Komentar Politik Atas Perang 1967 yang Dipublikasikan Tanggal 12 Juni 1967

Terlihat jelas sekarang bahwa perang tiga hari di Palestina dan Sinai, yaitu perang yang mendorong Mesir mengerahkan tentaranya di Sinai dan di Sharm el-Sheikh dengan maksud untuk merehabilitasi antek Amerika, Abdel Nasser di wilayah itu, agar dengannya dapat membangkitkan kemarahan. Pengerahan tentara tersebut dimanfaatkan betul oleh Inggris untuk menjalankan rencana-rencananya yang telah lebih dari setahun direncanakan namun tidak berjalan mulus. Itu semua dapat dijalankan berkat bantuan seorang pengkhianat, yaitu Raja Hussein, dan adanya kesepakatan dengan Israel. Dengan demikian, mulai terungkap konspirasi Inggris terhadap umat Islam. Fakta-fakta itu mengungkapkan bahwa Inggris dan anteknya, yaitu sang pengkhianat, Hussein. Mengingat, karena mereka itulah, maka orang-orang Yahudi dapat melakukan pembantaian terhadap umat Islam, menghancurkan negaranya, serta menaikkan berdera dan simbol Zionis di atas Masjid Al-Aqsa.

Inggris yakin bahwa menaklukkan Teluk Aqaba tidak mungkin dilakukan dengan kekuatan militernya. Untuk itu, ia mulai berusaha dengan cara lain. Sedang cara yang paling mungkin adalah menciptakan perang skala besar, yakni kembali pada rencana-rencananya semula. Akhirnya mereka segera menghubungi orang-orangnya di Israel dan juga anteknya, yaitu sang pengkhianat, Raja Hussein. Komunikasi dengan orang-orangnya di Israel berlangsung antara 22 dan 26 Mei 1967. Di mana ia mulai menekan Perdana Menteri Israel, Levi Eshkol, dan Ben Gurion dipersiapkan untuk menggantikan posisinya. Setelah berunding akhirnya mereka sampai pada sebuah kompromi (jalan tengah). Kemudian, Moshe Dayan diangkat sebagai Menteri Pertahanan Israel, dan Haim Bar Lev diangkat sebagai Deputi Kepala Staf. Dengan begitu orang-orangnya Inggris telah menguasai militer Israel untuk memimpin peperangan melawan negara Arab. Hal itu terwujud secara penuh pada 1 Juni 1967.

Semua itu terlihat jelas melalu studi komparasi berbagai peristiwa dan kajian berbagai fakta bahwa Inggris telah bersiap untuk terlibat dalam perang membantu orang-orang Yahudi, tetapi tidak dengan cara terbuka, seperti yang terjadi pada tahun 1956. Namun dengan cara sembunyi-sembunyi. Inggris tampak mengirimkan ke Israel sejumlah besar pesawat tempur dan sekaligus pilotnya, serta dikirim pula staf umum pasukan untuk merencanakan peperangan. Dengan demikian, praktis Inggrislah yang memerintahkan peperangan dan yang merencanakannya melalui beberapa staf perwira Inggris. Dan secara riil, pesawat-pesawat tempur Inggris dan pilot-pilotnya yang memimpin serangan udara. Dengan demikian, apa yang dikatakan Mesir bahwa Inggris berkonspirasi dan ikut serta dalam melakukan serangan udara itu benar. Tetapi, tidak seperti yang dikatakan Kairo, dimana pesawat tempur itu datang dari kapal induk yang ada di laut. Justru yang benar adalah Inggris telah mendatangkan beberapa pesawat tempur dan pilotnya, serta staf umum pasukan sebelum peperangan dilakukan. Bahkan Inggris telah mempersiapkan semuanya jauh sebelumnya. Inggrislah yang merencanakan peperangan, yang memimpin serangan udara secara riil, dan Inggris pulalah yang memimpin Israel.

Keterlibatan Inggris dalam peperangan ini adalah keterlibatan penuh. Hal itu terbukti bahwa Inggris telah mempersiapkan semuanya, dan Inggris menjadi penopang kekuatan persenjataan udara. Bahkan Ingris pada minggu terakhir bulan Mei 1967 sudah berhubungan erat secara riil dengan faksi Ben Gurion. Hal itu tampak pada penyerahan Departemen Perang dan kepemimpinan militer pada faksi Ben Gurion pada hari pertama bulan Juni. Dengan demikian, Inggris telah menjamin kesiapan Israel untuk menghadapi peperangan.

Sementara kontak Inggris dengan anteknya, sang pengkhianat, Raja Hussein tampak mulai intensif dilakukan pada waktu yang sama, yaitu antara tanggal 22 dan 26 Mei 1967. Raja Hussein bertemu dengan Dubes Mesir pada tanggal 26 Mei 1967 di Amman, dan dihadiri oleh Gubernur al-Quds (Yerusalem), Anwar Al-Khatib. Raja Hussein meminta Dubes Mesir untuk memberitahu Kairo bahwa Yordania sudah siap untuk menandatangani kekuasaan penuh dengan Republik Uni Arab, khususnya yang terkait dengan aktivitas yang telah direncanakan, serta telah siap untuk merubah departemen dan setiap orang yang dipandang oleh Kairo tidak sesuai. Setelah pertemuan ini, Dubes pergi ke Kairo. Namun, Abdel Nasser menunjukkan bahwa ia tidak menerima tawaran dari Raja Hussein ini. Dalam pidatonya yang disampaikan tidak lama setelah itu, ia mengatakan bahwa reaksioner telah meminta kita untuk bekerja sama, tetapi kami menolaknya. Kami tidak ingin bekerja sama dengan bukit kecil yang menjadi spionase Inggris-Amerika.

Raja Hussein tidak putus asa, ia kembali mengontak Abdul Nasser dengan cara yang lain. Pada hari Selasa, 30 Mei 1967 masyarakat dikejutkan dengan kedatang Hussein ke Kairo, dan mengadakan pakta pertahanan bersama. Ketika Hussein kembali ke Amman telah disiapkan upaya penyambutan oleh rakyat yang luar biasa meriahnya di sepanjang kiri kanan jalan-jalan Amman yang dilalui mobilnya. Setelah satu setengah jam perjalanan, ia pun sampai di istana. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang terpaksa untuk membungkukkan kepalanya agar bisa menciumnya. Semua itu telah menjadikan Abdul Nasser berhasrat untuk berkerja sama membuat sebuah pakta pertahanan bersama, karena terkesan dengan sambutan yang luar biasa terhadap Raja Hussein.

Pakta pertanahan bersama inilah yang memungkinkan Inggris ikut serta dalam memerangi Tepi Barat dan menyerahkannya. Dan fakta yang menunjukkan bahwa Raja Hussein telah menyiapkan semua persoalannya kepada Inggris untuk memukul (menyerang) adalah pada tanggal 23 Mei 1967, Raja Hussein bertemu dengan para perwira senior, dan mengatakan kepada mereka bahwa pergerakan tentara Mesir ini tujuannya bukan Israel, melainkan kami (Yordania). Inggat! Abdel Nasser itu adalah antek Amerika yang setia. Dia ingin menginternasionalisasikan al-Quds (Yerusalem) dan mendirikan pemerintah Palestina untuk berdamai dengan Israel. Sekali lagi saya ingatkan! Anda harus waspada sekecil apapun peristiwanya dalam hal ini. Lalu. pada tanggal 29 Mei 1967, Raja Hussein bertemu dengan perwira tentara. Dia berbicara dengan mereka khusus tentang krisis, serta tentang konsultasi dan negosiasi dengan Dubes Mesir. Kepada mereka dia berkata, dan bahkan dia bersumpah tiga kali bahwa dia akan membakar Abdel Nasser, antek Amerika dalam peperangan ini. Perundingan ini terus berlangsung hingga dia pergi ke Kairo tanggal 30 Mei 1967, dan membuat pakta pertahanan bersama.

Setelah persiapan untuk Inggris sempurna, maka Raja Hussein mengadakan pakta pertahanan bersama pada tanggal 30 Mei 1967 tersebut. Pada tanggal 1 Juni 1967 Moshe Dayan resmi menjabat Menteri Pertahanan, dan diperintahkan untuk membuat setiap sarana peperangan. Dayan pergi ke Kanada dan AS untuk memastikan bahwa Amerika akan diam dan bersikap netral. Pada tanggal 2 Juni 1967 dia pergi ke Amerika, dan ia bertemu dengan Perdana Menteri Kanada dan Presiden AS, Lyndoln B. Johnson selama dua hari. Pada tanggal 4 Juni 1967 dia kembali ke Inggris dan sangat puas dengan sikap netralitas yang ditunjukkan Amerika. Dan pada tanggal 5 Juni 1967 Israel mulai menyerang ke Sinai, lalu diikuti serangan ke Tepi Barat.

Demikian inilah persiapan yang dilakukan Inggris untuk menciptakan sebuah peperangan secara militer di Israel, tentang anggkatan udara Inggris, dan tentang pengiriman tentara Yordania kepada Israel untuk dibantainya. Terkait peperangan yang dilakukan Yordania, khususnya, dan teknis pengiriman tentaranya, maka sebenarnya tidak terjadi peperangan di Yordania, kecuali hanya perang di radio, artinya perang militer tidak pernah terjadi. Sedang beberapa individu dan perwira yang melakukan perlawanan telah menunjukkan tekad dan keberanian mereka dengan memasuki perkampungan Moherm Yahudi di al-Quds (Yerusalem) pada hari pertama. Namun, kemudian mereka menarik diri karena orang-orang Israel mengambil jalan memutar melalui desa Shu’fat. Adapun tentara Yordania, maka secara umum tidak terjadi peperangan sama sekali.

Tentara Yordania pergi melalui Tepi Timur untuk memasuki peperangan. Dalam perjalannya mereka melintasi jalan-jalan di pusat kota Amman dilengkapi senjata berat dan ringann, seperti tank-tank yang membuat masyarakat di antara para remaja dan orang dewasa merasa tergetar. Jumlah tank-tank itu mencapai angka tiga ratus tank, bahkan ada yang mengatakan lebih dari angka itu. Akan tetapi, tank-tank itu tidak melakukan peperangan, melainkan pergi ke Tepi Barat. Di sini mereka tidak melakukan peperangan namun menunggu dan hanya menunggu perintah. Ketika musuh menyerangnya, maka dengan mudah musuh menghancurkan semua peralatannya, karena mereka dalam posisi menunggu, bukan dalam posisi yang siap siaga untuk berperang dan bertempur. Bahkan mereka dalam posisi diam dan menunggu, atau mereka dalam posisi menarik diri ke Tepi Timur yang mereka namakan dengan garis pertahanan kedua. Pertahanan dan persenjataan mereka semua hancur, termasuk mobil-mobil yang diparkir di lembah yang dipersiapkan, semuanya hancur tanpa kecuali. Begitu pula, sebagian besar peralatan pasukan Irak juga ikut hancur. Semuanya dihancurkan hanya dalam sekali serangan.

Pasukan Yahudi adalah pihak yang memutuskan tempat berlangsungnya peperangan di Yordania. Yordania tidak berpartisipasi sama sekali, kecuali setelah penembakan di al-Quds (Yerusalem). Maka mereka mengadakan peperangan di al-Quds saja. Sementara di perbatasan-perbatasan yang lain tetap tenang. Kemudian tentara Israel bergerak menuju Jenin, sehingga pertempuran dengan mereka terjadi di Jenin. Sementara perbatasan-perbatasan yang lain diam. Dari semua itu jelaslah bahwa Yahudi ingin memisahkan dan melenyapkan Hebron dan juga Betlehem, ketika al-Quds (Yerusalem) telah dikuasai. Mereka juga ingin memisahkan Nablus, Tulkarm dan lainnya, ketika mereka berhasil memasuki Tubas dan Badan melalui Jenin. Dengan demikian seluruh Tepi Barat telah jatuh, sehingga tidak perlu lagi melakukan peperangan di tempat lain. Kemudian keluarlah perintah untuk menarik diri dari Jenin dan dari al-Quds (Yerusalem) ke garis pertahanan kedua, yakni ke Tepi Timur. Dengan demikian, seluruh Tepi Barat berhasil dikuasai Israel hanya dalam waktu 48 jam saja.

Peperangan di Tepi Barat diawasi sendiri oleh Raja Hussein, sehingga dijamin tidak adanya pemberontakan. Beberapa hari sebelum peperangan mereka telah melakukan pertemuan, dan mengingatkan mereka akan konsekuensinya jika mereka melanggar perintah. Mereka selalu diingatkan tentang pentingnya kedisiplinan dan kepatuhan terhadap perintah. Namun demikian ada beberapa unit yang melakukan memberontak tetapi akhirnya mereka berhasil dihancurkan. Sementara di Hebron dan pemberantasannya, maka di sana tidak terjadi tembakan meski hanya sekali. Pasukan yang ada di hadapan kaum kafir semua durhaka. Mereka mengeluarkan perintah untuk menarik diri dan meninggalkan senjatanya, serta tidak memberikan kesempatan kepada komandan untuk memutuskan rencana selanjutnya. Hal itu terjadi pada hari Rabu 7 Juni 1967. Setelah mereka menarik diri, semua pesawat tempur dan peralatan lainnya dihancurkan.

Penduduk Hebron sendiri berulang kali meminta senjata kepada gubernur. Namun, gubenur menjanjikan pasukan militer sehingga tidak perlu persenjataan untuk mereka. Akhirnya tekanan pada gubernur semakin kuat, pada hari Rabu 7 Juni 1967 pada saat kehadiran walikota Hebron. Lalu walikota Hebron menyampaikan kepada mereka bahwa Hebron adalah kota terbuka. Dia dan gubenur telah menyerahkannya kepada pemimpin Israel sehari sebelumnya, yaitu pada hari Selasa. Pada Kamis sore tanggal 8 Juni 1967 orang-orang Yahudi memasuki Hebron tanpa ada peperangan. Dan itu semua, setelah penghentian peperangan secara riil di semua front Yordania.

Inilah beberapa fakta proses peperangan di Tepi Barat, dan beberapa fakta proses penyerahan Tepi Barat oleh Raja Hussein kepada Israel. Semua proses itu diawasi sendiri olehnya, sebab dia takut dalam proses penyerahan ini terjadi pemberontakan dan kekacauan. Apakah setelah mengetahu fatkta-fakta yang tidak terbantahkan ini masih ada masyarakat yang tidak mengerti bahwa Inggris yang bersekongkol menghancurkan pesawat tempur Mesir dan membantai tentara Mesir. Ingat! Inggris bersama anteknya, sang pengkhianat Hussein yang telah menyerahkan Tepi Barat dan Masjid Al-Aqsa kepada Israel, sehingga Israel dapat menaikkan bendera dan simbol Zionis di atasnya. Benar, Inggris adalah yang memimpin Israel dalam peperangan ini. Sementara sang pengkhianat, Raja Hussein adalah yang memimpin secara langsung proses penyerahan Tepi Barat dan Masjid Al-Aqsa.

Inilah kenyataan yang memalukan dan meyedihkan, serta proses terjadinya. Adapun yang mendorong semua itu dijalankan terkait persoalan Palestina, maka sesungguhnya Inggris dalam rencana-rencananya dengan menciptakan perang bersekala besar di kawasan Timur Tengah adalah keinginan untuk memukul (menjatuhkan) Abdel Nasser yang merupakan antek Amerika, membersihkan persoalan Palestina, dan penciptaan bulan sabit yang subur. Semua itu telah diusahan dan dicoba oleh Inggris sejak Februari 1966 hingga sekarang dan terus berusaha untuk berhasil. Tetapi sekarang ini, dalam perang sekala besar di Palestina dan di Sinai, Inggris berhasil memukul Abdel Nasser dengan sangat keras dan serius, jika tidak dikatakan hampir mematikan.

Inggris telah membuat sendiri penopang yang kuat untuk pembersihan persoalan Palestina, namun tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa ia akan berhasil dalam rancangannya, termasuk rancangannya terkait perang sekala besar ini. Oleh karena itu, kami katakan bahwa Inggris hanya menciptakan penopang-penopang saja, Inggris gagal dalam proses terkait persoalan pembersihan. Adapun keberhasilannya dalam hal penopang, maka pendudukan yang dicapai Israel adalah penopang yang dapat dijadikan sebagai subjek bargaining. Sementara ketidak berhasilannya dalam mewujudkan rencananya, maka sesunguhnya objek krisis bukanlah Palestina, melainkan polisi internasional dan Teluk Aqaba, bukan yang lain.

Untuk itu, keberhasilan Israel menduduki Tepi Barat dan Sinai tidak menjadikan sebagai pendudukan yang abadi, melainkan pendudukan yang sementara. Seperti pendudukan di Sinai dan Gaza pada tahun 1956. Israel akan melakukan perundingan untuk keluar dari tempat-tempat yang didudukinya sebagai konsesi. Sehingga hal itu tidak bisa dijadikan sebagai jalan pembersihan. Bahkan, ia hanya penopang untuk solusi pembersihan. Oleh karena itu, sekarang Amerika melakukan aktivitas politik di luar Amerika dan di dalam Amerika sendiri, serta di Rusia untuk mengeluarkan Israel dari tempat-tempat yang didudukinya, dan masuk dalam perundingan mengenai masalah-masalah pengungsi untuk melaksanakan rencananya terkait penyelesaian masalah Palestina.

Dengan demikian, hasil dari proses ini adalah untuk menjalankan secara riil menuju pembersihan persoalan Palestina, baik sesuai dengan rencana AS maupun Inggris. Jika faktanya demikian, maka masalahnya sekarang setelah pendudukan Israel adalah sebuah tindakan kriminal apabila seorang Muslim terkait persoalan Palestina menempuh jalur politik apapun. Sebab dalam hal ini hanya tinggal satu jalan saja tidak ada yang lain, yaitu jalan militer, jalan perang yang tidak terbatas, perang yang membinasakan, dan tidak ada jalan lain sama sekali. Untuk itu, kami seru umat Islam di seluruh dunia untuk segera menyelamatkan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, dan kami menyerukan mereka untuk segera berjihad. Sekaranglah, saat yang baik untuk melakukan serangan mengembalikan kehormatan.

4 Rabi’ul Awal 1387/12 Juni 1967
Tanggal 5 Juni 2007
Sumber: Publikasi Hizbut Tahrir

2 comments

  1. ya allah berikanlah ganjaran yang setimpal kepada para penguasa yang bekhianat kepada rakyatnya,,, benar-benar BIADAB…bangsa kera yang menjijikan.

  2. sebetulnya bangsa kera itu selalu KEOK sama tentara kita…cuma berhubung para tentara kita udah tercerai berai plus penguasa yang munafik yang menjadi kaki tangan orang2 kafir jadi gini dech banyak diboongin…smoga Allah mempersatukan tentara kita kembali dalam naungan khilafah…
    keep spirit bwt smua para pejuang KHILAFAH jangan menyerah…INGATLAH JANJI ALLAH…ALLAHUAKBAR…!!!..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*