Pernikahan Dini di Kabupaten Semarang

Kibaran liwa’ royah di gerbang masuk gedung DPRD Kabupaten Semarang pada hari minggu di penghujung bulan mei 2009, menandai mulai menggeliatnya Dakwah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia di Kabupaten Semarang. Sebuah kontroversi yang masih hangat dibicarakan berawal dari kabupaten ini, pernikahan Luthfiana Ulfa dan Pujiono Cahyo Widianto yang akrab disapa Syekh Puji. Dan menyikapi fenomena nikah dini ini Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Kabupaten Semarang menyelenggarakan sebuah Talk Show Muslimah Peduli Generasi Bertajuk Pernikahan Dini:Antara Sensasi Dan Solusi?!
Sekitar 300 orang remaja putri dari SMP hingga SMA di Kabupaten Semarang serta para guru muslimah dan para ibu memadati aula Gedung DPRD Kabupaten Semarang.  Mereka dengan antusias mengikuti rangkaian acara talk show tersebut.
Acara dibuka dengan terlebih dahulu mendengarkan opini dari peserta mengenai pernikahan dini tersebut. Terungkap bahwa remaja putri seusia SMU tentu belum siap untuk melaksanakan sebuah pernikahan, mengingat begitu banyak tanggungjawab yang akan dijalaninya. Demikian penuturan Meka, pelajar SMU di Kabupaten Semarang.
Talk show perdana MHTI Kabupaten Semarang ini menampilkan dua pembicara yakni Sri Endah Abdullah, S.Si, salah seorang pengasuh rubrik Yang Muda Yang Bertakwa RRI Pro 2 Semarang. Pembicara kedua adalah Septa Anitawati,SIP dari Muslimah HTI. Pembicara pertama dengan lugas menyajikan materi tentang Nikah Dini vs Zina Dini, beliau menyampaikan bahwa ketika kita mengetikkan kata nikah dini dan zina dini (free sex) di mesin pencari maka deretan peristiwa, data dan fakta zina dini akan lebih mudah ditemukan. Sementara fenomena nikah dini hanya akan memunculkan beberapa kasus saja, tapi mengapa nikah dini lebih membuat kebakaran jenggot pihak-pihak tertentu daripada terjadinya zina dini? Tentu ada masalah disini yang membutuhkan solusi tuntas.
Banyak pihak yang kemudian justru memblow up kasus Syekh Puji dan Ulfa dengan melakukan pencitraan negatif terhadap pernikahan yang dijalani muslimah dibawah 18 tahun. Dengan dalih perlindungan hak belajar dan bermain anak, pelanggaran hak reproduksi anak serta melanggar konstitusi maka mereka mencoba menggagalkan pernikahan Syekh Puji dan Ulfa, padahal kalau kita mengamati pemberitaan, ulfa sendiri tidak bermasalah dengan pernikahan yang dijalaninya. Sementara zina dini justru dibiarkan begitu saja tanpa solusi yang nyata, kalaupun ada solusi justru semakin memperparah keadaan. Pembagian kondom di hari AIDS sedunia misalnya disinyalir menjadi upaya untuk melegalkan sex diluar nikah, kampanye safe sex semakin menguatkan dugaan ini.
Lalu apakah perzinaan dini yang jelas-jelas merusak dan melanggar hak anak akan tetap dibiarkan saja? dan bagaimana dengan nikah dini, apakah juga akan dilarang? Untuk menemukan solusinya tentu hanyalah islam yang harus menjadi rujukan. Islam, dipaparkan oleh Ustadzah Endah memberi keleluasaan bagi siapa saja yang sudah memiliki kemampuan untuk segera menikah, menundanya justru akan menghantarkan pada keharaman. Negara juga harus memberikan lingkungan kondusif bagi anak-anak agar tidak mengkonsumsi produk-produk berbahaya sehingga tercegah dari lingkungan yang tidak sehat yang dapat membangkitkan naluri seksualnya. Negara juga harus menumbuhkan kontrol sosial masyarakat berdasarkan standar islam dalam melakukan perlindungan dan pendidikan anak.
Ustadzah Septa sebagai pembicara kedua menyampaikan materi ada apa dengan pernikahan dini? Mengapa pernikahan dini harus dibesar-besarkan sedemikian rupa?bahkan kemudian muncul ususlan untuk merevisi UU Pernikahan no.1 tahun 1974 untuk mencegah munculnya Luthfiana Ulfa yang lain. Beliau menyampaikan adanya upaya untuk menghancurkan keluarga sebagai salah satu benteng islam saat ini. Target dari berbagai pihak yang mengutak-atik hukum islam yang masih diberlakukan dalam ranah keluarga ini adalah untuk meliberalisasi keluarga, bangsa dan generasi. Dan dengan melarang seorang muslimah menikah di usia muda adalah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Semakin tua muslimah menikah maka karena benturan usia inilah maka akan dengan sendirinya membatasi jumlah anak. Sementara jika menikah di usia muda akan berpeluang melahirkan mujahid-mujahid penegak islam lebih banyak lagi. Ketakutan akan jumlah kaum muslimin inilah yang mengantarkan mereka menolak pernikahan dini. Hingga akhirnya jika jumlah kaum muslimin berkurang dan proses liberalisasi berjalan lancar, tak lain tak bukan penjajahan mereka di bumi kaum muslimin akan terus berlanjut.
Beliau memberi pesan kepada peserta untuk tidak terjebak dengan propaganda barat, apalagi bagi remaja propaganda food, fun dan fashoin tanpa sadar diikuti. Jadi remaja muslimah harus lebih waspada, para orang tua dan guru harus lebih mengawasi putra-putrinya dan membekali mereka dengan pemahaman islam. Pelajari islam kaffah, amalkan dan sebarkan, begitu pesan Ustadzah Septa.
Setelah acara talk show, panitia kemudian melakukan games dengan mengajukan pertanyaan kepada peserta terkait apa yang dibahas oleh dua narasumber. Dengan antusias peserta mengacungkan jarinya berebut menjawab pertanyaan dari panitia.
Kibaran liwa’ royah di dalam gedung DPRD Kabupaten Semarang semakin mengokohkan tekad aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Kabupaten Semarang untuk berdakwah menyebarkan islam di Kabupaten Semarang. Semoga acara perdana ini akan disusul dengan acara-acara lain yang lebih menggugah.

One comment

  1. Pernikahan sangat penting jika dari seorang pria dan wanita satu sama lain sudah siap materi dan menta, siap lahir maupun batin.
    Karena dari pada pacaran lama lama itu akan menimbulkan perbuatan dosa kecil maupun dosa besar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*