Uang Negara Rp 2,02 Triliun Hilang

Jakarta, Kompas – Uang negara sebesar Rp 2,02 triliun disia-siakan karena pemerintah membayar dana pendamping bagi proyek-proyek yang didanai oleh utang luar negeri. Namun, hingga saat ini proyek tersebut belum terlaksana. Akibatnya, utang yang seharusnya bisa dimanfaatkan pada 25 proyek senilai Rp 438,47 miliar pada tahun 2008 tidak dapat digunakan.

”Lemahnya perencanaan, koordinasi, dan pengawasan mengakibatkan beberapa hasil proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri senilai Rp 438,47 miliar tidak dapat dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan secara optimal sehingga ada tambahan biaya minimal senilai Rp 2,02 triliun akibat keterlambatan pelaksanaan proyek,” ujar Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution pada penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun Anggaran 2008 kepada DPR dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (21/4).

Pemeriksaan atas utang ini dikategorikan sebagai pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Tujuannya untuk mengetahui pelaksanaan sistem pengendalian internal dan pelaksanaan pinjaman luar negeri sesuai klausul dalam perjanjian pinjaman.

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap institusi pengelola pinjaman luar negeri, yakni Departemen Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan pengguna pinjaman luar negeri yang terdiri atas sembilan kementerian dan lembaga nondepartemen serta delapan badan usaha milik negara (BUMN). Pemeriksaan difokuskan pada 66 naskah pinjaman senilai Rp 45,29 triliun.

”Hasil pemeriksaan BPK yang perlu mendapatkan perhatian serius dari entitas terkait adalah sistem pencatatan pinjaman luar negeri. Sistem itu belum menghasilkan informasi soal pinjaman luar negeri secara andal. Akibatnya, tidak ada sumber informasi mengenai posisi dan penarikan pinjaman yang dapat dipercaya untuk digunakan pemerintah dalam mengambil keputusan meyakinkan,” kata Anwar.

BPK menyebutkan, akibat ketidakmampuan pemerintah memenuhi persyaratan administratif yang ada, terdapat penarikan pinjaman dari rekening khusus maupun dana talangan pemerintah yang berisiko tidak mendapatkan penggantian dari lender (peminjam) senilai Rp 5,04 miliar dan 4,23 juta dollar AS.

Selain itu, per 26 September 2008 ada 61 rekening khusus dengan saldo Rp 74,34 miliar yang belum ditutup walaupun masa pinjamannya telah lewat. Akibatnya, pemerintah harus menanggung beban bunga meskipun tidak dimanfaatkan.

Sekretaris Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Syahrial Loetan mengatakan, masalah yang ditemukan oleh BPK itu terjadi pada pinjaman proyek sebab dalam perjanjian pinjaman proyek biasanya ada komponen tertentu yang tidak dibayar 100 persen oleh pinjaman.

”Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin dana rupiah yang dikeluarkan secara tersendiri. Kemungkinan lain, bisa saja dana rupiah dialokasikan untuk pembebasan tanah (proyek infrastruktur), tetapi kemudian porsi pinjamannya belum atau tidak disetujui lender karena, misalnya, dianggap ada korupsi,” kata Syahrial Loetan. (Kompas, 22/04/09)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*