang enak, para sponsor pemodal kapitalis menikmati proyek dan rakyat tetap sengsara. Sungguh tata kehidupan bermasyarakat yang buruk dan tidak adil. Sementara tidak ada sama sekali nilai illahian akan mereka kejar dan akan diwujudkan dalam masyarakat berbangsa dan berbegara. Lalu untuk apa semua itu?
Sedangkan dalam sistem Islam, pemilu hukum asalnya adalah mubah dengan biaya yang seefisien mungkin yang paling penting adalah penguasa yang dihasilkan wajib tunduk untuk menerapkan hukum-hukum Allah (hukum Syariah) dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah yang akan menjamin masa depan umat yang lebih baik yakni ketika mereka mau berjuang dan mewujudkan Syariah dan Khilafah untuk melanjutkan kehidupan Islam.
Peserta yang hadir cukup antusias mendengarkan dan bertanya untuk mendapatkan kejelasan sikap dalam menghadapi pemilu kali ini. Ada ratusan hadirin yang memadati masjid dan halamannya hingga diskusi berakhir yang dilanjutkan dengan Sholat Dhuhur berjamaah.
Acara ini dihadiri oleh pimpinan pondok pesantren Miftahul Huda Ust. Marzuki. Dalam sambutannya beliau mengajak semua hadirin untuk senantiasa beriman dan beramal sholeh yang mana amal sholeh bukan hanya amal-amal yang sifatnya individual seperti sholat, puasa, mengaji dll. Akan tetapi juga amal sholeh yang dapat menghantarkan tegaknya Syariat Allah dalam bingkai Daulah Islamiyah.
Karena keterbatas waktu, tidak semua pertanyaan audiens dijawab dengan tuntas namun justru dengan itu diharapkan mereka dapat memfolow up nya dengan undangan HTI yang lain atau datang di Maktab HTI Jatisampurna. (Choi)