Gas Alam Turki dan Pertarungan Global

Kenaikan harga gas alam sejak awal tahun 2005 hingga sekarang telah mencapai 87,7 %. Hal itu berpengaruh negatif terhadap industri dan individu masyarakat. Gas alam telah menjadi obyek yang menyibukkan opini umum di Turki secara berkelanjutan. Pemerintahan partai Keadilan dan Pembangunan telah menyatakan secara gamblang bahwa kenaikan harga itu disebabkan (kebijakan) pemerintahan-pemerintahan terdahulu dan disebabkan keterkaitan harga gas alam dengan harga energi global. Meski demikian rakyat belum merasa puas dengan pernyataan gamblang itu. Rakyat tetap saja mengoreksi pemerintah partai Keadilan dan Pembangunan atas masalah ini. Sampai pada tingkat bahwa pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan –yang menjadi ahli di dalam “memberi satu sendok mengambil satu sekop”- terakhir kali, menjelang pelaksanaan pemilu lokal dan untuk meredakan reaksi rakyat yang ramai telah menurunkan harga gas alam secara parsial sampai 17%. Tidak diragukan bahwa penurunan harga gas alam itu bagi partai adalah untuk target pemilu saja.

Di dalam masalah ini terdapat beberapa pertanyaan, apa sebenarnya hakikat kenaikan harga gas alam? Apa sebab keterkaitan harga gas alam dengan mekanisme harga internasional? Apakah ini lahir dari suatu strategi pemerintah Turki? Apakah faktanya tidak mungkin menurunkan harga gas alam, ataukah bahwa itu lahir dari kesalahan di dalam kebijakan-kebijakan yang diikuti? Bagaimana strategi yag harus diambil dalam masalah harga gas alam ini dan apa solusi mendasar untuk semua itu?

Di dalam tulisan ini kami akan memaparkan point-point untuk menjelaskan fakta gas alam, strategi yang diikuti oleh pemerintah partai Keadilan dan Pembangunan dan yang diikuti oleh pemerintahan-pemerintahan sebalumnya dalam masalah yang berkaitan dengan gas alam. Juga apa pandangan pemerintahan itu terhadap masalah gas alam dan apa kepentingan orang yang mengurus masalah itu, apakah kepentingan rakyat mereka ataukah kepentingan negara-negera besar yang mereka layani?

Setelah krisis minyak yang meletus pada akhir tujuh puluhan abad yang lalu, minyak akhirnya menjadi alat utama di dalam politik luar negeri negara-negara di dunia. Setelah itu hubungan internasional dan untuk beberapa dekade disandarkan kepada minyak. Sedangkan gas alam yang belum tersebar luas penggunaannya saat itu belum memiliki nilai strategis internasional. Selama jangka waktu yang lalu gas alam mulai menempati posisi strategis karena akhirnya mengambil bagian penting dan mendasar di dalam kehidupan sehari-hari karena kemudahan penggunaannya, meski ada kesulitan di dalam transportasinya jika dibandingkan minyak. Hal itu menyebabkan gas alam dipakai oleh negara-negara pemiliknya sebagai alat di dalam politik luar negerinya. Rusia yang merupakan negara paling awal yang memanfaatkan gas alam secara berpengaruh. Akhirnya barat memandang bahwa gas alam menjadi alat penekan strategis. Sesungguhnya minyak dan gas alam di Asia Tengah yang mengalirkan air liur Amerika Serikat yang menjadi pengimpor hidrokarbon terbesar di dunia, dan Uni Eropa yang berupaya untuk memperkuat keamanan energinya melalui sumber-sumber itu, juga China dan India yang mulai muncul sebagai kekuatan pesaing. Minyak dan gas itu sekarang menjadi obyek taktik dan manuver antara Amerika Serikat, Rusia dan China. Yaitu masalah gas alam di kawasan itu berputar di dalam kertas-kertas tiga kekuatan tersebut. Disebabkan kebijakan-kebijakan hina yang diikuti oleh para penguasa Timur Tengah, Asia Tengah dan Turki –yang memerintah kawasan strategis paling penting di dunia dari sisi kepemilikan atas sumber-sumber energi termasuk di dalamnya sejumlah besar gas alam- kekayaan-kekayaan itu jatuh ke tangan-tangan kekuatan asing yang menjadi pihak yang memerintah dan melarang di dalam kekayaan-kekayaan kita dan menentukan politik-politik yang ditempuh.

Setelah paparan singkat tentang gas alam yang telah memiliki bagian penting dan strategis di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat , maka kami kembali kepada masalah mendasar kita yaitu strategi Turki terhadap gas alam.

Sejak didirikan, Republik Turki dan politiknya adalah politik negara yang beredar di orbit (negara besar) dan dalam masalah gas alam politik yang ditempuh adalah politik yang sama. Bukannya menjadikan dirinya sebagai pusat energi, Turki justru mengikuti politik yang menjadikan dirinya diantaranya hanya sebagai jalan lintas energi bukan sebagai pusat. Hal itu menjatuhkan Turki ke posisi rendah yang menjadikannya membutuhkan negara-negara asing dalam masalah gas alam sebagaimana kondisinya dalam masalah-masalah lainnya. Masa ketergantungan Turki kepada gas alam luar negeri bermula pada 18 September 1984 melalui kesepakatan yang dibuat dengan Uni Soviet kala itu, dan masa itu berlanjut melalui kesepakatan yang dibuat dengan Federasi Rusia pada 10 Desember 1996. Yaitu ditandatanganinya kesepakatan “Aliran Biru –Blue Stream” yang memasuki tahap implementasi setelah disetujui oleh Parlemen Turki pada 01 April 1998 yang dikenal sebagai tuduhan-tuduhan korupsi dan Mas’ud Yilmaz. Disamping itu Turki juga mengimpor gas alam dari Iran, dan mengimpor gas alam cair (LNG – Liquid Natural Gas) dari Azerbaijan, Nigeria dan Aljazair.

Turki yang sudah mengimpor gas alam dari luar negeri sejak 1987 sebenarnya memerlukan cadangan-cadangan gas alam di dalam perut bumi sejak 15 tahun lalu. Turki pada bulan-bulan musim dingin yang menggigit menghadapi masalah kekurangan pasokan gas alam. Meski menghadapi semua itu, hingga sekarang Turki tidak menyelesaikan masalah tersebut dengan penyelesaian yang bersifat mendasar. Karena gas alam yang diimpor itu tidak ada tempat untuk menyimpannya maka konsumen mendapat suplay secara langsung. Dan karena Turki menjalankan kesepakatan gas alam sesuai syarat “ambil atau bayar” dan karena Turki tidak memiliki tempat penyimpanan bagi gas alam yang diimpor, maka Turki mensuplay konsumen dengan kebutuhan mereka dan dipaksa membayar harga lebih yang terus melambung. Ini dari sisi strategi yang menjadikan Turki bersandar kepada gas alam luar negeri dalam kondisi yang menyedihkan. Turki yang bersandar secara total kepada gas alam luar negeri memproduksi sebagian besar listriknya dengan gas alam. Meskipun ada bahan-bahan tambang alternatif yang bisa digunakan dalam memproduksi listrik seperi batu bara dan lijnit (salah satu jenis batu bara) namun menjadi sampai pada batas tidak mungkin digunakan dari sisi undang-undang dan pajak tinggi yang ditetapkan oleh negara atas sektor swasta jika ingin memanfaatkannya. Hal itu karena pemerintah TUrki –yang dalam hal energi bersandar kepada luar negeri- meski memiliki cadangan besar bahan tambang alternatif untuk diproduksi dan digunakan maka pada waktu pemerintah menetapkan pajak tinggi terhadap sektor swasta yang ingin memanfaatkan bahan-bahan tambang, pada saat yang sama pemerintah menetapkan bea impor (gas) hanya 1 %. Ini menampakkan ketergantungan Turki secara total kepada luar negeri. Di sisi lain, Turki memiliki potensi energi matahari yang bisa digunakan dalam memproduksi listrik. Setelah krisis gas alam yang terjadi antara Turki dan Ukraina pada bulan Januari 2009, menteri energi dan sumber daya alam Hilmi Güler dalam hal yang berkaitan dengan pentingnya energi alternatif, ia mengatakan: “sesungguhnya energi surya yang tersimpan di Turki mencapai 380 milyar kilowatt jam per tahun”. Meskipun ada sumber-sumber alternatif untuk memproduksi listrik di Turki namun pemerintah Turki yang sering berganti tidak memanfaatkannya sejak lama. Dan dilontarkannya hal itu secara resmi saat ini pasti memiliki tujuan politik. Dan karena sektor swasta yang akan melakukan produksi itu maka adalah penting mengetahui karakter perusahaan-perusahaan yang melakukan itu.

Atas dasar itu, ketergantungan kepada luar negeri dalam impor gas alam, ketergantungan terhadap gas alam dalam memproduksi listrik, kondisi stasiun-stasiun pembangkit listrik (dibawah sektor swasta) yang tergantung kepada gas alam dimanfaatkan dengan tujuan keuntungan, dan perusahaan distribusi gas alam yang memungut sejumlah keuntungan tinggi sebagai kompensasi pelayanan dan ketatnya perbankan (Amortize), semua itu menciptakan tekanan bagi kenaikan harga gas alam dan listrik.

Atas dasar itu, kajian strategis gas alam di Turki yang mengimpornya sampai lebih dari 90% tidak mungkin dipisahkan dari kondisi internasional. Sehingga bisa dipahami realita Turki dan perannya di dalam area ini maka harus dipaparkan negara-negara yang memiliki sumber-sumber gas alam dan yang memanfaatkannya sebagai sumber kekuatan strategisnya. Berikut ini kami paparkan strategisnya gas alam bagi kekuatan tersebut untuk memahami strategi Turki terhadapnya dan untuk menetapkan solusi mendasar untuk masalah ini.

Pasca runtuhnya Uni Sovuet sebagai kekuatan besar setelah masa perang dingin, Rusia kembali menelaah potensinya. Melalui penelaahan kembali itu Rusia memutuskan –yang tidak mungkin menyaingi Amerika disisi ekonomi dan militer- untuk memanfaatkan sumber-sumber energi yang melimpah di Rusia secara strategis. Pada abad ke-19 terjadi perdebatan antara Rusia dan Inggris atas Kaukasus dan Asia Tengah yang disebut “Permainan Besar”. Inggris memandang aneksasi imperium Rusia ke Kaukasus dan Asia Tengah pada saat itu sebagai ancaman bagi jajahannya di India. Rusia terkejut karena Inggris memobilisasi suku-suku muslim untuk menentangnya. Hal itu mendorong Rusia melancarkan perang berdarah ke Afganistan. Perang itu memiliki kepentingan sangat tinggi untuk menguasai Asia Tengah dan India.

Pada zaman kita sekarang ini dan setelah runtuhnya Uni Soviet mulailah”permainan besar yang baru”. Peta permainan besar yang baru ini meliputi Kaukasus, Asia Tengah, Utara Afganistan, dan bagian barat China. Permainan besar ini ditujukan untuk menguasai produksi miyak dan gas alam Kaukasus dan Asia Tengah yang nilainya mencapai milyaran dolar (sesuai informasi departemen energi Amerika nilainya sebesar 200 milyar barel minyak dan 15 trilyun meter kubik gas alam). Untuk itu Rusia berupaya meluaskan penguasaannya terhadap sumber-sumber energi di sana untuk mendapatkan manfaat dari ongkos transportasi melalui wilayahnya dan untuk memiliki penguasaan strategis melalui penguasaan energi. Di dalam permainan yang baru ini Inggris meninggalkan atau minimal mundur dari posisinya untuk Amerika Serikat. Disamping Rusia, maka China, Turki dan Iran juga memiliki peran.

Pada jangka waktu paling akhir, tensi persaingan di dalam permainan besar sampai pada tingkat tertinggi. Khususnya setelah revolusi berwarna yang dimulai oleh Amerika Serikat di kawasan tersebut. Revolusi-revolusi itu dan perlawanan-perlawanan terhadapnya meningkatkan eskalasi persaingan. Sesungguhnya kompensasi Rusia atas sebagian kerugiannya yang disebabkan krisis ekonomi global paling akhir, kompensasi yang diperolehnya dengan memanfaatkan kenaikan harga minyak sebelum meletusnya krisis ekonomi, upaya China yang menghentikan ketergantungannya terhadap jalan laut dalam suplay hidrokarbon melalui pemanfaatan jalur pipa Rusia-Kazakhstan dan melalui kesepakatan penjualan jangka panjang, semua itu telah menyebabkan berubahnya neraca permainan. Sesungguhnya pengaruh Amerika Serikat yang terangkat karena terror di “pusat Asia Tengah” meninggalkan posisinya untuk gerakan kebangkitan yang dilakukan Rusia dan China. Khususnya jaringan pipa Kazakhstan-China untuk mengalirkan minyak yang dahulu dinilai memerlukan biaya terlalu besar dan merupakan proyek yang tidak serius, akhirnya jaringan itu berubah menjadi serius sampai pada batas mulai berfungsi secara riil sejak 15 Desember 2005.

Amerika Serikat berupaya menanamkan pengaruh di Ukraina yang berada pada jalur pipa minyak Odessa-Brody dan pada jalur pipa Pusat Asia-Tranko untuk gas alam. Amerika juga berupaya menanamkan pengaruh di Georgia yang berada pada jalur pipa minyak Baku-Tbilisi-Ceyhan. Hal itu untuk bisa memanfaatkan jaringan-jaringan pipa itu tanpa pengaruh Rusia untuk mencapai sumber-sumber energi yang beragam. Yang tampak bahwa revolusi berwarna yang dilakukan Amerika di Georgia dan Ukraina adalah karena sebab geo-strategi yang jauh lebih dalam dari sekedar menciptakan keseimbangan di dalam masalah minyak dan gas alam. Tujuannya adalah mengesampingkan peran dan bobot Rusia. Seperti telah diketahui bahwa Amerika Serikat sejak beberapa tahun lalu telah mengikuti strategi yang mencakup pelaksanaan revolusi berwarna dan berbunga-bunga yang silih berganti disandarkan kepada Soros di negara-negara merdeka yang berdiri pasca runtuhnya Uni Soviet dimana geografi Kaukasus kaya dengan minyak dan gas alam.

Hanya saja Rusia yang telah barhasil menghimpun kekuatan perekonomiannya dibawah kepemimpinan Putin, telah menyiapkan tipudayanya diatas papan catur yang besar. Aksi Rusia dimulai pada saat Georgia dengan provokasi Amerika menyerang Osetia Selatan. Aksi Rusia itu terus berlanjut melalui strategi yang impresiv. Hal itu tampak terhadap revolusi berwarna yang berlangsung di Ukraina, Georgia dan negara-negara anggota CIS setelah merdeka dari Rusia dan kedekatannya dengan barat. Revolusi-revolusi itu berpengaruh besar kepada keamanan geo-politik Rusia. Sebaliknya setelah revolusi-revolusi berwarna itu, Moscow menghukum Ukraina. Moscow memanfaatkan kesempatan masa kepemimpinannya atas kelompok G-8 untuk mengerutkan taring-taring di hadapan anggota-anggota negara CIS lainnya. Opini umum global telah melihat bahwa peristiwa itu adalah tuntutan Yushchenko yang demokrat. Dan bahwa hukuman yang ditimpakan oleh Rusia adalah karena keinginan Yushchenko atas keanggotaan di Uni Eropa dan NATO. Berikutnya, Rusia -yang tingkat pengaruhnya di kawasan telah mengalami penurunan disebabkan Amerika pasca 11 September 2001 berhasil membangun pangkalan militernya di kawasan dengan dalih perang terhadap Afganistan dan berhasil mengantarkan kekuatan-kekuatan yang loyal kepadanya ke tampuk kekuasaan melalui sejumlah revolusi berwarna di negara-negara kawasan- awalnya mendirikan Shanghai Cooperation yang terdiri dari China, Rusia, Uzbekistan, Kazakhstan, Kirgistan dan Tajikistan. Dan sekarang Rusia berupaya memanfaatkan energi sebagai alat di dalam politik luar negerinya. Hal itu karena Rusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jaringan pipa gas alam yang menuju Eropa dan Turki. Rusia tidak ingin kehilangan pengaruhnya ini.

Di sisi lain, Rusia mengikuti politik yang efektif untuk mengacaukan Uni Eropa. Rusia melangsungkan beberapa kesepakatan jalur pipa gas alam dengan sebagian negara Uni Eropa yang dipandang bisa dijadikan teman. Hal itu memberi Rusia kemampuan untuk menekan negara-negara Eropa yang lain khususnya negara-negara baltiq, Polandia, Republik Chechka dan Slovakia. Ini artinya Rusia melalui strateginya tersebut berupaya mengeluarkan negara-negara itu dari bawah payung Amerika dan memasukkannya ke bawah payungnya. Khususnya negara-negara tersebut sedang mengalami musim dingin yang menggigit setiap tahun. Rusia menggunakan lembaran yang menguntungkan berupa aliran gas alam melalui Ukraina. Dengan itu Rusia bisa mengancam Uni Eropa dan berikutnya mengancam kepentingan Amerika Serikat. Berkaitan dengan jalur pipa gas alam untuk mensuplay Uni Eropa dan Amerika, maka AS melihat bahwa Turki –dengan adanya pemerintahan partai Keadilan dan Pembangunan yang menjadi anteknya- menjadi dermaga atau jembatan penting di dalam menghadapi perang yang berputar diantara poros Uni Eropa-Amerika dan poros negara-negara Shanghai Cooperatioan (Rusia, China, Kirgistan, Kazakhstan dan Tajikistan). Untuk itu Amerika berupaya untuk menjadikan Turki sebagai perlintasan gas alam sebagai ganti dari transportasi gas laut Kaspia dan Asia Tengah melalui Rusia untuk benua Eropa. Amerika berupaya untuk mewujudkan hal itu melalui proyek-proyek yang mengesampingkan Rusia dan yang memotong negara-negara produsen dan yang mengalirkan dari Rusia. Sesuatu yang akan memungkinkan Barat mendapatkan stabilitas di kawasan-kawasan itu dalam deskripsi yang lebih luas. Dan ini jelas merupakan bahaya besar bagi Rusia. Diantara proyek itu adalah rencana aksi pembentukan “Persatuan Negara-Negara Demokratis”. Rencana ini dimulai ketika Michail Sakasvili berhasil meraih tampuk pemerintahan di Georgia pasca revolusi Mawar pada akhir tahun 2003 dan ketika Viktor Yuschenko berhasil meraih kursi pemerintahan di Ukraina pasca Revolusi Oranye. Amerika memulai usaha mendirikan persatuan dibawah nama CDC -The Community of Democratic Choice. Substansi CDC ditentukan melalui KTT Guam yang terdiri dari Georgia, Ukraina, Azerbaijan dan Moldavia dan diselenggarakan di Chişinău (Kishinev) ibu kota Moldavia pada tanggal 22 April 2005. KTT ini mengusung slogan “demokrasi dari baltiq hingga Kaspia”. Para pemimpin yang berkumpul di kota Borjomi Georgia pada tanggal 12 Agustus 2005 mendukung persatuan itu. Mereka mengatakan: “diantara tugas persatuan ini adalah membantu tunas-tunas baru untuk masa demokrasi yang aman, stabil dan selamat berdasarkan kerangka Eropa”. ADa pernyataan di dalam pertemuan itu, di dalammya dinyatakan: “Persatuan ini adalah persatuan yang didirikan dengan arahan dari Amerika Serikat untuk menghadapi persemakmuran negara merdeka (CIS) yang menghimpun negara-negara bekas Uni Soviet. The CDC merupakan persatuan sebagai reaksi atas organisasi Shanghai Cooperation yang menantang Amerika Serikat pada jangka waktu paling akhir di Asia Tengah.” Di sisi lain juga terdapat proyek lain yaitu proyek jaringan pipa Nabucco. Proyek ini untuk menghentikan atau meminimalkan ketergantungan Turki terhadap Rusia. Hal itu karena Turki mengimpor gasa alam melalui tiga kesepakatan yang berbeda dan melalui dua jalur yang berbeda yaitu jalur lintas barat yang disebut “Jalur Barat” dan sampai ke Turki melalui Rusia-Ukraina-Moldavia-Rumania-Bulgaria; dan jalur kedua disebut “Aliran Biru” dan sampai ke Turki secara langsung melintasi dasar laut hitam. Jaringan pipa Nabbucco akan mengalirkan gas kawasan laut Kaspia dan Timur Tengah ke Eropa Selatan melalui Turki-Istambul. Yaitu jalur pipa ini akan melalui Turki-Bulgaria-Rumania-Hungaria-Austria. PEnting untuk ditunjukkan di sini bahwa gas Azebaijan yang direncanakan akan dialirkan melalui jaringan pipa ini adalah gas yang dialirkan ke Turki sejak tahun 2007 melalui proyek Shah Deniz. Amerika melalui proyek ini (Nabucco) berupaya menjadikan Turki sebagai jembatan alami antara negara-negara produsen dengan pasar konsumen untuk mengalirkan gas alam dari kawasan Laut Kaspia dan Timur Tengah dimana kedua kawasan itu menyimpan 72% dari total cadangan gas di dunia. Amerika telah memulai itu secara riil melalui jaringan pipa Baku-Tbilisi-Erzurum dan direncanakan perluasannya melalui proyek Nabucco. Dengan itu maka Amerika telah meluaskan kepemimpinannya terhadap sumber-sumber gas alam di kawasan Aurasia. Sesuatu yang sangat jelas adalah bahwa proyek tersebut ditujukan untuk melemahkan kepemimpinan Rusia di kawasan Aurasia. Hal itu telah diisyaratkan oleh mantan kepala Gazprom, Rem Vakhirev melalui kalimat yang ia sampaikan di pertemuan yang diselenggarakan pada bulan September tahun 1999 untuk membahas “partisipasi Rusia di dalam proyek-proyek investasi global”. Ia membicarakan pentingnya proyek “Aliran Biru –Blue Stream-” dalam menaikkan tingkat ekspor gas alam Rusia. Ia mengarahkan perhatian peserta kepada bahaya persaingan dengan jaringan pipa Trans-Hezr/Kaspia yang didukung Amerika Serikat. Ia mengatakan: “persaingan diantara dua proyek ini, kemenangan akan menyertai siapa yang mulai lebih dahulu”.

Saya tambahkan bahwa Rusia memiliki kepemimpinan yang luas terhadap negara-negara Aurasia. Rusia memiliki silsilah kesepakatan dengan negara-negara itu. Negara-negara tersebut akan memainkan peran utama di dalam proyek Trans-Hezr yang akan diupayakan oleh Amerika Serikat. Penting diisyaratkan bahwa Ukraina adalah satu-satunya diantara negara-negara tersebut yang memiliki nilai strategis bagi Rusia. Karena Rusia mengekspor 80 % gasnya ke Eropa melalui tanah Ukraina. Karena itu revolusi Oranye yang dilakukan Amerika di Ukraina pada tahun 2004, dan tindakan Ukraina –dengan dorongan AS- yang mendukung Georgia pada tahun 2008 dalam perang Georgia-Rusia serta upaya Ukraina untuk mendapatkan keanggotaan di NATO, telah menanggalkan gigitan Rusia, sesuatu yang memaksa Rusia meninjau kembali hubungannya dengan Ukraina. Sesungguhnya Ukraina tunduk kepada pengaruh Rusia dan ia adalah satu-satunya negara yang terbatas dari sisi geo-politik dan dari sisi geo-strategis. Atas dasar itu setelahrevolusi oranye dan di dalam krisis gas alam pertama yang terjadi pada tahun 2006, Rusia memanfaatkan gas alam sebagai kekuatan penekan seperti halnya senjata, dan membuat takut Georgia artinya Amerika. Seandainya Ukraina bergabung dengan NATO maka kawasan laut Azov akan menjadi sangat penting dari sisi militer dan strategis. Seandainya Ukraina menetapkan batas laut niscaya kapal-kapal NATO bisa masuk ke laut Azov dengan tenang. Skenario ini berada di luar area perhitungan Rusia. Dari sisi lain, Rusia melakukan lankah-langkah semestinya untuk menjauhkan terjadinya masalah NATO dengan Ukraina dan dari sisi lain Rusia berupaya menghalangi Amerika Serikat untuk bisa mendarat dan berkuasa di kawasan laut Kaspia. Jika Ukraina menjadi anggota NATO, maka kekuatan NATO akhirnya hanya berjarak 1000 mil dari Rusia. Dan Rusia akan menghadapi kesulitan besar dalam mengalirkan gas alam. Dimana ketua CIS Vladimir Rushailo telah menyatakan bahwa investasi-investasi asing di negara-negara merdeka menyebabkan kebangkrutan politik dan bahaya besar terhadap negara lain yang bersandar kepada persemakmuran khususnya Rusia. Ini menampakkan bahwa Amerika berada di belakang semua kejadian dan perkembangan yang terjadi di Ukraina. Disamping itu, Rusia yang berupaya menghalangi kemungkinan NATO masuk ke perbatasannya, Rusia melalui perang melawan Georgia telah menampakkan sejauh mana keseriusannya, tidak main-main dan kesiapannya yang sempurna untuk terjun di dalam kancah perang untuk melindungi kepentingan-kepentingannya. Dan juga bahwa hubungan antara Ukraina, Moldavia, Georgia dan Azerbaijan dengan NATO telah menguncang Rusia yang mendorongnya untuk melakukan apa saja yang bisa dilakukan guna menghalangi negara-negara itu mendapatkan keanggotaan di NATO. Misalnya, Georgia, upaya Rusia itu tampak selama perang Georgia melawan Rusia. Ukraina melalui wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya berbangsa Rusia, dan melalui file energi yang menekan. Rusia menekan Moldavia melalui Trans-Dniester (Transnistria). Rusia menekan Azerbaijan melalui masalah wilayah Nagorno-Karabagh. Presiden Rusia Dmitry Medvedev telah mengisyaratka bahwa perang energi bukan hanya perang ekonomi, tetapi juga merupakan perang politik taktis. Sesuai yang disebarkan oleh Pusat Kajian Politik Turki (TUSAM) tanggal 4 Februari 2009 Medvedev mengatakan: “sesungguhnya langkah-langkah Ukraina diarahkan dari Washington”.

Rusia telah berupaya menggagalkan proyek Baku-Tbilisi-Ceyhan dan proyek Baku-Tbilisi-Erzurum, dan sekarang Rusia menghadapi bahaya proyek Nabucco. Karena ketika proyek itu telah berfungsi secara penuh, Rusia bukan hanya akan kehilangan bobotnya terhadap sumber-sumber energi di Utara Kaukasus saja tetapi juga akan kehilangan pengaruhnya atas sumber-sumber energi di Kazakhstan dan Turkmenistan. Sesungguhnya implementasi proyek ini secara riil bukan hanya akan merubah keseimbangan kawasan melawan Rusia tetapi juga akan meminimalkan ketergantungan Eropa terhadap gas alam Rusia. Pada saat itu Rusia terpaksa menanggung konsekuensi-konsekuensi politik karenanya. Untuk itu, proyek Nabucco adalah proyek yang memiliki tujuan-tujuan politik jauh lebih banyak dari tujuan ekonomisnya saja. Perang Rusia-Georgia, krisis gas alam paling akhir antara Rusia dan Ukraina, keduanya telah menyebabkan percepatan aktivitas di dalam proyek Nabucco. Dan ini adalah hasil yang ditunggu-tunggu oleh Amerika dari krisis gas alam antara Rusia dan Ukraina. Hal itu karena setelah berhentinya krisis antara Rusia dan Ukraina yang berlangsung selama bulan Januari 2009 yang mengancam negara-negara Eropa dan Turki selama beberapa hari, diselenggarakan KTT Nabucco di Hungaria pada tanggal 26-27 Januari 2009. Di dalam KTT itu ikut serta sejumlah kepala negara dan dari Turki yang hadir adalah menteri energi Hilmi Güler. KTT itu hanya menunjukkan bahwa terdapat aktivitas percepatan bagi proyek Nabucco. Turki adalah negara yang paling banyak memanfaatkan KTT tersebut, karena negara-negara Eropa mengharapkan agar Turki menjadi satu-satunya jalan lintas untuk mengalirkan gas alam tanpa Eropa memiliki satu kata pun terhadap proyek tersebut. Sesungguhnya proyek Nabucco adalah proyek yang memang direncanakan untuk menggantikan Rusia.

Yang terjadi, Rusia – yang telah menandatangani kesepakatan-kesepakatan gas alam dengan Turkmenistan, Kazakhstan dan kemudian Uzbekistan – telah memberi Azerbaijan “jaminan untuk menjual seluruh gas alam miliknya sesuai harga Eropa”. Meskipun Rusia termasuk diantara negara-negara yang terpukul oleh krisis ekonomi global, namun pernyataan yang keluar dari Rusia menyatakan bahwa Rusia tidak mundur dari proyek “Jaringan Pipa Aliran Selatan Untuk Gas Alamn –South Stream Gas Pipelines-” yang akan bertolak dari dermaga Novorisisk –dari sini juga bertolak jaringan pipa Aliran Biru (Blue Stream Pipelines) – melintasi dasar laut Hitam dan melintasi Bulgaria untuk sampai ke Eropa Selatan dan Tengah, dan yang diumumkan kepada opini umum melalui “KTT Ekonomi Laut Hitam Untuk Pembangunan” yang diadakan di Istanbul pada tanggal 25 Juni 2007. Disamping semua itu telah dikeluarkan pernyataan dari Rusia bahwa Rusia tidak menentang proyek Nabucco, dimana wakil perdana menteri federasi Rusia dan ketua dewan direksi Gazprom Viktor Zubkov menyatakan bahwa Rusia tidak menentang proyek Nabucco. Hal itu mengisyaratkan kemungkinan partisipasi Rusia di dalam proyek tersebut. Di akhir pernyataannya ia menyatakan: “di dalam implementasi proyek Nabucco maka akan menjadi contoh yang diikuti jika dibandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu yang tidak dipikirkan secara baik dan yang diadopsi secara instan”. Dari satu sisi bisa dipahami dari pernyataan Zubkov bahwa itu merupakan surat untuk bekerja sama dan dari sisi lain juga bisa dipandang sebagai memandang kecil proyek tersebut. Sesungguhnya diantara masalah paling penting proyek Nabucco adalah bahwa proyek itu harus memasukkan Armenia menjadi salah satu negara yang akan mengalirkan di jaringan jalur Kaukasus. Karena itu, kunjungan presiden Turki, Abdullah Gul, ke Armenia dengan alasan menyaksikan permainan bola tidak bisa dijauhkan dari upaya pendekatan Turki ke Armenia. Kunjungan itu menjadi pendahuluan untuk itu.

Seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya bahwa jalur pipa Nabucco adalah untuk mengalirkan gas alam dari kawasan Hezr/Kaspia dan Timur Tengah ke Eropa Selatan melalui tanah Turki/Istanbul, dan gas Azerbaijan yang diharapkan bisa digabungkan di dalam proyek ini yang sudah dialirkan ke Turki sejak tahun 2007 melalui proyek Shah Deniz. Dan pada saat proyek Nabbucco sudah sempurna maka nantinya tidak akan ada masalah yang berkaitan dengan gas Azerbaijan. Hanya saja masalahnya akan ada pada sejauh mana kecukupan gas Azerbaijan untuk menutupi permintaan. Penting untuk diisyaratkan di sini bahwa terdapat upaya-upaya memasukkan Irak di dalam proyek ini. Namun hal itu tidak akan mungkin sebelum stabilitas dalam negeri meliputi seluruh Irak. Karena itu penggabungan Irak itu sejauh yang bisa diperkirakan kemungkinannya masih sangat kecil. Pada bulan Maret 2004 telah ditandatangani kesepakatan antara menteri energi Turki dan menteri perminyakan Mesir untuk mendirikan perusahaan yang diberi nama TERGAS yang beroperasi mengangkut gas alam Mesir melalui Turki ke Eropa. Tampak bahwa dalam masalah ini terdapat beberapa kendala. Kendala utama dan terpenting adalah pengangkutan gas Turkmenistan ke Turki dan Eropa melalui proyek Trans-Hezr. Sedangkan jika dalam kondisi Rusia diterima penuh sebagai partisipan di dalam proyek (Nabucco) maka kemungkinan berhasilnya proyek tersebut menjadi jauh lebih besar. Dan karena Amerika memahami sulitnya keberhasilan proyek tersebut tanpa Rusia, maka Amerika akan melunak sikapnya terhadap keikutsertaan Rusia di dalam proyek. Diantara yang memperkuat kemungkinan itu adalah pernyataan wakil perdana menteri federasi Rusia dan ketua dewan direksi Gazprom Viktor Zubkov. Disamping apa yang dilakukan oleh menteri luar negeri Turki, Ali Babajan, selama kunjungannya ke Moscow pada bulan Februari 2008 yang mengundang Rusia untuk ikut serta di dalam proyek Nabucco untuk gas alam. Juga sangat mungkin presiden Turki Abdullah Gul dalam kunjungannya yang terakhir ke Moscow pada tanggal 12-15 Februari 2009 telah mengundang Rusia untuk ikut serta di dalam proyek Nabucco. Namun kedua upaya itu tidak berarti bahwa keduanya dilakukan untuk mendorong Rusia ikut serta di dalam proyek tersebut, tetapi bahwa Amerika melalui proyek itu berjalan sesuai politik keseimbangan untuk tidak membuat marah Rusia dari satu sisi dan untuk menghidupkan proyek tersebut di sisi yang lain. Hal itu karena perusahaan Gazprom Rusia memiliki kerjasama yang erat dengan perusahaan Austria (OMV) yang akan menjadi stasiun akhir bagi proyek Nabucco. Penting untuk diisyaratkan bahwa proyek jaringan pipa yang akan membentang sepanjang 3.300 kilometer itu di dalam pembangunannya bergabung perusahaan Austria (OMV), perusahaan Hungaria (MOL), perusahaan Rumania (Transgaz), perusahaan Turki (BOTAS) dan perusahaan Jerman (RWE).

Akan tetapi, meski dari berbagai pernyataan yang mengungkapkan kemungkinan keikutsertaan Rusia di dalam proyek Nabucco untuk menghentikan suasana negatif yang mendominasi setelah krisis gas alam dengan Ukraina, namun Rusia memiliki lembar yang menguntungkan melalui kesepakatan yang dilangsungkannya dengan Turkmenistan –yang termasuk kawasan terpenting dari proyek Trans-Hezr untuk gas alam– tahun 2003 untuk jangka waktu 25 tahun guna membeli sebagian besar gas Turkmenistan. Disamping lembar menguntungkan lainnya yang dimiliki Rusia melalui aktivitas perusahaan Rusia Gazprom dengan mengoperasikan jaringan pipa Central Asia-Tranko untuk gas alam yang mengalirkan gas alam dari Asia Tengah dan memiliki kemampuan produksi 90 milyar meter kubik gas per tahun. Pada area yang lain, Turkmenistan menjadi negara yang penting bagi Rusia untuk memungkinkannya guna melanjutkan timbunan gas. Tidak diragukan bahwa Rusia menolak pengaliran gas Turkmenistan kepada pesaing lain. Dan Amerika berupaya menanamkan pengaruh di Turkmenistan dengan tetap berhubungan hangat dengan kawasan ini melalui pemerintahan partai keadilan dan pembangunan yang menjadi agennya.

Dengan begitu, ketika memperhatikan semua perkembangan itu, menjadi jelas bahwa Turki posisinya lebih dari sekedar faktor berpengaruh di dalam strategi yang berkaitan dengan gas alam. Turki merupakan jalan lewat yang mengalirkan gas alam sesuai dengan apa yang didektekan oleh negara-negara pemain, utamanya Amerika. Sebagaimana yang telah kami paparkan di awal tulisan ini, sesungguhnya Turki tidak memiliki politik yang independen dan unik di dalam masalah gas alam dan produksi listrik dan semisal mereka (dan ini adalah hasil yang diraih adalah tidak mungkin negara yang beredar di orbit negara besar bisa memiliki politik yang independen dan unik). Karena itu tidak aneh Turki berada pada kondisinya saat ini. Seandainya Turki memiliki politik yang independen dan unik, niscaya Turki bisa memanfaatkan kekayaan yang ada di dalam maupun di permukaan tanah dan niscaya Turki menjadi pusat energi dan bukan sekedar perlintasan energi saja. Hal itu karena Turki memiliki sejumlah kekayaan di dalam tanah, di permukaan dan angin yang memungkinkan untuk produksi listrik. Dan sesuai pernyataan “Perusahaan Holding untuk Minyak Turki – TPAO” di Turki terdapat kemungkinan memproduksi gas alam di kawasan laut Hitam dekat kota Rizah dan Artafin. Namun pemerintahan partai Keadilan dan Pembangunan dan pemerintah terdahulu tidak mengambil langkah apapun untuk memanfaatkan kekayaan yang terpendam dan yang ada di permukaan itu karena mengikuti politik negara besar yang mereka layani kepentingannya. Saya tambahkan bahwa mereka memperberat sektor swasta dengan pajak progresif yang menghalangi sektor swasta untuk melanjutkan jalan. Ini yang menyebabkan kenaikan berkelanjutan atas harga gas alam. Dan dengan dominasi kaum kafir di dalam harga sesuai keinginan dan kepentingan mereka maka adalah sia-sia menunggu belas kasihan dari mereka. Mengikuti politik yang didektekan kaum kafir terus menerus tidak akan pernah menyelesaikan masalah, bahkan justru akan menambah rumit. Saya jelaskan, contohnya adalah kenaikan harga gas alam yang sejak tahun 2005 hingga sekarang kenaikannya telah mencapai 90 %. Ini menampakkan hasil politik hina yang diikuti oleh pemerintah Turki. Juga menampakkan kehinaan mengaitkan diri dengan negara kafir. Adapun pernyataan menteri energi dan sumber daya alam Hilmi Güler dalam hal yang berkaitan dengan pentingnya energi yang di dalamnya dinyatakan: “sesungguhnya potensi energi surya di Turki diperkirakan mencapai 380 milyar kilowatt jam pertahun”, pernyataan ini merupakan surat Amerika kepada Rusia melalui Turki bahwa disana terdapat alternatif pengganti dari penggunaan gas di dalam produksi listrik seperti nergi surya. Karena pemerintah Turki seandainya sungguh-sungguh dalam masalah ini, lalu kenapa tidak menerapkannya secara riil? Pernyataan itu tidak dinyatakan kecuali setelah terjadi krisis Rusia-Ukraina. Dan ini tampak jelas bahwa politik Turki yang berkaitan dengan gas alam tidak tegak diatas strategi yang jauh dari pengaruh asing.

Seandainya pemerintah Turki kembali kepada akal mereka niscaya mereka mendirikan Khilafah berdasarkan asas akidah islam dan menyatukan tanah-tanah kaum uslim yang membentang di Timur Tengah dan Asia Tengah sehingga mereka menjadi pusat pertama di dunia bagi gas alam. Dan pastilah mereka bisa menghentikan kepemimpinan negaranegara kafir penjajah dalam jangka waktu pendek. Dan niscaya mereka akan menjadi pemimpin dunia dan meraih keridhaan dan terima kasih dari rakyat mereka yang muslim. Dan lebih dari semua itu niscaya mereka akan sukses di negeri akhirat. Hal itu karena Timur Tengah dan kawasan laut Kaspia meyimpan 72% cadangan gas alam dunia. Hanya saja para penguasa pengkhianat telah menulikan pendengaran mereka dari kalimat yang hak yang diserukan kepada mereka untuk mendirikan Khilafah. Mereka lebih rela menyerah kepada negara-negara kafir penjajah dibanding demi bangsa dan kemakmuran negeri mereka. Maka dengan itu mereka akan merugi dunia dan akhirat. Bagaimana tidak, mereka telah menjual akhirat mereka dengan dunia selain mereka. Sesungguhnya Dawlah Khilafah yang akan segara berdiri dalam waktu dekat atas seizin Allah akan meletakkan kekayaan-kekayaan itu di tempat yang diridhai Allah SWT dan mengarahkannya untuk sesuatunyang memberikan manfaat kepada islam dan kaum muslim, untuk membebaskan umat islam dari kehinaan dan kerendahan in yang melingkupi mereka akibat politik para penguasa pengkhianat lagi hina, dan untuk mengembalikan umat islam ke posisinya yang diridhai Allah, memerintahkan kemakrufan dan melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah. Mudah-mudahan semua itu terwujud dalam waktu dekat.(al maktab al I’lami lil Hizb Tahrir; Shafar al-Khayr 1430 H21 Februari 2009)

One comment

  1. Umar vkediri

    Seandainya pemerintah Turki kembali kepada akal mereka niscaya mereka mendirikan Khilafah berdasarkan asas akidah islam dan menyatukan tanah-tanah kaum uslim yang membentang di Timur Tengah dan Asia Tengah sehingga mereka menjadi pusat pertama di dunia bagi gas alam. Dan pastilah mereka bisa menghentikan kepemimpinan negaranegara kafir penjajah dalam jangka waktu pendek.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*