Peran Penting Perempuan: Mencetak Generasi Ideologis
Wawancara Eksklusif dengan Jubir Muslimah HTI Febrianti Abassuni.
Peringatan hari lahir RA Kartini yang secara periodik dilakukan setiap tahun menjadi entri poin bagi kaum feminisme untuk mengajak perempuan berperan aktif di sektor publik tanpa memandang lagi apakah perannya itu sesuai dengan rambu-rambu Islam atau tidak. Tidak sedikit pula muslimah yang latah membebek sehingga melalaikan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Terkait dengan masalah itulah wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo mewawancarai Jubir Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Febrianti Abassuni. Berikut petikannya:
Bagaimana pendapat Anda terkait dengan gencarnya aktivis feminisme mengkampanyekan agar perempuan berperan aktif di sektor publik?
Ada satu hal penting yang terabaikan ketika berperan aktif di sektor publik dan meninggalkan sektor domestik. Yakni keberlangsungan generasi mendatang. Generasi ini menentukan tegaknya suatu bangsa di masa yang akan datang. Ketika perempuan meninggalkan sektor domestik tentu saja akan meruntuhkan suatu bangsa atau umat di masa yang akan datang. Ini lah kesalahan kaum feminis saat ini.
Peran utama perempuan di sektor domestik adalah sebagai ibu yang mengandung dan mendidik anak. Banyak perempuan menganggap bahwa pengasuhan dan pendidikan anak ini bisa dilakukan oleh orang lain. Tetapi sebenarnya kalau kita melihat, dari sisi kognitif mungkin masih bisa digantikan oleh orang lain. Tetapi pembinaan dari sisi afektif, rasa, pengembangan emosional anak, itu sangat sulit apabila diserahkan kepada orang lain. Kalau pun ada orang lain yang mampu tetap saja yang lebih baik itu yang dilakukan oleh ibunya sendiri.
Makanya perempuan tidak bisa bicara hanya sekedar mendidik anak dari sisi kualitas saja tanpa memperhatikan kuantitas waktu untuk mendidik anak. Sehingga ketika perempuan meninggalkan rumah tanpa memperhatikan pendidikan emosional anak maka generasi mendatang itu menjadi generasi yang rapuh dari sisi kematangan emosionalnya. Padahal di tangan ibulah cikal bakal pemimpin generasi masa depan dibina. Apakah akan menjadi generasi yang islamis ideologis atau sebaliknya.
Apakah ini berarti Islam melarang perempuan berperan aktif di luar rumah?
Tidak. Ini hanya menunjukkan skala prioritas. Dalam Islam peran utama perempuan adalah di sektor domestik, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Tapi bukan berarti peran perempuan di sektor publik ditinggalkan. Karena terdapat juga kewajiban-kewajiban perempuan di sektor publik. Diantaranya adalah menuntut ilmu, berdakwah dan kewajiban lain yang tidak mungkin dilakukan di dalam rumah. Kemudian ada hal yang diserasikan dengan tugasnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga yang dilakukan di luar rumah.
Diantaranya adalah aktivitas sunah yang dapat dilakukan perempuan yang terkait dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Perempuan pun mubah untuk eksis di dalam perdagangan atau mencari nafkah. Nah, terkait dengan kegiatan yang hukumnya sunah dan mubah itu, perempuan harus melihat apabila kewajibannya di rumah tidak terlaksana maka hal-hal yang tidak wajib itu harus ditinggalkan. Karena dalam Islam harus mengutamakan yang wajib dibanding yang lainnya. Demikianlah rambu-rambu keseimbangan antara sektor domestik dan publik bagi perempuan.
Bagaimana keterlibatan perempuan dalam bidang politik?
Tentu saja wajib. Peranannya pun sangat vital yakni menanamkan dan membina pemahaman kesadaran ideologi Islam kepada anak atau generasi mendatang, disamping kepada perempuan lainnya. Sehingga mereka semua mengerti bagaimana ideologi Islam ini dipakai untuk mengatur negara dan kehidupan bermasyarakat. Perempuan juga harus mengetahui hak dan kewajiban sebagai perempuan, sebagai warga negara. Sehingga bila ada hak-haknya yang tidak dipenuhi oleh penguasa maka perempuan harus ikut melakukan kritik dan nasihat kepada penguasa.
Itulah yang kami maksud sebagai peran politik perempuan. Jadi peran politik yang kami maksud bukan untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan duduk di parlemen. Karena itu hanya menunjukkan bahwa 30 persen anggota parlemen itu perempuan. Sama sekali tidak menjamin hak-hak perempuan itu akan dipenuhi dengan ketepatan konsep yang berdasarkan ideologi Islam yang akan menyelesaikan masalah. Padahal setiap masalah harus diselesaikan oleh sistem yang islami bukan sistem yang demokratik.
Oleh karena itu perempuan harus memilih pemimpin yang akan menerapkan ideologi yang memenuhi aspirasi dan hak-hak perempuan yaitu ideologi Islam. Bila belum ada pemimpin pilihan itu, perempuan harus mencetak dan membina calon pemimpin itu disamping mencetak generasi mendatang yang siap dan sangat merindukan tegaknya sistem yang islami tersebut. Sehingga kelak lahirlah seorang laki-laki yang dibaiāat menjadi pemimpin yang adil dan bertakwa dan menerapkan ideologi Islam dengan baik, yang mengganti sistem demokrasi ini menjadi sistem Islam.
Harus laki-laki?
Iya, karena dalam Islam, penguasa atau kepala pemerintahan itu haruslah laki-laki. Rasulullah SAW telah mengharamkan perempuan untuk menduduki jabatan penguasa dalam pemerintahan. Larangan itu hanya ada pada kedudukan-kedudukan kekuasaan. Kalau kita baca dalam situasai sekarang, kedudukan itu ya posisi orang-orang yang menetapkan hukum publik yang mengikat warga negara. Di luar itu, tentu saja perempuan dibolehkan menduduki posisi sebagai pemimpin, misalnya sebagai kepala sekolah, pemimpin organisasi, pemimpin perusahaan dan lainnya.[mediaumat.com]
Ibu bukanlah sebuah pekerjaan yang hina
Setiap tetesan keringat dan keikhlasan dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga ada lautan pahala yang didapat
Ibu adalah posisi mulia yang didapat seorang perempuan.
So…muslimah, siapkan dirimu menjadi ibu cerdas dan seorang politikus handal
Karena di tanganmulah terlahir mujahid dan mujahidah yang akan menjadi penerus pejuang Syariah dan Khilafah
Allahuakbar…
Ibu adalah manager
Ibu adalah pendidik
Ibu adalah sahabat
Ibu adalah pejuang
Jangan pernah tergadaikan!
Dunia memang menyilaukan
Tapi sungguh…
Istana yang sangat indah telah disiapkan
Untukmu ibu
Di sebuah tempat
Sebaik-baik tempat kembali
telah terjadi penyempitan dan penyesatan makna politik di kalngan umat, termasuk kaum perempuannya. pelurusan makna politik inilah yang terlebih dulu harus diberikan, sebelum mengajak kaum perempuan untuk berperan aktif dalam politik.
sehingga aktivitas kaum perempuan di dalam rumah dalam mendidik anak-anaknya pun merupakan peran politik perempuan jika ditujukan agar anak-anak menjadi generasi yang berkepribadian Islam sekaligus politikus Islam.
Yang harus dilakukan dengan bijak adalah menjaga keseimbangan peran dakwah para ummahat dengan role mereka sebagai ibu dan ratu rumah tangga. Membesarkan anak dengan keringat sendiri jauh lebih mulia ketimbang menitipkan mereka kepada orang lain. Para ummahat jadilah ustadzah di rumah sendiri, sebelum menjadi da’iyyah di tengah-tengah umat.
Kemuliaan ibu tiada bandingannya
Surga ada ditelapak kakinya
Dengan kelembutannya Allah mengkaruniakan kekuatan untuk mengandung sembilan bulan yang akan melahirkan generasi mujahid.Rasulullah menyebutkan sebanyak 3 kali untuk keutamaannya memperoleh kebaikan terlebih dahulu.
Wahai muslimah, apa yang kurang dari kemuliaan yang dilimpahkan Allah untuk para ibu dan muslimah? Akankah materi akan mampu tergantikan dengan kemuliaan ini?
setujuuuuuuuuuuuu